Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengingatkan dugaan kecurangan di Pemilu hal yang serius dan harus dibongkar. Untuk itu, Mardani meminta dugaan kecurangan penyelenggara pemilu harus diusut tuntas. Jangan ada yang tersisa.
semarak.co-Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengungkap adanya dugaan kecurangan pemilu terkait verifikasi faktual partai politik oleh penyelenggara di 12 kabupaten dan 7 provinsi atas perintah KPU pusat.
“Wajib diusut. Ini perkara serius. Harus dibongkar. Mesti dijawab oleh para pihak terkait. Dasar Pemilu kita jujur dan adil. Integritas Pemilu sangat ditentukan oleh kasus ini,” kata Mardani saat dihubungi, Senin (19/12) dilansir msn.com dari kumparan.com, Senin (19/12/2022).
Mardani memastikan Komisi II DPR akan menjalankan fungsi pengawasan dalam kasus ini. Untuk itu, pihaknya akan memanggil KPU untuk meminta penjelasan terkait hal tersebut pada masa sidang mendatang karena saat ini DPR masih dalam masa reses hingga 9 Januari 2023. “DPR berhak melakukan pengawasan dan DKPP. Iya akan ditanyakan saat rapat dengan KPU usai reses,” tegas Mardani.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut, ada dua temuan dari sejumlah aduan terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2024 sejauh ini. Pertama, dugaan itu bermula pada 7 November 2022, saat KPU provinsi menyampaikan hasil rekapitulasi verifikasi parpol kepada KPU pusat.
Praktik indikasi kecurangan diduga dilakukan anggota KPU tingkat pusat yang mendesak agar KPU provinsi mengubah status verifikasi parpol dari Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS). Instruksi ini diduga dilakukan melalui video call.
“Pada temuan kedua, KPU pusat diduga mengubah strategi kecurangan dengan memberikan instruksi kepada sekretaris KPU provinsi untuk mengubah status parpol. KPU pusat diduga memerintahkan hal tersebut melalui video call,” demikian Kurnia dalam paparan virtual, Minggu (18/12/2022) dikutip kumparan.com.
Sekretaris yang dihubungi KPU pusat tersebut, terang Kurnia, diduga mendapat ancaman mutasi apabila menolak perintah. Selain ancaman, kata dia, para pegawai struktural di level daerah juga diiming-imingi jabatan oleh jajaran petinggi KPU pusat.
Anggota KPU Idham Holik menyebut pihaknya sudah menerima surat somasi yang dikirimkan kuasa hukum yang mewakili anggota KPU beberapa daerah terkait dugaan manipulasi data verifikasi faktual oleh KPUD.
Surat tersebut sulit diproses karena tidak disebutkan lokasi terjadinya dugaan manipulasi oleh petugas KPU di daerah. Namun, KPU tetap akan menindaklanjuti laporan ini.
Diberitakan sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mengaku mendapat laporan dugaan kecurangan tahapan Pemilu 2024 yang dilakukan oleh jajaran petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat.
Dilaporkan bahwa petinggi KPU tersebut memerintahkan jajaran mereka untuk mengubah data beberapa partai politik dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), dari tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) sebagai peserta Pemilu 2024.
Kabarnya, petinggi KPU itu mengancam bakal memutasi pegawai yang tidak mau mematuhi instruksi tersebut. “Ternyata berdasarkan informasi yang kami himpun dan dapatkan, salah satu ancamannya adalah memutasi pegawai atau ASN KPU daerah yang bertugas teknis tentang aplikasi Sipol tersebut,” Kurnia Ramadhana, perwakilan koalisi yang juga peneliti ICW dalam konferensi pers daring, Minggu (18/12/2022).
(Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sendiri merupakan sistem dan teknologi informasi milik KPU yang digunakan untuk mengelola administrasi pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2024. Menurut Kurnia, praktik kecurangan bermula pada 7 November 2022.
Pada hari itu, hasil rekapitulasi verifikasi faktual partai politik oleh KPU provinsi dijadwalkan akan diserahkan kepada KPU pusat. Namun, anggota KPU RI tiba-tiba mendesak KPU provinsi melalui video call, memerintahkan untuk mengubah status verifikasi faktual sejumlah parpol dari TMS menjadi MS dalam Sipol.
Akan tetapi, anggota KPU daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, enggan menjalankan instruksi tersebut. Akhirnya, pihak KPU RI mengubah strategi. Diduga, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI memerintahkan Sekretaris KPU provinsi untuk melancarkan praktik kecurangan.
Caranya dengan meminta Sekretaris KPU provinsi supaya memerintahkan pegawai operator Sipol kabupaten/kota untuk mendatangi KPU provinsi dan mengubah status verifikasi parpol. “Kabarnya Sekjen sempat berkomunikasi melalui video call lagi untuk mengintruksikan secara langsung disertai dengan ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak,” ujar Kurnia.
Kabarnya, jajaran KPU daerah yang bersedia menjalankan perintah itu diiming-imingi posisi sebagai anggota KPU pada tahun 2023. “Apa iming-imingnya? Iming-iming untuk nanti akan dipilih pada proses pemilihan calon anggota KPU provinsi kabupaten/kota yang akan digelar tahun 2023 mendatang,” kata Kurnia.
Berdasarkan data koalisi sendiri, ada 24 provinsi yang akan menggelar pemilihan anggota KPU di tingkat provinsi dengan jumlah total 136 orang pada tahun 2023. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, terdapat pemilihan anggota KPU di 317 daerah dengan jumlah 1.585 orang.
Menindaklanjuti laporan tersebut, koalisi masyarakat sipil menuntut KPU RI mengaudit Sipol secara besar-besaran. Langkah ini diperlukan untuk melihat adanya indikasi perubahan data parpol yang mungkin tak sesuai ketentuan sistem.
Lewat audit, akan terlihat beberapa perubahan data yang tidak relevan dan terekam dalam sistem bila benar ada kecurangan. “Maka jawabannya adalah audit Sipol-nya, biar nanti terlihat perbedaan-perbedaan pada tanggal-tanggal tertentu. Karena sistem ini didasarkan pada digital, pasti setiap perubahan data history-nya akan terlihat, di sana kita akan adu data dengan KPU RI,” jelas Kurnia.
Kurnia mengatakan, praktik kecurangan ini mencemari independensi KPU dan tak bisa dibiarkan. “Ini tentu tidak bisa dibiarkan, praktik-praktik intimidasi, intervensi, kecurangan, itu sebenarnya menodai azas utama tentang independensi dari KPU,” kata dia.
Petinggi KPU RI telah angkat bicara terkait ini. Sekretaris Jenderal KPU RI Bernad Darmawan Sutrisno membantah dirinya terlibat dugaan rekayasa hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu 2024.
“Tuduhan bahwa saya melakukan intimidasi dan ancaman melalui video call pada tanggal 7 November 2022, itu tidak benar. Karena setiap kegiatan sudah ada tim teknis yang memiliki tugas untuk menjelaskan substansi,” ujar Bernad kepada Kompas.com, Minggu (18/12/2022).
Bernad menjelaskan, sekretariat di setiap tingkatan KPU, baik provinsi ataupun kota/kabupaten, berfungsi sebagai supporting system. Artinya, sekretariat KPU hanya berwenang memfasilitasi terlaksananya setiap tahapan pemilu, termasuk tahapan verifikasi partai politik.
“Kebijakan dan keputusan di setiap tahapan merupakan wewenang ketua dan anggota KPU (pusat, provinsi dan kabupaten/kota),” ujar dia. Namun demikian, Bernad mengamini bahwa pada 7 November 2022 sekretariat KPU provinsi melangsungkan rapat.
Pada hari itu, KPU memang sudah menjadwalkan penyerahan rekapitulasi hasil verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 dari tingkat kota/kabupaten ke provinsi. Bernad juga mengakui bahwa Sipol dioperasikan pegawai sekretariat KPU, sebagaimana sistem teknologi informasi lainnya milik KPU.
“Tetapi, 7 November 2022 dilakukan rapat di tingkat sekretariat KPU provinsi merupakan kegiatan rutin dalam rangka penyiapan rekapitulasi di provinsi,” ujar dia. (net/kum/kpc/smr)