PT Bank Syariah Mandiri (BSM) atau Mandiri Syariah menyimpan modal Rp 7 triliun sampai akhir 2017 ini. Menyusul persetujuan bank induk, Bank Mandiri yang menambah modal. Setelah dana masuk, BSM akan melapor ke regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa dana sudah ada.
Komisaris Utama Bank Syariah Mandiri Mulya E. Siregar mengatakan, saat ini Mandiri Syariah merupakan bank Buku III dengan ekuitas Rp6,65 triliun. Capital Adequacy Ratio (CAR) mencapai 14,92%, ini mengalami peningkatan sebesar 1,42% dibanding periode sebelumnya sebesar 13,50%.
“Jadi kami sudah dapat persetujuan Bank Mandiri bahwa disetujui tambahan modal Rp500 miliar oleh Otoritas Jasa Keuangan. Bank Mandiri akan mentransfer dana itu mungkin masuk minggu depan. Bila OJK setuju sebelum tahun berganti, modal kami sudah sebanyak Rp7 triliun,” tutur Mulya Siregar di Garut, Jawa Barat, Jumat (8/12) pagi.
Menurut Mulya, salah satu yang bisa dilakukan dari penambahan modal yang diberikan ke Mandiri Syariah adalah energi baru untuk menggenjot penyaluran pembiayaan di tahun depan. Apalagi, penambahan modal tersebut akan meningkatkan CAR hingga ke level 16%.
“Di 2018, umpamanya kalau CAR kita 12 persen kita bisa melakukan pembiayaan sekitar 8,5 kali dari modal itu. Jadi, kalau penambahan modal menjadi CAR kita 16 persen, maka tentu akan ada tambahan terhadap penyaluran pembiayaan di 2018,” ulasnya.
Pembiayaan infrastruktur masih menjadi salah satu lahan penting bagi penyaluran pembiayaan BSM, lanjut Mulya, namun BSM masih sangat berhati-hati dalam proyek infrastruktur. BSM lebih memilih proyek infrastruktur yang telah dibidik induk Bank Mandiri yang disinyalir aman.
“Untuk proyek infrastruktur yang akan di ambil BSM biasanya proyek yang sudah seleksi dan dibidik oleh Bank Mandiri. Dengan kata lain, untuk pembiayaan infrastruktur, BSM akan membuntuti induk dalam menyalurkan dana. Kita ikut dalam konsorsium dengan Mandiri. Jadi lebih bagi BSM. Khusus untuk korporasi dan infrastruktur biasanya akan mengikuti dari induk, karena induk sudah sangat baik dalam mitigasi resiko di pembiayaan tersebut,” ujar Mulya dalam rangkaian acara Media Training Perbankan Syariah BSM, dari Kamis (7/12).
BSM, kata dia, lebih fokus pada sektor ritel mikro. Di sektor tersebut BSM melakukan semuanya secara mandiri seperti melakukan pendekatan mikro dan melakukan evaluasi sendiri. “Tapi untuk infrastruktur kita mengikuti dari induk, strateginya seperti itu,” tambahnya.
Kalau dari strategi BSM saat ini, rinci dia, porsi untuk ritel sekitar 65% dan 35% untuk korporasi. Menurutnya, arah bisnis BSM sebetulnya lebih ke sektor ritel. Pembiayaan di sektor infrastruktur dilakukan dengan sangat selektif sehingga nasabah menjadi percaya untuk menyimpan dana di BSM. Total pembiayaan BSM sendiri per Oktober 2017 sebesar Rp 58,29 triliun. Untuk rasio pembiayaan bermasalah (NPF gross) per kuartal III 2017 sebesar 4,69%.
“Kalau untuk Non Perfoming Financing (NPF) kita berupaya untuk menurunkan di bawah level empat persen pada tahun depan. Kita akan melakukan upaya agar penyaluran pembiayaan juga bisa menurunkan NPF tersebut,” ungkapnya.
Sampai kuartal III-2017, lanjutnya, Mandiri Syariah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp58,72 triliun atau tumbuh 10,28 persen dibandingkan dengan Rp53,24 triliun pada September 2016. Pertumbuhan pembiayaan tersebut diimbangi dengan perbaikan kualitas pembiayaan yang tercermin dari penurunan NPF nett turun dari 3,63 persen menjadi 3,12 persen.
Branch Manager KC Garut, Gilly Prayoga Widayanto mengatakan, Mandiri Syariah cabang Garut, Jawa Barat menargetkan hingga akhir 2017 porsi pembiayaan usaha mikro senilai Rp 120 miliar. Garut dinilai memiliki potensi tinggi di sektor ritel mikro dan industri kreatif. Oleh karena itu BSM terus membidik pembiayaan untuk perdagangan eceran dan industri kreatif.
“Pertumbuhan pembiayaan mikro di Garut hampir mencapai 15 persen year on year (yoy). Proporsi pembiayaan perdagangan eceran 60 persen dan sisanya 40 persen di industri kreatif,” imbuhnya di tempat yang sama.
Sebagaimana diketahui, di segmen industri kreatif di Garut banyak diisi oleh usaha kulit, dodol dan batik. Plafon maksimal yang diberikan BSM untuk pembiayaan mikro maksimal Rp 200 juta. “Kami menargetkan pembiayaan ritel mikro di akhir tahun dapat mencapai Rp 120 miliar, saat ini ada 250 nasabah mikro,” terang Gilly.
Gilly optimismis target tersebut bisa tercapai lantaran dari sisi kualitas pembiayaan, wilayah Garut termasuk cukup baik yakni dapat menjaga rasio kredit macet atau non-performing financing di bawah 2 persen. Untuk mencapai target tersebut, BSM Cabang Garut terus menjalin kerja sama dengan asosiasi bisnis, termasuk mendukung pertumbuhan bisnis industri kreatif di Garut. (san)