PT Sucofindo berpartisipasi aktif mendukung program Pemerintah Indonesia dalam melakukan upaya mitigasi perubahan iklim melalui layanan jasa monitoring dan audit berbasis Nature Base Solutions (NBS).
semarak.co-Hal ini sejalan dengan dokumen NDC (Nationally Determined Contribution) dan misi perhelatan Conference of The Parties ke-27 (COP 27) yang terlaksana di Mesir. Penerapan prinsip NBS juga sesuai Peraturan Presiden No. 73 tahun 2012: Rencana Strategis Nasional Ekosistem Mangrove.
Direktur Komersial Sucofindo Darwin Abas mengatakan, pada COP 27, Sucofindo mengusulkan penyediaan jasa monitoring dan audit. Layanan monitoring Sucofindo didukung teknologi mutakhir dengan menggunakan pemindaian cepat.
“Nantinya, monitoring tersebut mampu memberikan gambaran akurat mengenai kondisi real lapangan proyek dengan light detection and ranging,” kata Darwin dirilis humas Sucofindo melalui email semarak.redaksi@gmail.com, Sabtu (19/11/2022).
Sedangkan untuk layanan audit, Darwin menambahkan, Sucofindo memiliki layanan audit berbasis ISO 17029, ISO 14065:2020 dan ISO 14064-Series. Layanan ini meliputi validasi dan/atau verifikasi informasi lingkungan hidup terkait perencanaan dan/atau kinerja keberhasilan kegiatan rehabilitasi dan/atau konservasi hutan dan mangrove.
Darwin optimistis melalui layanan monitoring dan audit Sucofindo mampu mendukung klaim keberhasilan investasi proyek karbon biru berbasis NBS yang dilakukan oleh perusahaan BUMN dan Swasta. Penerapan prinsip NBS dalam karbon biru mampu menjaga kelestarian lingkungan, keanekaragaman hayati, dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Pada sesi talk show, Deputi Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marvest) Nani Hardiati menjelaskan, target pengembangan proyek karbon biru Indonesia berbasis Nature Base Solutions (NBS).
“Program rehabilitasi mangrove mampu memajukan kesejahteraan ekologi dan sosial ekonomi serta memperkuat adaptasi dan mitigasi perubahan iklim nasional dan global. Indonesia menargetkan mampu merehabilitasi sebanyak 600 ribu hektar kawasan mangrove dengan menggunakan pendekatan,” ujar Nani dalam paparannya.
Yakni restorasi, lanjut Nani merinci, intensifikasi, dan konservasi. Proyek karbon biru sedang dikembangkan dengan mekanisme keuangan baru. Selain itu, masih Nani, beberapa investasi dan mekanisme kemitraan diperlukan selama periode tertentu untuk memastikan setiap aspek berjalan termasuk Monitoring, Reporting, dan Verification (MRV).
Identifikasi dalam pengembangan kemitraan karbon biru telah dilakukan melalui: analisis dan penelitian valuasi ekonomi karbon mangrove; pengembangan kebijakan dan instrumen kunci untuk pembiayaan karbon biru; serta peningkatan kapasitas untuk penilaian karbon biru dan kesiapan pembiayaan karbon biru.
Direktur Regional Bank Dunia untuk Asia Timur Pasifik, Benoît Bosquet juga hadir dalam talk show tersebut. Benoît menyampaikan Indonesia merupakan rumah bagi stok karbon biru yang sangat besar, sehingga perlu intensifikasi upaya konservasi.
Selanjutnya, Benoît menyampaikan bahwa Bank Dunia bangga menjadi salah satu mitra Indonesia yang mendukung upaya restorasi, pelestarian, dan intensifikasi mangrove. Bank Dunia berharap Indonesia dapat mencapai tujuan Nationally Determined Contribution (NDC), berkontribusi aktif dalam penanggulangan global dan meningkatkan penghidupan bagi masyarakat pesisir.
Optimalisasi Dana TJSL
Selain menginisiasi jasa monitoring dan audit untuk mendukung realisasi karbon biru, Darwin menambahkan mengenai optimalisasi dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) untuk program iklim dan lingkungan sebagai alternatif pembiayaan dan kemitraan melalui paparan ESG Financing: TJSL funds trend and mainstreaming as alternative funding for environmental program on mangrove rehabilitation and/or conservation.
Sucofindo menganalisis potensi dana TJSL pada 15 perusahaan BUMN dan swasta di sektor perbankan dan non-perbankan selama 3 tahun terakhir (2019-2021) sebagaimana yang diungkap pada Laporan Keberlanjutan. Total dana TJSL yang terhimpun rata-rata sekitar 159 Juta USD setiap tahun.
Penggunaan dana TJSL untuk mendukung program lingkungan sekitar 17%. Darwin menambahkan bahwa hal ini dapat ditingkatkan untuk program iklim dan lingkungan serta menjadikannya sebagai strategi Environmental, Social, and Government (ESG) perusahaan dalam mendukung Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia tahun 2030.
Selain itu, kata Darwin, diperlukan perbaikan perencanaan program mangrove dengan prinsip NBS (Nature Base Solutions) untuk meningkatkan kemanfaatan aspek sosial dan ekologi seperti penyerapan karbon dan ketahanan masyarakat.
Ke depannya Sucofindo sebagai Lembaga Pengujian, Inspeksi dan Sertifikasi menyambut kolaborasi berbagai pihak baik di Indonesia maupun internasional dalam upaya mempromosikan projek NBS, serta mengembangkan ekosistem karbon biru di Indonesia. Sebelumnya, Sucofindo turut dalam perhelatan COP 26 di Glasglow tahun 2021.
Kepala Strategic Business Unit Sertifikasi dan Eco Framework Sucofindo Budi Utomo menambahkan, Sucofindo memberi gagasan mengenai layanan Greenport dan Smartport. Pada jasa ini Sucofindo memastikan pelabuhan untuk memenuhi Green Port Guideline dalam rangka pengembangan pelabuhan berkelanjutan (Sustainable Port / Eco Port) serta dalam layanan Smart port diharapkan pelabuhan dapat meningkatkan produktivias dan efisien dalam proses bisnis,” kata Budi. (smr)