Perusahaan umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mengklarifikasi pengelolaan Benda Meterai atau Meterai Tempel di Indonesia. Sehubungan dugaan adanya peredaran Benda Meterai/Meterai Tempel tidak sah, yaitu Benda Meterai/Meterai Tempel yang tidak dicetak Perum Peruri maupun Meterai Tempel rekondisi atau bekas pakai.
Peruri sebagai BUMN dengan tugas khusus untuk mencetak Benda Meterai/Meterai Tempel menjamin bahwa seluruh proses produksi pencetakan Benda Meterai/Meterai Tempel dikerjakan secara profesional dan sesuai dengan permintaan pesanan. Peruri memiliki sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya untuk menjaga kualitas produk.
Direktur Teknik dan Produksi Peruri, Saiful Bahri mengatakan, pngelolaan serta penjualan Benda Meterai/Meterai Tempel yang dilaksanakan PT Pos Indonesia dikerjakan dengan sistem dan prosedur yang ketat dan akurat sehingga sangat kecil kemungkinan adanya penyelewengan oleh oknum internal perusahaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersama Peruri dan PT Pos Indonesia terus berupaya untuk meminimalisasi peredaran dan penggunaan Benda Meterai/Meterai Tempel palsu melalui sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat, serta melalui proses penegakan hukum (law enforcement).
“Masyarakat diharapkan untuk cermat dalam menanggapi tawaran penjualan Benda Meterai/Meterai Tempel yang diduga palsu atau tidak sah, baik yang ditawarkan melalui sms blast, media online, maupun sarana pemasaran lainnya. DJP menghargai dan terbuka terhadap setiap masukan, untuk itu bagi masyarakat yang menemukan informasi adanya indikasi peredaran meterai palsu agar dapat langsung mengadukan hal tersebut dengan menghubungi Kring Pajak 1500200 atau melaporkan kepada Kantor Polisi terdekat,” ujar Saiful dalam sambutannya pada acara Sosialisasi Bersama Direktorat Jenderal Pajak, PT Pos Indonesia dan Peruri tentang Bea Meterai di Jakarta, Selasa (28/11), seperti dirilis Humas Peruri.
Bagi peniru atau pemalsu, pengedar, penjual dan pengguna Benda Meterai/Meterai Tempel tidak sah, kutip Saiful, dapat dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 257 KUHP juncto Pasal 253 (Pasal 13 UU Nomor 13 Tahun 1985). “Bea materai adalah pajak atas dokumen. Kewajiban Bea Meterai diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Bea Meterai merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan atau dipungut secara insidental atas pembuatan dokumen yang termasuk objek Bea Meterai,” rincinya.
Pelunasan Bea Meterai dilakukan dengan dua cara yaitu pembubuhan Benda Meterai/Meterai Tempel di dokumen dan mekanisme Pelunasan Cara Lain yaitu melalui Mesin Teraan Meterai Digital, Teknologi Percetakan dan Sistem Komputerisasi.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1986 tentang Pengadaan, Pengelolaan dan Penjualan Benda Meterai, kata dia, pengelolaan Benda Meterai/Meterai Tempel hanya melibatkan dua pihak, yaitu Peruri sebagai pencetak Benda Meterai/Meterai Tempel dan PT Pos Indonesia sebagai pihak yang melakukan pengelolaan dan penjualan Benda Meterai/Meterai Tempel. Sedangkan pengawasannya dilaksanakan oleh DJP sebagai pemilik Benda Meterai/Meterai Tempel.
Adapun harga jual Benda Meterai/Meterai Tempel ke masyarakat, rinci dia, minimal sebesar nilai nominalnya, yaitu Rp 3.000,- untuk Kopur 3000 dan Rp 6.000,- untuk Kopur 6000. PT Pos Indonesia (Persero) selaku pihak yang ditunjuk untuk mengelola dan menjual Benda Meterai/Meterai Tempel, tidak pernah menjual Benda Meterai/Meterai Tempel di bawah harga nominal kepada masyarakat. Dengan demikian apabila terdapat penawaran Benda Meterai/Meterai Tempel dengan harga yang lebih rendah daripada nilai nominal maka patut diduga Benda Meterai/Meterai Tempel tersebut adalah palsu atau tidak sah.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, sosialisasi DJP bersama Peruri dan PT Pos Indonesia tentang bea meterai, sebagai bagian dari upaya bersama memerangi peredaran meterai ilegal termasuk meterai bekas pakai dan meterai palsu. Menyusul dugaan adanya peredaran benda meterai atau meterai tempel tidak sah, yaitu meterai yang tidak dicetak Perum Peruri maupun meterai rekondisi atau bekas pakai.
Vice President Bisnis Konsinyasi dan Filateli PT Pos Indonesia Agus S. Rahardjo menegaskan, pihaknya tidak pernah menjual benda meterai atau meterai tempel di bawah harga nominal, yaitu Rp 3.000 untuk Kopur 3000 dan Rp 6.000 untuk Kopur 6000. “Dengan demikian apabila terdapat penawaran benda meterai atau meterai tempel dengan harga yang lebih rendah dari nilai nominal maka patut diduga benda meterai atau meterai tempel tersebut adalah palsu atau tidak sah,” tutupnya. (lin)