Kutip Ibnu Taimiyah, Menkopolhukam Mahfudz MD: Lebih Baik 60 Tahun dengan Polisi Jelek daripada Semalam tanpa Polisi

Menko Polhukam Mahfud MD. foto: indopos.co.id

Walaupun jarang bersentuhan dengan Ibnu Taimiyah dibanding Muhammadiyah, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD nekad juga mengutip pendapat pemikir Islam Ibnu Taimiyah yang aslinya berbunyi: “60 tahun dengan pemerintahan tiran, lebih baik daripada semalam tanpa pemerintahan.”

semarak.co-Perkataan Ibnu Taimiyah ini oleh Mahfud diubah menjadi, “Lebih baik 60 tahun dengan polisi jelek, daripada semalam tanpa Polisi. Semalam saja tidak ada polisi, besoknya negara hilang.”

Bacaan Lainnya

Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Kompolnas, Komnas HAM, dan LSPK dengan Komisi III DPR RI terkait kasus pembunuhan berencana atas Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat atau Brigadir J yang merupakan ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo di ruang rapat Komisi III gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (22/8/2022).

Hal itu pun direspon ramai warganet, terutama di media sosial (medsos) whatsapp (WA) grup sebagai bentuk klarifikasi atas nukilan dari Ibnu Taimiyah. Warganet terlihat responnya kecewa atas nukilan Menkopolhukam Mahfud MD. Karena selama ini pendukung Presiden Joko Widodo melecehkan umat Islam dengan julukan kadrun.

“Jauh banget sih antara tidak ada pemerintah dengan tidak ada polisi. Kan masih ada tentara dan pemerintah,” tulis seorang warganet mengiringi video yang viral unggahan komentar Mahfud MD saat RDP, seperti dikutip redaksi semarak.co, pada Kamis (25/8/2022).

Warganet lain memposting komentar begini, “Walaupun pengamal fatwa Ibnu Taimiyah sering dikadrun-kadrunkan oleh pendukung Jokowi, tapi untuk urusan yang mengganggu polisi atau pemerintah Jokowi, mereka merujuk pada fatwa Ibnu Taimiyah.”

“Misalnya juga soal nggak boleh memberontak pada pemerintah walaupun pemerintah itu zalim, karena akan banyak makan korban. Pendukung Jokowi memang nyari yang enak-enak terus, yang nggak enak dilempar ke lawan politiknya,” demikian tulis warganet menutup.

Ibnu Taimiyah, Ulama yang Hidup dari Penjara ke Penjara

Diberitakan kompas.com – 30/12/2021, 09:00 WIB/Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama dan filsuf yang berasal dari Kota Harran, Turki. Ia banyak disebut sebagai pemikir Islam dan tokoh politik yang kontroversial karena sangat teguh pendiriannya, terutama pada syariat Islam.

Sebagai pengikut Mazhab Hambali, pandangan Ibnu Taimiyah sering bersebrangan dengan para penguasa pada masanya. Oleh karena itu, meski menjadi salah satu penulis abad pertengahan yang paling berpengaruh dalam Islam kontemporer, Ibnu Taimiyah kerap hidup dari penjara ke penjara.

Kehidupan awal Nama asli Ibnu Taimiyah adalah Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani. Ia lahir di Harran pada 22 Januari 1263 atau 661 H. Ibnu Taimiyah berasal dari keluarga yang sangat taat pada agama Islam.

Ayahnya, Syihabuddin bin Taimiyah, adalah seorang syekh, hakim, dan khatib. Sedangkan kakeknya, Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani, adalah seorang ulama yang menguasai fikih, hadis, tafsir, ilmu ushul, dan penghafal Alquran (hafiz).

Sedari kecil, Ibnu Taimiyah sudah terlihat tanda kecerdasannya. Hal itu didukung dengan tempat ia tumbuh, yakni di Kota Bagdad, yang merupakan pusat perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, ia tumbuh di antara para ulama, dan memanfaatkan kesempatan itu untuk belajar tentang Alquran dan sunah Nabi.

Setelah beberapa tahun di Bagdad, Ibnu Taimiyah pindah ke Damaskus bersama ayahnya karena serbuan tentara Mongol. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Alquran dan belajar berbagai cabang ilmu dari para ulama, hafiz, dan ahli hadis negeri itu.

Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin (pokok agama), mendalami bidang tafsir, hadis, dan bahasa Arab. Selain ilmu agama, Ibnu Taimiyah juga menguasai berbagai bidang ilmu, seperti matematika, khat (ilmu menulis huruf arab), nahwu (tata bahasa Arab), dan fikih.

Bahkan ketika Ibnu Taimiyah menginjak dewasa, ia mampu mengeluarkan fatwa dalam masalah keagamaan. Setelah dewasa, Ibnu Taimiyah menggantikan ayahnya yang telah meninggal sebagai pengelola sebuah sekolah. Dari situ, ia menjadi guru besar hadis dan Mazhab Hambali di Damaskus, serta lebih peka terhadap kondisi umat Islam saat itu.

Murid Ibnu Taimiyah sangat banyak dan datang dari berbagai latar belakang. Beberapa muridnya yang terkenal adalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Ibnu Katsir, Al-Dhahabi, dan Al-Mizzi. Ibnu Taimiyah menjadi tokoh kontroversial ketika mengutarakan bahwa umat Islam telah melenceng dari syariat yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.

Dalam memerangi penyelewengan syariat, Ibnu Taimiyah lebih suka mengkritik melalui tulisan, yang diyakini lebih mapan untuk menghancurkan bid’ah (melaksanakan sesuatu yang belum pernah dilakukan pada zaman Nabi) dan khurafat (keyakinan yang tidak berdasar).

Pada 1292, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul Manasik al-Hajj yang berisi tentang praktik bid’ah yang ditemuinya di tanah Mekkah. Ketika kembali ke Damaskus, ia menulis lagi untuk menyerang praktik yang dianggapnya bid’ah.

Atas kritiknya, Ibnu Taimiyah sering ditangkap oleh penguasa dan dipenjara. Ia pernah ditahan di Damaskus dan Kairo. Meski demikian, ia tetap mengajar dan menulis dari dalam penjara. Setelah bebas, Ibnu Taimiyah tetap melakukan patroli untuk menghapuskan tindak bid’ah dan penyelewengan lainnya.

Ia pernah melakukan razia di tempat orang mabuk-mabukan minuman keras di Syam. Ibnu Taimiyah kembali dijebloskan ke penjara pada 1293, karena memprotes keputusan gubernur yang membiarkan seseorang bernama Assaf bebas dari hukuman setelah menghina Nabi Muhammad SAW.

Setelah bebas dari penjara pada 1296, ia kemudian menjadi guru besar di sekolah tinggi tertua di Damaskus. Tujuh tahun kemudian, Ibnu Taimiyah kembali dipenjara karena tulisannya yang berisi tentang sifat-sifat Tuhan dianggap penguasa dapat menimbulkan keresahan dan kerisuhan.

Ibnu Taimiyah masuk penjara di Kairo hingga bebas pada 1310. Begitu bebas, ia tetap tinggal di kota tersebut untuk menulis dan mengajar. Ia bahkan menjadi penasihat dari Gubernur Kairo terkait permasalahan orang-orang Suriah. Setelah hidup lama di Kairo, Ibnu Taimiyah memutuskan kembali ke Damaskus dan menyibukkan diri untuk menulis serta mengajar di sekolah.

Di Damaskus, Ibnu Taimiyah kembali terlibat dalam perdebatan terkait akidah dan syariat Islam. Bahkan ia dijebloskan ke penjara di dalam benteng Damaskus pada 1326. Selama menjalani masa hukumannya, Ibnu Taimiyah jatuh sakit hingga meninggal pada 1328.

Karya Ibnu Taimiyah Karya-karya Ibnu Taimiyyah meliputi berbagai bidang keilmuan. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Majmu’ Fatwa, yakni kitab yang berisi permasalahan fatwa-fatwa dalam agama Islam.

Selain itu, berikut adalah karya-karya dari Ibnu Taimiyah. Bidang Aqidah Kitab al-Iman Kitab al-Istiqamah Iqtidha ash-Shirath al-Mustaqim Kitab al-Furqan Ushul Fiqih Kitab Naqd al-Mantiq Ar-Rad ‘ala al-Mantiq Tanbih ar-Rajul al-‘Aqil ‘ala Tanwih al-Jadal al-Bathil Fiqih Risalah al-Qiyas Nikah al-Muhallil Kitab al-Uqud Risalah al-Hisbah

Referensi: Al-Islam Ahmad, Jamal. (2004). Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.

Mengungkap Trik Dukun

Mengutip t.me/fawaid_kangaswad/edited-Aug 14 at 16:06/ Dalam Kitabut Tauhid karya Syaikh Shalih Al Fauzan, disebutkan kisah Ibnu Taimiyah yang membongkar trik dukun Ahmadiyah Rifa’iyyah yang mengaku kebal api.

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa mereka menggunakan semacam minyak dari kulit jeruk dan kulit katak sehingga tahan api. Maka Ibnu Taimiyah menantang mereka untuk dibakar dengan syarat dimandikan dulu dengan air hangat dan mereka tidak berani.

Maka membongkar trik dukun boleh saja. Tapi perlu diperhatikan:

  1. Itu bukan hal yang utama. Yang utama adalah menyampaikan ilmu yang benar dari Al Quran dan As Sunnah. Itulah yang jadi fokus para Nabi dan Rasul, serta para ulama seperti Ibnu Taimiyah. Beliau tidak sibuk membongkar trik para dukun. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Ilah (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian” (QS. Al-Anbiya: 25).

  1. Dukun itu pendusta baik terbongkar atau tidak triknya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan bahwa mereka tukang dusta,

فَتَقُرُّهَا فِى أُذُنِ الْكَاهِنِ ، كَمَا تُقَرُّ الْقَارُورَةُ ، فَيَزِيدُونَ مَعَهَا مِائَةَ كَذِبَةٍ

“… setan-setan itu pun membisikkannya kabar-kabar langit pada telinga para dukun. Seperti meniupkan angin ke botol-botol. Lalu setan-setan itu pun menambahkan kabar-kabar tersebut dengan 100 kedustaan” (HR. Bukhari no. 3288).

  1. Datang ke dukun itu tetap kekufuran walaupun tidak terbongkar triknya dan walaupun ada pasiennya yang sembuh. Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau mendatangi tukang ramal, kemudian ia membenarkannya, maka ia telah kufur pada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad” (HR. Ahmad no. 9536, Abu Daud no. 3904, Tirmidzi no. 135, disahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 5939).

  1. Dukun terkadang memang menggunakan sihir yang berupa mantra serta buhul yang dibantu oleh setan. Sehingga tidak diketahui sebabnya. Karena memang secara bahasa, sihir artinya kejadian yang samar penyebabnya.

السحر لغة: ما خفي ولطف سببه

“Sihir secara bahasa: semua yang samar dan tidak jelas penyebabnya” (Al Qaulul Mufid, 1/489).

Ahlussunnah meyakini adanya sihir bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah terkena sihir. Sehingga tidak semua dukun menggantikan trik, sebagiannya menggunakan sihir. Dan sihir ini adalah kekufuran dan dosa besar. Allah ta’ala berfirman:

يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Mereka (Harut dan Marut) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya ujian (bagimu), sebab itu janganlah kamu KUFUR’” (QS. Al-Baqarah: 102)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اجتنبوا السبعَ الموبقاتِ . قالوا : يا رسولَ اللهِ ، وما هن ؟ قال : الشركُ باللهِ ، والسحرُ ، وقتلُ النفسِ التي حرّم اللهُ إلا بالحقِّ ، وأكلُ الربا ، وأكلُ مالِ اليتيمِ ، والتولي يومَ الزحفِ ، وقذفُ المحصناتِ المؤمناتِ الغافلاتِ

“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan. Para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa saja itu? Rasulullah menjawab: berbuat syirik terhadap Allah, SIHIR, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, kabur ketika peperangan, menuduh wanita baik-baik berzina” (HR. Bukhari no. 2766, Muslim no. 89).

Wallahu a’lam.

 

sumber: WAGroup INDONESIA ADIL MAKMUR (postRabu24/8/2022/nasiruddin)/ @fawaid_kangaswad/t.me/fawaid_kangaswad/4505 di WAGroup NIAT IBADAH SAJA (postKamis25/8/2022/bambangwicaksono)/google.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *