Pemerintah kembali melakukan optimalisasi lahan hutan negara di wilayah lain di Provinsi Jawa Timur. Presiden Joko Widodo kembali melakukan peninjauan ke lokasi Perhutanan Sosial di Kabupaten Madiun pada Senin (6/11).
Dalam kunjungannya, Presiden Joko Widodo didampingi oleh Menteri BUMN Rini M. Soemarno, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M. Mauna, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (BNI) Achmad Baiquni dan sejumlah pejabat daerah setempat.
Pemerintah mencatat, Program Perhutanan Sosial di wilayah Jawa timur dilatarbelakangi oleh ketidakpastian mengenai lokasi lahan garapan dan jangka waktu hak garap petani penggarap. Selain itu petani penggarap juga menghadapi kesulitan akses sumber pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) perbankan, tidak adanya kepastian pasar atau serapan hasil produksi, yang mengakibatkan pendapatan yang diterima para petani masih kurang dan tidak pasti.
Untuk tahap awal, pemerintah mengalokasikan lahan seluas 5.717,2 Ha sebagai program Perhutanan Sosial di Provinsi Jawa Timur yang tersebar di enam lokasi dengan alokasi terbesar terdapat di Madiun seluas, 2,149.4 Ha. Sisanya di wilayah Probolinggo seluas 1.275 Ha, Lumajang seluas 940 Ha, Tulung Agung seluas 663,5 Ha, Jember seluas 612 Ha dan di Tuban seluas 77,3 Ha.
Perhutanan Sosial Madiun merupakan optimalisasi lahan hutan negara seluas 2.149,4 Ha yang tersebar di Dagangan, Dalopo seluas 264,7 Ha, di wilayah Dungus, Wungus 1.364,7 Ha dan di wilayah Wonoreso, Mojorayung seluas 520 Ha. Jumlah petani penggarap di ketiga wilayah ini tercatat ada 587 orang dengan jumlah terbanyak tercatat di wilayah Dungus dengan jumlah 344 orang.
Optimalisasi lahan hutan negara di Perhutanan Sosial Madiun akan difokuskan pada pengembangan dan pembudidayaan tanaman hutan seperti jati dan kayu putih serta komoditas pertanian seperti jagung dan ketela. Selain itu, pengolahan lahan juga diperuntukkan bagi program Multi Purpose Tree Species (MPTS) seperti alpukat, cengkeh, cempedak, jambu mete, jengkol, kelengkeng, mangga, mangka, pete, rambutan, sukun, asam. Selain sebagai lahan konservasi, masyarakat juga dapat mengambil manfaat lain dari program MPTS tersebut.
Menteri Rini mengungkapkan, keberadaan Perhutanan Sosial di wilayah Madiun akan memberikan dampak positif bagi peningkatan perekonomian masyarakat sekitar. Pemerintah memberikan akses kepada masyarakat untuk menggunakan lahan secara produktif dalam sebuah sistem pertanian modern sehingga pada akhirnya mampu mendorong peningkatan ekonomi petani penggarap.
“Saya berharap petani di Madiun mampu menggunakan lahan yang pemerintah berikan ini secara produktif. Jika dimanfaatkan dengan baik saya yakin keberadaan Perhutanan Sosial memberikan dampak bagi peningkatan ekonomi petani,“ pesan Rini dalam rilisnya, Senin (6/11).
Selain izin pemanfaatan lahan oleh Perhutani, BUMN hadir dalam mendukung program Perhutanan Sosial Madiun melalui kegiatan pembiayaan bagi petani penggarap berupa penyaluran KUR oleh BNI dimana potensi penyaluran KUR bagi 413 petani penggarap tercatat sebesar Rp 2,19 miliar.
Fasilitas KUR dicairkan dalam bentuk Kartu Tani yang terkoneksi dengan sistem database Kelompok Tani yang sudah teregistrasi dari hulu sampai hilir yaitu mulai pengadaan pupuk,penanaman sampai pemasaran hasil pertanian dan perkebunan.
Selain itu, pemerintah juga membantu pemasaran hasil pertanian melalui kemitraaan dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dalam bisnis model ini, BUMDes berperan penting dalam membantu melakukan verifikasi/seleksi Mitra Kerja On Farm (MKO) Calon Penerima kredit menjadi mitra dari off taker dengan bekerjasama dengan Perum BULOG.
Rini berharap, melalui skema pemberdayaan dan pendampingan, kehadiran Perhutanan Sosial di Jawa tengah mampu memberikan manfaat terutama dalam memecahkan persoalan sosial ekonomi masyarakat. Dengan konsep Perhutanan Sosial, petani penggarap dapat memperoleh akses sumber pendanaan, mendapatkan kepastian pasar atau serapan hasil produksi, mendapatkan pembinaan intensif dari departemen terkait serta perbankan serta mendapatkan pendapatan tambahan yang pada akhirnya mampu meningkatan kesejahteraan hidup para petani.
Sebagai informasi, Program Perhutanan Sosial yang digulirkan pemerintah dilatarbelakangi oleh kondisi lahan eksisiting milik Perhutani yang dikuasai dan digarap secara liar oleh petani (± 12 juta hektare/Ha) dimana proses penggarapan tidak memperhatikan keseimbangan alam dan lingkungan hidup hingga pada praktik sewa dan jual beli lahan.
Pemerintah mencatat, terdapat 25.863 desa di Indonesia berada di dalam kawasan hutan dimana 70% di antaranya menggantungkan hidup pada sumber daya hutan. Sementara itu, terdapat 10,2 juta penduduk belum sejahtera di kawasan hutan dan tanpa aspek legal dalam mengelola sumber daya hutan.
Dengan program Perhutanan Sosial, pemerintah mendorong optimalisasi lahan dalam rangka mewujudkan pemerataan ekonomi, memperkuat produksi sektor berbasis pangan yaitu perikanan, pertanian dan peternakan, membuka lebih banyak akses kesempatan kerja bagi masyarakat dan secara makro diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja ekonomi nasional. (lin)