Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengklaim bahwa tiket calon presiden (capres) di pemilihan umum presiden (Pilpres) 2024 sudah ada di tangan para oligarki. Padahal, tiket capres itu seharusnya diambil dari perolehan suara pemilu terbaru, yakni 2024 melalui perolehan suara partai politik.
semarak.co-Mantan Wakil Ketua DPR RI ini mengatakan, Threshold atau ambang batas dari hasil Pileg 2024 bakal menjadi tiket baru. Pasalnya, electoral threshold itu syarat kemenangan, bukan syarat maju menjadi capres.
“Kita harus bereskan tiket palsu atau tiket kedaluwarsa itu, setelah itu baru masalah electoral threshold pada pemilu terbaru di 2024 itu,” ujar Fahri melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (26/4/2022) dilansir DEMOCRAZY News/April 26, 2022.
Di seluruh dunia itu tidak ada threshold dijadikan syarat maju menjadi capres, lanjut Fahri, tapi syarat kemenangan. “Kalau syarat maju seperti di Amerika melalui konvensi dari tingkat bawah sampai tingkat tertinggi,” kata mantan wakil ketua DPR dari Fraksi PKS.
Akan tetapi, kata dia, berbeda dengan Indonesia. Sebuah partai di Indonesia tanpa syarat bisa mencalonkan pada putaran pertama. Dengan demikian tidak ada calon dari independen, semua capres menggunakan kendaraan partai politik. “Akan menjadi rumit (calon independen), pakaikan partai politik. Karena partai politik juga ingin memenangi sebagai bentuk keterpilihan dari masyarakat,” ungkapnya.
Politisi adal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menambahkan, sehingga, Fahri menambahkan, semua bisa maju melalui partai politik hasil pemilu terbaru di 2024. Tiket terbaru itu yang membuat semua pihak yang diunggulkan bisa diusung oleh partai politik untuk maju menjadi capres 2024.
“Ini membuat Kang Emil (Ridwan Kamil) bisa maju, Khofifah maju, Pak Edi dari Sumut bisa maju, (wakil) dari Lombok bisa maju, dan ketua umum saya, Pak Anis Matta juga bisa maju. Ini yang muda-muda kasihan, mereka tidak punya tiket. Makanya tarung dulu di putaran pertama, boleh jadi ada ide terbaik,” sindir Fahri yang terkenal vokal.
Nah nanti di putaran kedua terpilih jadi dua orang, sambung dia, ini saripatinya. Dirinya tidak mengkhawatirkan banyaknya bakal capres dari partai politik yang terverifikasi hanya beralasan kandidat. “Jadi santai saja, itu ada caranya kok,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, bicara Presidential Threshold di sela Musyawarah Wilayah (Muswil) ke-VIII Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Jawa Timur (Jatim) di Hotel Grand Empire Palace, Surabaya, Kamis (26/5/2022).
Kepada wartawan, La Nyalla mengatakan saatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan sikap mendukung konstitusi. Dengan menegakkan keadilan terkait Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan Presiden yang kini tengah menjadi sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Saat ini, DPD RI tengah mengajukan judicial review terhadap pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. “Kita sedang berjuang di MK. Kita harus sadar bahwa MK saat itu didirikan untuk menegakkan dan menjaga konstitusi tidak dilanggar oleh Undang-Undang,” ujarnya.
Dijelaskan, dalam pasal 6A UUD NRI 1945 sama sekali tak diatur mengenai ambang batas 20 persen pencalonan Presiden. Namun, di pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, diatur ambang batas 20 persen untuk mencalonkan sebagai Presiden.
“Ini tugasnya MK untuk menghapus pasal 222 itu, karena mengada-ada atau tidak derivatif dari Konstitusi. Kalau MK tak mau menghapus, timbul pertanyaan, ada apa dengan MK? Ini yang menggugat DPD RI secara kelembagaan. Ini sudah menjadi sengketa antar-lembaga,” katanya.
Senator asal Jatim itu menilai, pada titik itulah Presiden Jokowi harus turun tangan mengambil langkah positif dengan sikap kenegarawanan beliau sebagai kepala negara. Salah satunya adalah dengan menunjukkan sikap yang tegas bahwa presiden ikut menjaga Konstitusi ditegakkan dan dilindungi dari Undang-Undang yang tidak sesuai.
“Saat ini dibutuhkan sikap yang tegas dan jelas dari Presiden sebagai kepala negara. Di sinilah Presiden dan MK diuji untuk menegakkan kebenaran,” tandas La Nyalla dilansir petisi.co/Kamis, 26 Mei 2022 | 23:23 WIB.
La Nyalla menegaskan, di konstitusi kita tidak ada ambang batas 20 persen pencalonan Presiden. Kedaulatan rakyat harus ditegakkan. Kita harus kembalikan semua kepada relnya. “Sebab, Presidential Threshold terbukti menghasilkan keterlibatan oligarki ekonomi dalam penentuan pimpinan nasional bangsa ini,” ujarnya.
Akibatnya, sambung dia, oligarki ini semakin menggurita dan memasuki lingkar kekuasaan untuk menentukan kebijakan. Secara keseluruhan, LaNyalla menilai amandemen konstitusi yang dilakukan dari tahun 1999-2002 harus dibenahi kembali.
Sebab, sejak amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam, kedaulatan rakyat sebagai pemilik sah negara ini semakin tergerus. “Yang dirugikan adalah rakyat. Yang harus diingat juga bahwa bangsa ini merdeka atas jasa civil society, ulama, utusan golongan dan lainnya. Lalu, kenapa sekarang mereka tidak bisa menentukan arah perjalanan bangsa? Semua direduksi di tangan partai politik,” kata LaNyalla. (net/tis/crz/smr)