Oleh Eggi Sudjana Sukarna *
semarak.co-Sejumlah mahasiswa yang menamakan dirinya Kelompok Cipayung Plus, berisi 12 organisasi mahasiswa bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 23 Maret 2022. Kelompok ini merasa sangat bangga dan terhormat bisa bertemu langsung dengan Jokowi.
Dalam pertemuan tersebut, hadir Raihan Ariatama (PB HMI), Jefri Gultom (PP GMKI), Muhammad Abdullah Syukri (PB PMII), Benidiktus Papa (PP PMKRI), I Putu Yoga Saputra (PP KMHD), Abdul Musawir Yahya (DPP IMM), Wiryawan (PP HIKMAHBUDHI), Muhammad Asrul (LMND), Rafani Tuahuns (PB PII), Iqbal Muhammad Dzilal (HIMA PERSIS), Zaki Ahmad Rivai (PP KAMMI) dan Arjuna Putra Aldino (DPP GMNI).
“Kami mendapatkan energi positif kepemimpinan beliau yang sangat luar biasa hari ini,” demikian, salah satu ungkapan kebanggaan yang disampaikan Raihan Ariatama, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) yang mewakili kelompok ini, dalam keterangan usai pertemuan, Rabu, 23 Maret 2022.
Dalam pertemuan tersebut, Saudara Jokowi didampingi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Sebelum bertemu Jokowi, Kelompok Cipayung Plus ini tercatat lebih dulu bertemu Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet pada 22 Januari 2022.
Terlepas ada motif apa dibalik pertemuan tersebut, sebagai SENIOR pergerakan mahasiswa saya ingin menyampaikan pandangan sebagai berikut:
Pertama, pertemuan tersebut tidaklah mewakili eksistensi mahasiswa, gerakan, atau organisasi mahasiswa. Bahkan, saya meyakini pertemuan tersebut tidak pula sampai dapat mewakili eksistensi organisasi yang disebutkan hadir.
Dalam konteks aspirasi, pertemuan tersebut jelas sangat jauh dan sama sekali tidak mewakili aspirasi gerakan mahasiswa. Puji-puji yang disampaikan Saudara Raihan Ariatama kepada Saudara Jokowi, tidaklah mewakili aspirasi mahasiswa bahkan mungkin saja tidak mewakili HMI, apa lagi HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi).
Sepanjang sepengetahuan saya bergelut di HMI, HMI adalah organisasi mahasiswa yang melihat dinamika sosial dan politik dalam perspektif Islam dan keumatan. Menyampaikan pujian pada rezim yang terbukti zalim kepada Umat Islam, mengkriminalisasi ulama dan aktivis.
Bahkan pernah memenjarakan saya tahun 2019 hingga 2x masuk jeruji besi, menyerahkan kedaulatan kepada asing, memaksa ingin menambah usia kekuasaan tiga periode dengan modus menunda Pemilu, jelas bukanlah karakter mahasiswa pejuang, apalagi sejati.
Sosok pemimpin dan pencipta, hanya berdiri tegak di atas kepentingan Umat/Rakyat dan hanya berorientasi kepada kemaslahatan berdasarkan perspektif Islam dan ke-Indonesia-an.
Bahwa dalam konteks gerakan kemahasiswaan, sejatinya saat ini berbagai aspirasi mahasiswa yang melebur bersama gerakan rakyat justru sedang berfikir keras bagaimana mencari cara paling efektif untuk mengevaluasi kinerja rezim tanpa menunggu Pemilu 2024.
Terutama yang dipelopori ARM (Aliansi Rakyat Menggugat) yang dipimpin Daeng Wahidin (Presiden PPMI), Babeh Aldo, Muslim Arbi, Menu, Ida, Deasy, Leny, Ita, dll, juga ada pertemuan Tokoh Nasional spt Rocky Gerung, Syahganda, Jumhur Hidayat, Ferry Juliantono, dan Andrianto Humanika.
Berbagai kebijakan zalim rezim dari soal penanggulangan pandemi Covid-19, proyek IKN, ngotot tunda pemilu, wacana tiga periode, kriminalisasi terhadap ulama, aktivis, hingga gerakan Islam, dan banyak alasan lagi yang menjadi pertimbangan untuk segera mengevaluasi rezim.
Terutama langkanya minyak goreng yang sangat meresahkan ibu-ibu menjelang bulan puasa dan Idul Fitri kiranya mutlaq perlu kelancaran minyak goreng tersebut. Saya perlu bersuara agar segenap umat tidak memiliki pandangan keliru tentang aspirasi yang sedang berkembang ditengah gerakan mahasiswa.
Sejatinya, pertemuan segelintir mahasiswa yang mendatangi pintu-pintu istana sama sekali tidak mewakili kepentingan dan aspirasi mahasiswa. Selain itu, perlu saya tegaskan kepada segenap mahasiswa yang lurus dan Istiqomah menapaki jalur perjuangan yang melelahkan.
Agar tidak melemah hanya karena manuver politik secuil mahasiswa yang mencoba peruntungan menjadi politisi berjubah almamater mahasiswa. Mereka, bukan dan tidak sama sekali mewakili suara mahasiswa.
Kedua, pertemuan semacam ini di tengah kondisi keterpurukan negeri sungguh merupakan ironi dan pengkhianatan pada nurani perjuangan mahasiswa. Tidaklah layak, mahasiswa menggadaikan idealisme hanya demi remah-remah istana.
Dalam dialektika pergerakan mahasiswa, saya selalu berupaya mengingatkan kepada mahasiswa dan Umat/Rakyat tentang pentingnya sinergi untuk melakukan gerakan perubahan. Pertemuan yang dilakukan segelintir mahasiswa di istana telah mencoreng kejujuran, kebenaran, dan keadilan serta kelurusan perjuangan, pembelokan orientasi yang sangat mudah untuk dibaca oleh siapapun.
Hal yang demikian tidak boleh didiamkan dan apalagi seolah menjadi legitimasi kedzaliman rezim. Saya TERPAKSA harus menulis kritik melalui artikel ini, agar gugur tanggung jawab dakwah untuk menyuarakan kebenaran dan menasehati junior-junior saya di pergerakan mahasiswa.
Ketiga, namun ini yang perlu juga oleh kawan-kawan mahasiswa ketahui dan publik perlu mengerti, pertemuan segelintir mahasiswa di istana tersebut sebenarnya konfirmasi kegalauan rezim. Rezim terus berupaya untuk bermain citra guna mempertahankan legitimasi kekuasaannya.
Boleh jadi, hal tersebut justru, Insya Allah, menandakan makin dekatnya saat bagi kejatuhan rezim. Sebab, ajal kekuasaan itu terserah ALLAH SWT. ALLAH SWT Berfirman:
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki.” [QS. Ali ‘Imran Ayat 26]
Karena itu, meskipun aroma busuk dan amisnya pengkhianatan ini sangat menjijikkan, tetapi kita tak pernah boleh berhenti berharap. Sesungguhnya, di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Dan melalui tulisan ini penulis kabarkan kepada rezim, kalian bisa menyulap kebenaran tapi tak bisa menipunya.
Kalian bisa mengunggah citra dan dukungan, tetapi kemarahan rakyat itu nyata terjadi dan dirasakan yang sebentar lagi mungkin meledak. Bahwa ingatlah, ajal kekuasaan pasti akan datang setidak ajal kematian dirimu sendiri.
(Copas dengan sedikit editing)
(Menambahkan sedikit bahwa sungguh menjijikkan ketika segerombolan anak bau kencur sudah mulai belajar jadi penjilat & pengkhianat. Catat nama mereka, kelak jgn diberikan amanah untuk menjadi memimpin negeri ini. Bagi Rakyat Indonesia, buka mata bahwa REZIM INI MEMANG DZALIM! Jgn bangga apabila bisa dekat dengan rezim ini, periksa hati kalian, jangan2 ada kemunafikan bercokol di situ!)
*) Ketua Umum TPUA, Mantan Ketua Umum PB HMI periode tahun 1986 sd 1988
sumber: WAGroup ALUMNI HMI (postSabtu26/3/2022/atimusxl)