Keterlibatan lingkar istana dalam melakukan setting munculnya usulan penundaan Pemilu 2024 mulai kental terasa. Sebuah pemberitaan berjudul Tangan Pemerintah di Balik Desain Tunda Pemilu 2024 menggambarkan adanya dugaan usulan penundaan pemilu dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) muncul usai mendapat arahan dari seorang menteri koordinator di Kabinet Indonesia Maju.
semarak.co-Di mana pada 13 Februari 2022, Zulhas mengumpulkan 4 pejabat teras PAN dan menceritakan pertemuannya dengan Menko Kemaritiman dan Investasi (Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan. Diberitakan bahwa dalam pertemuan itu Zulhas mengaku diundang Luhut khusus membicarakan usulan penundaan pemilu dan pilpres 2024.
Kemudian PAN diminta untuk ikut mendukung dan menyampaikan ke publik dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemenangan Pemilu yang digelar 15 Februari lalu. Alasannya, karena Presiden Jokowi diklaim sudah setuju.
“Ha..ha.. ternyata si Abang biangnya (usulan pemilu ditunda),” sindir ekonom senior Rizal Ramli mengomentari artikel tersebut lewat twitter pribadinya, pada Rabu (2/3/2022) seperti dilansir politik.rmol.id/read/Rabu, 02 Maret 2022, 11:29 WIB.
Kepada Menko Luhut, Rizal Ramli mengingatkan bahwa teknik semacam ini sudah usang. Sementara tujuan dari penggunaan teknik mencocok hidung kerbau tersebut hanya akan merusak tatanan demokrasi Indonesia.
“Bang Luhut, teknik cari orang bermasalah sehingga bisa jadi kerbau yang diikat hidungnya. Sudah kuno, merusak demokrasi, melawan konstitusi dan amanah demokrasi,” tegas Rizal Ramli yang mantan Menko Perekonomian era Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Rizal Ramli yang pernah sama-sama duduk di kabinet Gus Dur dengan Luhut Pandjaitan meminta agar cara semacam ini dihentikan. Dia meminta Luhut mengingat dan melaksanakan dengan benar ajaran Gus Dur. “Sudahlah, inget Gus Dur ajarkan keadilan dan demokrasi,” tutupnya.
Isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden seperti dilontarkan sejumlah elit politik, yang berujung dengan munculnya klaim Big Data dari Menko Marvest Luhut semakin membuat banyak pihak mencurigai adanya agenda terselubung dari elit penguasa untuk terus mempertahankan kekuasaannya.
Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) Lieus Sungkharisma melanjutkan, meski dengan melanggar undang-undang dan konstitusi negara. Pernyataan tegas itu dilontarkan.
Menurut Lieus, apa yang diungkapkan Menko Marvest Luhut soal Data 110 juta netizen yang menginginkan pemilu ditunda dan masa jabatan presiden diperpanjang, tidak lepas dari rangkaian pernyataan sebelumnya oleh sejumlah elit politik yang ingin penundaan pemilu dilakukan.
“Para elit politik itu sebenarnya tau bahwa gagasan penundaan pemilu tidak konstitusional dan melanggar undang-undang. Tapi demi memenuhi ambisi pribadi untuk terus berkuasa, mereka tak peduli lagi soal itu,” ujar Lieus dirilis melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Kamis (17/3/2022).
Luhut sendiri, tambah Lieus, demi menguatkan ambisi untuk terus berkuasa itu, kemudian melontarkan pernyataan yang katanya memiliki data tentang 110 juta nitizen yang menghendaki pemilu ditunda dan jabatan presiden diperpanjang.
“Para elit penguasa itu sedang main pingpong. Saling lempar bola. Saya minta janganlah terus membohongi rakyat. Para elit politik, berhentilah membohongi publik. Para elit politik saat ini sedang mempermainkan perasaan rakyat,” nilai Lieus yang mantan tim kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Sandiaga Uno.
Dilanjut Lieus, “Lihat saja, Luhut mengaku punya data. Tapi ketika diminta membukanya dia menolak. Inikan pembohongan namanya. Kalau benar, yang namanya data itu ‘kan hak publik. Ya buka saja. Tapi kenapa Luhut keberatan?”
Seperti diketahui, Menko Marvest Luhut mengklaim punya data besar yang berisi suara 110 juta pengguna media sosial ingin pemilu 2024 ditunda. Namun ketika dalam satu acara di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Selasa (15/3/2022) wartawan meminta Luhut membukanya, Luhut justru menolaknya.
“Buat apa dibuka?” kata Luhut menepis pertanyaan wartawan.
Hal itulah yang membuat Lieus merasa para elit yang kini lagi berkuasa sedang mempermainkan perasaan rakyat dengan menggiring opini seolah-olah mayoritas rakyat negeri ini menghendaki pemilu ditunda. “Padahal para elit itulah yang ingin mempertahankan kekuasaannya,” tutur Lieus.
Apalagi, jelas Lieus, big data Luhut itu dibantah langsung oleh data yang ada di DPD RI. “Data Luhut sangat jauh berbeda dengan data yang dimiliki Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti,” kata Lieus.
Seperti diketahui, La Nyalla menyebut klaim Luhut itu tidak dapat dibenarkan. “Berdasarkan analisa big data yang kami miliki, percakapan tentang Pemilu 2024 di platform paling besar di Indonesia yaitu Instagram, YouTube dan TikTok tidak sampai 1 juta orang,” ujar La Nyalla.
Karena itulah Lieus meminta Luhut dan para elit partai politik berhenti mewacanakan penundaan pemilu apalagi ingin memperpanjang jabatan presiden. “Patuhi dan jalani saja apa yang sudah diamanatkan oleh konstitusi dan undang-undang. Para elit politik jangan bikin negeri ini semakin gaduh dengan pernyataan-pernyataan kontra produktif seperti itu,” katanya. (smr/net/rmo)