Tolak Divaksin Minta Ditembak, Ibu di Medan Luapkan Kecewa Lewat Medsos dan Dinkes Garut Belum Simpulkan

Ilustrasi vaksin Covid-19. foto: internet

Penolakan vaksinasi anak terjadi dimana mana, tulis akun Tetesan Tinta Ida memulai pernyataan, pemerintah tidak boleh sepihak. Gelombang penolakan vaksinasi anak terjadi di Tasikmalaya, Bandung, Boltim, Jakarta, dan banyak lagi telah membuka tabir bahwa kepentingan bisnis dianggap lebih penting dari pada keselamatan rakyat.

semarak.co-Puncaknya pada hari Kamis 27 Januari 2022, rakyat yang didominasi emak-emak tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) kembali mendatangi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk yang ketiga kalinya dan itupun tidak ditemui Kemenkes selaku otoritas yang menangani kasus Covid-19.

Bacaan Lainnya

Kasus meninggalnya anak-anak setelah divaksin Covid-19 tidak boleh dianggap enteng dan seharusnya pihak kepolisian juga tidak etis terlibat langsung ikut memberikan tekanan pada rakyat hingga mendatangi rumah warga, ikut vaksin atau tidak itu sebuah pilihan dan sebagai hak azasi warga yang melekat sejak lahir.

Kita hidup di negara demokrasi bukan negara yang totaliter atau berpaham fasisme. Demokrasi yang cacat, demokrasi yang gagal pastilah disebabkan ada kebusukan yang digunakan atas nama demokrasi. Dimana kata demokrasi yang sebenarnya jika untuk berpendapat saja tak di terima, tak di gubris, tak di dengar. Apa sistem yang digunakan sekarang otoriter?

27 Januari 2022, Kamis, jam 10.00 hingga sore, ARM kembali hadir di Kemenkes dan rupanya benar. Pemerintah tetap tak mau rakyat hadir untuk berdiskusi memperjuangkan nasib anak-anak bangsa dengan segala kesombongannya mereka menutup diri.

“Padahal janji yang sudah mereka ucapkan tgl 22 Desember 2021 untuk membuka ruang dan waktu memberi kami kesempatan untuk berdiskusi. Ternyata bohong, mereka inkonsisten terhadap janji mereka sendiri,” tulis ARM, seperti dikutip Jumat (28/1/2022).

Intinya rezim atau pemerintah ini akan jalan terus dengan apa yang sudah diputuskan, terlepas dari apakah kebijakan yang sudah diputuskan itu berdasarkan ahli kesehatan atau bukan. “Kemenkes pasti akan mengambil jalan yg sudah diputuskan oleh rezim,” keluhnya.

“Mereka tak peduli sekeras dan segigih apa rakyat menolak, rakyat protes, rakyat menjadi korban. Pada 27 Januari 2022, Kemenkes tetap tidak bergeming, tidak mau menerima rakyatnya, ini bukti Kemenkes sudah di bawah ketiak oligarki,” seru Ida dari perwakilan ARM.

Dilanjutkan Ida, “Apa susahnya berdialog dengan rakyat jika mereka tak menyembunyikan sesuatu, apa susahnya menerima delegasi rakyat jika mereka tidak bersalah, apa susahnya berbicara dengan rakyat jika mereka punya jawaban dan data yang benar?”

Rakyat hanya minta hak hidup anak-anak mereka, lanjut tulisan Ida, rakyat tidak mau anak-anaknya jadi kelinci percobaan program vaksinasi yg sudah di kanter para dokter di belahan dunia. Sampai detik ini masih menjadi misteri bagi rakyat, apa sebenarnya yang disembunyikan Kemenkes

Diam bukan solusi, semakin rakyat diam maka akan semakin besar kesewenang wenangan mereka untuk rakyat. ARM akan selalu berada di garda terdepan membela hak hak hidup anak Negeri untuk mengkritisi setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang tidak pro rakyat.

Ada waktu dimana kezaliman akan musnah dan ada waktunya kebenaran akan terlihat. Kejujuran, kebenaran, dan keadilan sudah hilang di negeri ini. Dan sebagai rakyat yang masih punya hati, masih punya empati, masih peka terhadap nasib anak-anak negeri, terhadap nasib bangsa sudah waktunya mengambil peran dan membuktikan jika kedaulatan ada di tangan rakyat.

“Aliansi Rakyat Menggugat tak akan pernah bosan dan capek untuk kembali datang di gedung Kemenkes menuntut janji mereka sekalipun rakyat harus lompat pagar lagi dan menginap di gedung itu, gedung mewah milik rakyat,” kecam Id@.ARM.

Sebelumnya beredar video seorang wanita menolak mendapat vaksin Covid-19 di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara (Sulut) di media sosial. Dalam video viral itu, wanita yang diketahui seorang ibu rumah tangga (IRT) itu bersikeras menolak divaksin saat petugas mendatangi rumahnya.

Ngotot tak mau divaksi Covid-19, wanita itu bahkan meminta polisi yang ada saat itu menembak dirinya. Kepolisian Daerah (Polda) Sulut angkat bicara terkait video viral aksi yang dilakukan wanita tersebut.

Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast mengatakan, kejadiannya di Desa Kayumoyondi Dusun II, Kecamatan Tutuyan, Kabupaten Boltim, Selasa siang (25/1/2022). Informasi diperoleh, saat itu Sangadi (kepala desa) bersama Perangkat Desa Kayumoyondi dan personel Polres Boltim, sedang melaksanakan upaya percepatan vaksinasi di wilayah Tutuyan.

Kemudian, mendatangi salah satu rumah warga yang belum disuntik vaksin dan menyampaikan imbauan serta ajakan secara baik-baik. “Namun, justru warga (wanita) tersebut menolak dengan keras,” ujar Jules seperti dilansir kompas.com – 27/01/2022, 09:11 WIB.

Bahkan, ibu rumah tangga yang dalam video tampak emosional tersebut, memarahi perangkat desa dan petugas kepolisian, serta menganggap ajakan untuk vaksinasi ini seolah-olah sebagai pemaksaan. “Tidak ada pemaksaan. Pihak pemerintah desa dan kepolisian saat itu hanya mengimbau yang bersangkutan untuk mengikuti vaksinasi di lokasi terdekat,” tegas dia.

Menurut Jules, ibu rumah tangga tersebut menolak keras karena belum menyadari betapa pentingnya vaksinasi massal yang diprogramkan pemerintah demi menekan laju penyebaran Covid-19. Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat ibu rumah tangga tersebut masih emosional dan belum bisa menerima, petugas gabungan meninggalkan lokasi dan melanjutkan tugas di tempat lain.

“Kami terus bersinergi dengan pihak-pihak terkait juga termasuk melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk melakukan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya vaksinasi,” sebut Kombes Pol Jules Abraham Abast.

Sebelumnya diberitakan, kejadian tersebut juga dibenarkan otoritas kesehatan daerah setempat. “Itu kejadian di Kayumoyondi, Kecamatan Tutuyan,” kata Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Boltim, dr Hamdan, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/1/2022).

Hamdan mengatakan, memang sudah berapa kali petugas kesehatan dan polisi mendatangi rumah warga tersebut diajak untuk divaksin. Menurut Hamdan, tinggal ibu tersebut yang belum divaksin di keluarganya.

“Tepi memang ibu ini tidak mau divaksin. Mungkin karena kesal sering didatangi petugas sehingga ibu itu marah hingga histeris. Anak-anak dan suami sudah divaksin. Ibu itu belum divaksin sama sekali,” sebut dia.

Beredar postingan di media sosial ada anak berusia 10 tahun yang meninggal dunia usai divaksin. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara (Sumut), membantah informasi tersebut.

“Bukan karena vaksin, dia itu kena demam berdarah,” kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai Ali Azhari kepada wartawan, Selasa (25/1/2022) seperti dilansir detik.com/Selasa, 25 Jan 2022 18:29 WIB.

Data tersebut berdasarkan dari laporan yang diterima oleh pihak Dinkes dari rumah sakit yang menangani pasien. Azhari mengatakan anak itu memang positif DBD. “Jadi dia di Rumah Sakit Hadi Husada, diperiksalah ternyata (antibodi) IgG-nya sudah positif, menandakan dia sudah positif kena DBD dan leukositnya juga turun,” ujarnya.

Terkait laporan tersebut, kata Azhari, Dinkes telah melakukan fogging di seputar lingkungan tinggal korban untuk meminimalkan dampak demam berdarah secara luas. Sebelumnya, sebuah unggahan berisi narasi anak meninggal dunia setelah divaksin dengan gejala demam hingga mengeluarkan darah dari hidung dan mulut viral di media sosial dan ramai dibagikan.

Dilihat detik.com, Selasa (25/1/2022) unggahan itu dibagikan akun @Ray AL-Gaffar. Dalam unggahan tersebut ia menyoal soal kebijakan vaksinasi dilakukan terhadap anak sementara imunitas tubuh mereka berbeda saat dilakukan vaksin.

Tangkapan layar viral di sosial media sebut anak meninggal usai divaksin. Foto: dok istimewa di internet

“JANGAN KALIAN KASIH ANAK KALIAN VAKSIN…bila itu dibilang DBD kalau DBD bila badannya bintik” ini badannya mulus tidak ada tanda merah…setelah vaksin sang anak ngedrop demam hari ketiga satu mnggu kemudian mengeluarkan darah dari hidung dan mulut yg ga berenti ternyata pembuluh darah otak sudah pecah. Disini aku mau bertanya sekarang anak MATI siapa yg tanggung jawab…aku tidak menyalah kan pihak sekolah krna mereka bekerja terpaksa harus melakukan ini…sekarang apa kami harus diam anak kami mati…disini saya mau bertanya kepada pemerintah kota Tanjung balai kenapa anak anak hrus divaksin imun tubuh anak itu tidak sebanding sama orng dewasa sedangkan yg dewasa pun lemas tidak berdaya apalagi anak…,” demikian isi dari narasi postingan tersebut.

Akun Ray AL Gaffar yang dimintai konfirmasi wartawan membenarkan isi tulisan yang diunggahnya. Dia mengatakan anak yang dimaksud dalam unggahannya merupakan anaknya sendiri berinisial SS berusia 10 tahun. “Kelas 4 SD, meninggalnya tanggal 23 (Januari). Itu anak kami. Dia setelah seminggu divaksin ada merasakan sakit di kepala,” ujarnya.

Pihak keluarga kemudian membawakan SS ke dokter dan dinyatakan oleh dokter meninggal dunia karena demam berdarah (DBD) dan tak lama meninggal dunia. “Jam 1 siang dirawat di rumah sakit di Tanjungbalai, jam 7 malam di rujuk ke Medan, jam 6 pagi meninggal,” terangnya.

Mengutip kompas.com – 23/01/2022, 19:40 WIB/Seorang siswa sekolah dasar (SD) di Kabupaten Garut, dilaporkan sakit hingga meninggal usai lima hari pasca divaksin Covid-19. Pemerintah Kabupaten Garut pun saat ini tengah melakukan penelusuran penyebab meninggalnya siswa SD tersebut.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Leli Yuliani mengungkapkan, pihaknya menerima laporan adanya anak yang berusia 7 tahun, diduga meninggal dunia setelah sempat sakit dan dirawat di puskesmas, pada beberapa hari usai menerima vaksin.

“Tujuh tahun, anak perempuan, dia itu divaksin Sabtu (15/01/2022), masuk Puskesmas tanggal 19 karena muntah-muntah,” jelas Leli saat dihubungi wartawan kompas.com lewat telepon genggamnya, Minggu (23/01/2022).

Kemudian, pada tanggal 20 Januari 2022, anak tersebut diperiksa dokter dan kondisinya mulai membaik dengan keluhan mulai berkurang. Namun pada tanggal 21 Januari 2022 pagi, saat dokter kembali memeriksa, anak itu kembali muntah-muntah disertai sakit kepala. “Kemudian dilakukan cek lab, sorenya kondisi anaknya nge-drop, pukul 17.35 pasien dinyatakan meninggal dunia,” katanya.

Leli menuturkan, pihaknya belum bisa menyimpulkan penyebab meninggalnya anak tersebut. Menurutnya, tim KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) yang dibentuk Pemkab Garu mulai melakukan penelusuran dan mendiskusikan penyebab kematian anak tersebut hari ini (23/1/2022). “Jadi kita belum bisa memberikan keterangan ini dari mana penyebabnya, belum tentu karena vaksin,” katanya.

Leli menuturkan, saat dilakukan vaksinasi, anak tersebut dinyatakan lolos screening oleh dokter. Namun, pihaknya juga belum bisa memastikan apakah saat divaksin anak tersebut didampingi orangtuanya atau tidak. “Kita ada ketentuan saat divaksin ditemani orangtua, saya belum menanyakan saat divaksin ditemani orangtua atau tidak,” katanya.

Leli menambahkan anak tersebut divaksin di sekolahnya. Sementara, ibu dari sang anak tersebut dikenal sebagai kader Posyandu di daerahnya dan pihaknya baru menerima laporan satu kasus kejadian seperti ini. “Kita masih menelusuri, belum bisa memastikan apa penyebabnya,” tegas Leli. (net/kpc/dtc/smr)

 

sumber: WAGroup PERKOKOH PERSATUAN MUSLIM (postJumat28/1/2022/rams)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *