Membahas Politik di Hadapan Masyarakat Awam

Grafis ilustrasi ceramah membahas politik. foto: muslim.or.id

Oleh Yulian Purnama *

semarak.co-Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Bacaan Lainnya

Soal:

Banyak majelis yang membicarakan masalah politik di dalamnya. Ketika mereka dinasehati agar tidak melakukan demikian, mereka mengatakan: “politik itu bagian dari agama”. Bahkan terkadang mereka terjatuh dalam perbuatan ghibah. Dan yang membedakan majelis mereka (dengan majelis politik lainnya) adalah di dalamnya terdapat dzikrullah. Bagaimana pendapat anda mengenai orang yang duduk dalam majelis tersebut?”

Jawab:

Saya berpandangan bahwa berbicara mengenai politik di halaman masyarakat awam itu adalah sebuah kesalahan. Karena politik itu ada orang-orang khusus yang kompeten membahasnya. Yaitu orang-orang yang memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan. Adapun menyebarkan masalah politik di kalangan orang awam dan di majelis-majelis, ini menyelisihi petunjuk salafus shalih.

Tidak pernah Umar bin Khathab, dan juga khalifah sebelum beliau yaitu Abu Bakar radhiallahu’anhum, membahas masalah politik di hadapan masyarakat banyak, yang pembahasan tersebut diikuti oleh orang kecil, orang besar, orang pandai dan orang bodoh. Sama sekali tidak pernah! Dan tidak mungkin menjalankan politik dengan cara demikian.

Politik itu memiliki orang-orang khusus yang berpengalaman di dalamnya, yang memahami masalah dan mereka dikenal kompetensinya. Mereka juga memiliki hubungan dengan luar negeri, juga dalam negeri, yang wawasan seperti ini tidak diketahui kebanyakan orang.

Tidak semestinya para pemuda, dan juga yang selain para pemuda, mencurahkan dan menyia-nyiakan waktu mereka dalam al qiil wal qaal (baca: isu-isu politik) seperti ini, yang tidak faidahnya sama sekali. Dalam masalah politik, terkadang suatu action dari seseorang (dari pejabat, atau pemerintah, red.) itu tampak salah bagi kita namun bagi dia itulah action yang benar.

Karena ia mengetahui apa yang kita tidak ketahui. Dan perkara yang demikian ini nyata dan fakta. Dan orang-orang yang gemar membicarakan politik umumnya mereka menyimpulkan sesuatu dari sumber berita yang tidak ada asalnya dan tidak ada faktanya.

Melainkan sekedar waham (imajinasi) yang pikiran mereka, kemudian mereka membangun pendapat dan pembicaraan di atasnya. Sehingga mereka pun mengikuti sesuatu dengan tanpa ilmu. Allah Ta’ala berfirman:

{وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً}

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS. Al Isra: 36).

Adapun mengenai bermajelis dengan mereka, jika memang majelis mereka isinya adalah dzikrullah, maka silakan bermajelis dengan mereka. Namun jika mereka mulai membicarakan masalah ini (politik) yang tidak ada faidah di dalamnya, maka yang pertama dilakukan adalah menasehati mereka. Jika mereka mau mendengar nasehat, inilah yang diharapkan. Jika tidak, maka tinggalkan mereka.

Kemudian juga jika kehadiranmu dalam majelis mereka yang diklaim sebagai majelis dzikir, bisa membuat mereka tertipu dengan diri mereka sendiri atau bisa membuat orang-orang lain tertipu.

Sehingga dikatakan: “kalau majelis ini tidak baik, tentu si Fulan dan si Fulan tidak akan menghadirinya”, maka janganlah menghadiri majelis tersebut walaupun tujuanmu untuk menghadiri majelis dzikir. Karena pintu-pintu dzikir itu banyak walhamdulillah.

Teks fatwa:

أنا رأيي: أن الكلام في السياسة في عامة الناس خطأ؛ لأن السياسة لها رجال وأقوام، رجالها ذوو السلطة والحكم، أما أن تكون السياسة منثورة بين أيدي العوام وفي المجالس، فهذا خلاف هدي السلف الصالح، فما كان عمر بن الخطاب ومن قبله كـ أبي بكر رضي الله عنهما يبثون سياستهم في مجامع الناس يذوقها الصغير والكبير والسفيه والعاقل، أبداً! ولا يمكن أن تكون السياسة هكذا، السياسة لها أقوام متمرسون فيها يعرفونها ويعرفون مداخلها، ولهم اتصال بالخارج، واتصال بالداخل، لا يعرفه كثير من الناس.

ولا ينبغي للشباب وغير الشباب أن يمضوا أوقاتهم ويضيعوها في مثل هذا القيل والقال الذي لا فائدة منه، ثم إنه قد يبدو لنا مثلاً أن صنيع واحد من الناس خطأ وقد يكون الصواب معه؛ لأنه يعلم من الأمور ما لا نعلم نحن، وهذا شيء مشاهد مجرب، وغالب الذين يتكلمون بالسياسة إنما يستنتجونها من أشياء لا أصل لها ولا حقيقة لها، وإنما هي أوهام يتوهمونها ثم يبنون عليها ما يتكلمون به، فيقفون ما ليس لهم به علم، وقد قال الله تعالى: {وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً} [الإسراء:36] .

أما الجلوس معهم فما داموا على ذكر فاجلس معهم، وإذا قاموا يخوضون هذا الخوض الذي لا فائدة فيه فانصحهم أولاً، فإن اهتدوا فهذا هو المطلوب، وإلا ففارقهم، ثم إذا كان حضورك مجالسهم التي للذكر يؤدي إلى أن يغتروا بأنفسهم أو أن يغتر بمجيئك إليهم غيرهم فيقال: لولا أن هؤلاء على خير ما جاء إليهم فلان ولا فلان، فلا تأتي إليهم أيضاً حتى للذكر؛ لأن أبواب الذكر -والحمد لله- كثيرة.

sumber: rekaman Liqaa Baabil Maftuh, No.96, dari laman: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=129921

*) penulis adalah Penerjemah

 

sumber tulisan/artikel: muslim.or.id/-membahas-politik-di-hadapan-masyarakat-awam (Updated: 29 April 2021) di WAGroup PAMEKASAN GERBANG SALAM (postSabtu22/1/2022/wahyumuhammadramadhan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *