Pembentukan Bank Tanah akan menjadikan lembaga ini sebagai instrumen pemerintah dalam menyiapkan dan mengatur tanah, serta meningkatkan keoptimalan pemerintah dalam fungsi land manager. Bank Tanah juga akan menjawab persoalan kebutuhan tanah, demi menjamin ketersediaan tanah untuk berbagai kepentingan dapat terwujud.
semarak.co-Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Himawan Arief Sugoto mengatakan, ini seiring dengan adanya kebutuhan akan tanah untuk pembangunan nasional bagi kepentingan umum.
Lebih lanjut, Sekjen Kementerian ATR/BPN mengungkapkan bahwa jika dilihat dari potensi tanah, yang akan masuk di Bank Tanah begitu banyak. Namun, harus dipetakan dan dilihat potensi tersebut sehingga tanah yang dikelola sebagai prioritas dapat segera dikembangkan.
Sesuai amanah UUCK (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020) dan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 serta Raperpres yang sudah hampir final, kata Himawan, saatnya kita mulai memetakan dan mendapatkan potensi tanah.
Kita perlu melakukan inventarisasi secepat mungkin sehingga saat badan hukum terbentuk, potensi tanah-tanah yang sudah diprediksi sudah bisa kita masukan ke dalam Bank Tanah,” ungkap Himawan dalam pembukaan kegiatan Koordinasi Perolehan Tanah Badan Bank Tanah di Pulau Jawa yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) secara daring, Kamis (16/12/2021).
Dalam pengidentifikasian tanah, kata dia, harus jelas dan tidak ada okupasi warga. “Kita akan identifikasi dan harus diimbangi yang fresh land dan tidak ada okupasi warga. Kalau ada yang okupasi, bisa langsung masuk dalam program redistribusi. Ini suatu gambaran peluang yang sudah lama, harusnya lebih cepat sehingga potensi pemerintah punya tanah cadangan lebih besar,” imbuhnya.
Direktur Jenderal PTPP Kementerian ATR/BPN Embun Sari mengatakan, terkait skema kerja Badan Bank Tanah nantinya. Hal tersebut antara lain memiliki kewenangan dalam rencana induk, memberi kemudahan perizinan, pengadaan tanah, serta tarif pelayanan.
Tanah-tanah dalam Bank Tanah akan diberi Hak Pengelolaan (HPL) dan di atas HPL dapat dikerjasamakan. Kalau dengan kerja sama pihak ketiga, HPL itu biasanya kan pemberian. HGB (Hak Guna Bangunan) di atas HPL pemberian sampai perpanjangan saja. Bedanya dengan Bank Tanah, ada pemberian, perpanjangan, dan pembaruan.
“Kalau itu sudah dimanfaatkan serta bisa diberikan sekaligus, dapat menjadi penarik berbeda,” kata Embun Sari seperti dirilis humas Kementerian ATR/BPN melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Jumat (17/12/2021).
Sebelumnya disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo telah banyak terwujud pembangunan infrastruktur dalam membangun negeri. Mulai dari akses transportasi, solusi untuk penanggulangan banjir di berbagai daerah, juga akselerasi perekonomian masyarakat.
Tentunya diketahui bersama dari seluruh proyek untuk infrastruktur tersebut, semuanya terbangun di atas tanah dan pastinya membutuhkan tanah. Oleh sebab itu, Kementerian ATR/BPN sebagai lembaga negara yang menyelenggarakan urusan pertanahan dan tata ruang harus memastikan beberapa aspek dalam proses pembangunan infrastruktur.
“Kami harus pastikan ketersediaan lahan untuk proyek-proyek infrastruktur tersebut, harus tersedia melalui proses pengadaan tanah,” terang Embun Sari dalam talkshow CoffeeBreak yang tayang secara langsung di TV One dengan tema Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur Negeri pada Jumat (17/12/2021).
“Selain itu, juga tata ruangnya. Pembangunan harus sejalan dengan tata ruang dan kebijakan tata ruang itu ada di kami. Jadi, kaitan kami ada di penyediaan tanahnya, tentang tata ruang pun harus terintegrasi. Pembangunan itu harus sustainable, tidak boleh mengabaikan lingkungan dan harus sesuai dengan tata ruang,” tambahnya.
Lebih lanjut, Embun Sari menjelaskan proses pengadaan tanah ialah untuk memastikan lahan itu tersedia melalui ganti rugi yang layak dan adil. Selama ini, ganti kerugian dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012.
Namun dengan dinamika yang ada, ketentuan tersebut disempurnakan kembali melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Apakah itu diubah, dihapus, atau diatur kembali dalam memastikan pengadaan tanah ini tetap berjalan lancer,” ujar Embun Sari dirilis dan WAGroup yang sama.
“Kalau pengadaan tanah berjalan dengan lancar, pembangunan infrastruktur dapat terbangun dan akhirnya, berujung kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutur Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan melanjutkan.
Proses pengadaan tanah sejatinya melalui tahapan yang panjang. Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan mengungkapkan proses pengadaan tanah melalui empat tahapan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan hingga penyerahan hasil.
Dalam tahapan tersebut juga memerlukan peran banyak pihak, antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, para pemangku kepentingan terkait, juga masyarakat itu sendiri. “Banyak pihak terlibat di berbagai tahapan itu. Panjang memang prosesnya, tapi pemerintah memastikan masyarakat tidak dirugikan dan pembangunan tetap berjalan,” katanya.
Salah satu yang terlibat di dalam proses pengadaan tanah serta memiliki peranan yang juga penting ialah para profesional penilai publik dan penilai pertanahan. Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan mengungkapkan, para penilai tersebut adalah orang perseorangan yang secara profesional dapat menilai dan independen.
“Jadi, mereka yang menilai, bukan dari pemerintah, juga bukan masyarakat yang memutuskan. Profesionalah yang menentukan harga dan nilai ini secara adil berdasarkan nilai wajar serta nilai pasar, bukan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak, red),” jelas Embun Sari.
Terakhir, Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan mengungkapkan terkait capaian dalam proses pengadaan tanah, bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Berdasarkan data, kita ada 155 proyek strategis nasional yang sudah kita selesaikan pengadaan tanahnya dengan total luas kurang lebih 23.000 hektare, sedangkan yang nonproyek strategis nasional kurang lebih 10.000 hektare.
“Kita pun pada 2022, harus menyelesaikan sisanya karena pembangunan diharapkan Pak Presiden dapat selesai sampai dengan 2024. Pembangunan kan tidak berjalan kalau pengadaan tanahnya belum selesai,” pungkas Embun Sari. (jr/re/ls/ys/smr)