Meskipun saat ini dunia masih dilanda oleh pandemi Covid 19, beban yang ditimbulkan akibat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) tetap meningkat. Bahkan mereka yang menderita PPOK memiliki risiko tersendiri berkaitan dengan infeksi Covid 19.
semarak.co-Dr dr Susanthy Djajalaksana SpP(K) mengatakan, infeksi virus pada pasien PPOK dapat mencetuskan perburukan secara akut yang dikenal sebagai eksaserbasi. Pada penderita PPOK, eksaserbasi dapat menurunkan kualitas hidup, menurunkan fungsi paru, serta menimbulkan kematian akibat komplikasi PPOK.
“Pasien PPOK memiliki kerentanan terhadap infeksi virus, termasuk di antaranya virus penyebab Covid-19,” ungkap dr Susanthy saat konferensi pers dalam rangka peringatan Hari Pneumonia Sedunia dan Peringatan Hari PPOK Sedunia yang diselenggarakan PPDI, Rabu (17/11/2021) yang dilansir republika.co.id/Kamis 18 Nov 2021 07:48 WIB.
Tak heran jika, lanjut dr Susanthy, penderita PPOK yang positif Covid 19 sering kali dilaporkan mengalami penyakit dengan derajat yang lebih berat. Pasien Covid-19 dengan komorbid PPOK lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan yang memiliki penyakit bawaan TBC.
“Tidak jarang, penderita PPOK yang positif Covid-19 memerlukan perawatan intensif. Pada penderita Covid 19, diperkirakan antara dua hingga 13% di antaranya menderita PPOK. Data ini bervariasi di seluruh dunia dan sering kali bertolak belakang, menunjukkan PPOK sering tidak terdiagnosis.
Oleh karena itu, kata dia, penting mengenali penyakit secara dini agar dapat meningkatkan efektivitas pengobatan serta menurunkan risiko perburukan penyakit,” ungkap Susanthy yang juga sekretaris Kelompok Kerja (Pokja) Bidang Asma & PPOK PP Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
PPOK merupakan penyakit saluran pernapasan dengan sifat progresif. Penyakit ini berkaitan dengan pajanan terhadap asap rokok serta polusi udara. Pada 1990, data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan PPOK menempati urutan keenam sebagai penyebab utama kematian di dunia. Angka ini terus meningkat menjadi urutan kelima pada tahun 2002.
Setahun berikutnya, PPOK telah menempati urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) di dunia. Susanthy mengungkapkan, sebagian besar kematian akibat PPOK terjadi pada negara berkembang. “Kematian akibat PPOK diperkirakan akan terus meningkat ke depannya,” ujar Susanthy.
Hal ini terjadi terutama pada mereka yang berusia tua dan terus-menerus terpajan asap rokok maupun polusi udara. Susanthy mengungkapkan, saat ini PPOK terdiagnosis lebih dari 300 juta kasus di dunia dan 4,8 juta orang di antaranya ada di Indonesia. (net/rep/smr)