Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengaku tidak peduli terhadap polemik mengenai pemutaran film sejarah pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada 30 September 1965, atau bertajuk Gerakan 30 September (G30S/PKI). Gatot mengatakah bahwa apa yang dia perintahkan selaku Panglima TNI adalah melaksanakan sekaligus menyebarluaskan fakta-fakta nilai sejarah pada generasi muda.
“Perintah saya, mau apa memangnya. Biarin saja (ada polemik). Yang bisa melarang saya hanya pemerintah. Polemik dan ada penentangan dari berbagai pihak itu, emangnya gue pikirin (memangnya saya pikir/peduli). Politik dalam negeri apa dikatakan silakan,” jawab Gatot Nurmantyo saat dikonfirmasi wartawan terkait instruksi gerakan nonton bareng film G30S/PKI di seluruh jajaran hingga tingkat Kodim, Koramil, Babinsa usai ziarah Makam Proklamator Soekarno di Blitar, Jawa Timur, Senin (18/9).
Gatot menegaskan bahwa instruksi nobar film G30S/PKI adalah upaya TNI dalam meluruskan sejarah. “Kalau selama ini meluruskan sejarah, menceritakan sejarah tidak boleh, mau jadi apa bangsa ini?” kata dia.
Gatot kemudian mengutip kalimat bijak yang pernah dipopulerkan tokoh proklamator sekaligus Presiden pertama RI Soekarno atau Bung Karno. “Di makam ini, Bung Karno pernah mengatakan, jangan lupa Jas Merah. Jangan lupa jasa-jasa pahlawan,” ucapnya.
Terkait polemik yang berulang kali ditanyakan wartawan, Gatot menegaskan bahwa dirinya dan TNI memilih posisi abai. “Soal polemik, biarin sajalah. Tujuan kita tidak berpolemik kok. Tujuan saya hanya untuk mengingatkan pada generasi muda, prajurit-prajurit saya juga tidak tahu itu,” katanya.
Gatot menegaskan bahwa sejarah itu tidak boleh mendiskreditkan. Apa yang dia perintahkan dalam hal gerakan nobar film G30S/PKI hanya untuk mengingatkan saja. “Ini merupakan merupakan peringatan pada anak bangsa jangan sampai kejadian yang sama terulang kembali. Semua sangat meyakitkan, bukan mendiskreditkan siapa, bukan. Tapi agar seluruh anak bangsa generasi muda terutama, mengetahui bahwa kita pernah punya sejarah yang hitam dan banyak korbannya,” kata Gatot.
Dengan pemutaran ulang film yang bercerita pengkhianatan dan kekejaman PKI tersebut, ia berharap agar itu menjadi pelajaran bagi anak bangsa, sehingga hal serupa tidak sampai terulang kembali. “Bukan tidak mungkin (terjadi), tapi jangan sampai ini terulang kembali. Itu saja tujuannya, orang mempersepsikan lain itu terserah saja, tidak masalah. Bagi kami, bagi saya, hanya mengingatkan agar jangan sampai terulang kembali. Dengan menonton ini diharapkan agar masyarakat bisa mengingat kembali, jangan terprovokasi, jangan sampai terpengaruh apapun juga, mari bersama-sama merekatkan kesatuan dan persatuan,” ujarnya.
Film Pengkhianatan G30S/PKI dibuat tahun 1984. Pada September 1998, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mengumumkan film ini dihentikan peredaran dan pemutarannya karena berbau rekayasa sejarah dan mengkultuskan seorang presiden. Rencananya, pemutaran film dilakukan pada 30 September mendatang. TNI AD telah mengirim surat edaran ke seluruh jajarannya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Ketua umum Gerindra Prabowo Subianto memberi tanggapan soal rencana nonton bareng film G30S/PKI. Menurut Prabowo, semua bisa melakukan apa saja, selama dalam koridor demokrasi. “Ini negara demokrasi, menonton boleh, tidak juga tidak apa-apa,” beber Prabowo usai bedah buku berjudul ‘Nasionalisme Sosialisme Pragmatisme: Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo’ di Aula FEB UI Depok. Senin (18/9).
Prabowo berpesan, dalam kehidupan berbangsa, harus menghargai perbedaan. Jangan malah perbedaan menimbulkan perpecahan. “Ya perbedaan pendapat jadi biasa. Jadi tenang gitu. Jadi kita jangan mau diadu domba,” tegasnya.
Rencana nobar film G30S/PKI itu sendiri dilaksanakan TNI. Beberapa Kodim seperti di Bengkulu sudah woro-woro akan melakukan nonton bareng. Beberapa pihak, antara lain DPR, MUI, juga tokoh sejarawan mendukung pemutaran film itu. Namun ada juga pendapat yang menyampaikan, pemutaran film sebaiknya diiringi dengan diskusi. (ant/kum/lin)