Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mendukung pengembangan wisata edukasi di Desa Wisata Huta Tinggi, Samosir, Sumatera Utara (Sumut).
semarak.co-Sebagai salah satu bentuk dukungan, Menparekraf Sandi Uno memberikan sepasang kerbau untuk dikembangkan masyarakat dan pengelola desa wisata sebagai atraksi guna menarik minat kunjungan wisatawan.
Hal tersebut dilakukan Menparekraf Sandi Uno di sela visitasinya ke Desa Wisata Huta Tinggi, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Selasa (9/11/2021). Desa Wisata Huta Tinggi sendiri masuk dalam 50 besar desa wisata terbaik di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
“Desa ini identik dengan kerbau, namun belum memiliki kerbau. Maka per hari ini kita berikan sepasang kerbau sebagai bagian dari pengembangan wisata edukasi yaitu memerah susu kerbau. Kita beri nama Beauty dan Prince,” kata Menparekraf Sandi Uno seperti dirilis humas melalui WAGroup SiaranPers Kemenparekraf2, Rabu (9/11/2021).
Menparekraf mengatakan, kerbau menjadi ikon dari Desa Wisata Huta Tinggi sejak dahulu dan masih dilestarikan hingga sekarang oleh masyarakat setempat. Namun sayangnya, Desa Wisata Huta Tinggi sendiri belum memiliki inventaris desa berupa kerbau.
Karena selama ini, pengelola desa selalu menggunakan jasa kerbau milik warga desa. Biasanya kerbau betina dimanfaatkan untuk paket wisata edukasi yaitu memerah susu kerbau. Susu tersebut lalu diolah menjadi Dali ni Horbo atau Batak Cheese.
Sementara kerbau jantan difungsikan sebagai alat transportasi tradisional yang bisa digunakan oleh wisatawan dengan menungganginya. Aktivitas ini rupanya sangat diminati oleh wisatawan mancanegara, khususnya wisman Jepang. “Selain kerbau, juga ada kambing putih dan juga ada burung elang. Ini yang harus kita jaga sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark,” katanya.
Seperti diketahui, Desa Wisata Huta Tinggi yang berada di kawasan Danau Toba ini termasuk ke dalam Geosite UNESCO Global Geopark dan menyimpan beragam potensi pariwisata dan ekonomi kreatif. Sehingga tidak heran jika desa ini meraih predikat 50 desa wisata terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
ADWI sendiri adalah salah satu program utama yang dijalankan oleh Kemenparekraf/Baparekraf. Melalui program ini diharapkan mampu mewujudkan visi Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, dan mampu mendongkrak pembangunan daerah.
Menparekraf Sandi Uno pun menjelaskan, 50 desa wisata yang terpilih meraih predikat desa wisata terbaik ini merupakan prototipe dari tren pariwisata era baru. Dimana kualitas dan keberlanjutan lingkungan menjadi fokus utamanya.
“Selama ini ekonomi kita berkembang tapi ada peningkatan kesenjangan. Desa wisata ini kita yakini bahwa no one would left behind, semua akan kita perhatikan, semua harus kita sentuh, dan desa wisata ini adalah prototype pariwisata nature and culture, berbasis alam dan budaya,” jelasnya.
Untuk menuju Desa Wisata Huta Tinggi dapat ditempuh dengan menggunakan kapal feri dari Pelabuhan Ajibata ke Ambarita selama kurang lebih 40 menit. Dan dilanjutkan dengan jalur darat kurang lebih satu jam.
Setibanya di desa dengan luas 1.200 hektare, wisatawan akan disuguhkan pemandangan hamparan perbukitan hijau serta panorama Danau Toba yang sangat cantik, kerbau pun berlalu-lalang di kawasan desa, sehingga suasana pedesaan yang asri nan sejuk dapat dirasakan di dalamnya.
Desa ini juga berhadapan langsung dengan Gunung Pusuk Buhit yang masih dianggap sakral oleh Suku Batak hingga sekarang. Salah satu keunikan dari Desa Wisata Huta Tinggi terletak pada homestay yang menggunakan rumah adat khas batak.
Ternyata peminat wisatawan mancanegara khususnya dari Eropa jumlanya tergolong banyak. Dulunya rumah-rumah ini sempat ditinggalkan, lalu dimanfaatkan oleh pengelola desa untuk dijadikan homestay.
Rumah adat khas Batak biasa disebut dengan rumah bolon. Terbuat dari kayu dengan corak ukiran di dinding bagian depan. Kusen pintu dibuat rendah, karena dalam budaya Batak, desain pintu ini menunjukkan rasa hormat kepada pemilik rumah, sebelum tamu masuk ke dalam.
Jumlah anak tangga yang ada di depan rumah juga menjadi tanda kedudukan atau kasta dari pemilik rumah. Apabila jumlah anak tangga ganjil, artinya pemilik rumah adalah orang terpandang di suku Batak.
Desa Wisata Huta Tinggi juga kaya akan seni dan budaya. Seperti tari Tor Tor Somba, tarian ucapan syukur menyembah kepada Tuhan biasanya dilakukan diacara-acara formal, termasuk untuk penyambutan. Ditarikan oleh wanita diiringi oleh musik tradisional gondang.
Lalu Mossak, silat tradisional dari Batak yang menggambarkan persahabatan dan kekuatan. Mossak juga diiringi alat musik tradisional gondang. Menparekraf Sandiaga pun disambut dengan ragam tari tersebut.
Selain Dali Ni Horbo yang menjadi kuliner khas, adapula Dekke Naniura, makanan berbahan dasar ikan yang diolah tanpa menggunakan api. Dekke Naniura ini lebih dikenal dengan sebutan Batak Sushi.
Kemudian roti ketawa, cemilan khas Medan yang bentuknya mirip senyum karena ada belahan di bagian tengahnya. Makanan ini mirip dengan onde-onde namun bertekstur keras dan tidak berisi. Lalu ada kerupuk bawang, dan tuak atau Batak wine.
Bupati Samosir Vandiko Timotius Gultom menyampaikan terima kasih kepada Menparekraf yang bersedia datang ke Kabupaten Samosir, khususnya Desa Wisata Huta Tinggi. Dan memberikan bantuan berupa dua ekor kerbau.
“Semoga bantuan ini dapat diberdayakan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat dan juga semoga dengan kedatangan Pak Menparekraf, Huta Tinggi dapat kembali bergairah,” harap Bupati Samosir Vandiko dirilis humas Kemenparekraf2.
Turut mendampingi Menparekraf, Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf/Baparekraf Indra Ni Tua. Hadir Wakil Bupati Samosir Martua Sitanggang, Kapolres Samosir AKBP Josua Tampubolon.
Lalu Wakil Ketua DPRD Samosir Pantas Marroha Sinaga, Kajari Samosir Andi Adikawira Putra, Korwil Grup Astra Medan Aryo Ardianto, dan Kepala Dinas Budpar Provinsi Sumatera Utara Zumri Sulthony.
Di bagian lain Menparekraf Sandi Uno kagum melihat kekayaan dan keindahan alam di Desa Wisata Tipang yang terletak di kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara (Sumut). Desa Wisata Tipang adalah desa terakhir di Provinsi Sumatera Utara yang divisitasi oleh Menparekraf dalam kegiatan 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
Desa Wisata Tipang memang menawarkan keindahan alam yang luar biasa indah. Terdapat lansekap persawahan dan perbukitan yang hijau. Dibaluti cuaca cerah diiringi dengan semilir angin yang sejuk, serta langit yang memancarkan warna birunya.
“Saya terharu, ini desa wisata terakhir ADWI di Pulau Sumatra dan memiliki keindahan yang luar biasa. Desa di atas kaya di Ubud, di sini kaya di Tabanan, Jatiluwih. Ini luar biasa,” kata Menparekraf, usai visitasi ke Desa Wisata Tipang, Selasa (9/11/2021).
Secara topografi, Desa Wisata Tipang berada di ketinggian 900 – 1.200 mdpl. Desa yang termasuk desa wisata rintisan ini memiliki daya tarik wisata alam yang sangat beragam. Di antaranya Danau Toba, Air Terjun Sigota-gota, Puncak Gonting Tipang Pulau Simamora, Terasering Sawah Sibara-bara, juga Pulau Sirungkungon.
Yang unik dari salah satu daya tarik tersebut adalah Pulau Simamora. Pulau kecil yang berada di tengah Danau Toba ini tidak berpenghuni dan berbentuk seperti kura-kura yang berenang. Ciri khas utama dari Pulau Simamora, kita bisa melihat gundukan hijau yang menawan.
Seakan kehadiran pulau ini menambah kecantikan alam Desa Wisata Tipang. Selain daya tarik wisata alam, Desa Wisata Tipang tentunya memiliki daya tarik budaya dan sejarah peninggalan suku Batak, seperti Batu Marbonggar, Rumah adat Batak di perkampungan tua dan Sarkofagus yang kerap dianggap masyarakat setempat sebagai “perahu roh”yang akan membawa roh berlayar ke dunia roh.
Sarkofagus ini untuk melindungi jasad orang yang sudah mati dari gangguan gaib. Pada Sarkofagus kerap dipahatkan motif topeng dengan berbagai macam ekspresi. Berbagai potensi tersebut juga dilengkapi dengan kuliner khas Batak. Di antaranya ada Naniura, kuliner seperti sashimi.
Daging ikan segar dilumuri dengan bumbu rempah-rempah dan utte jungga (asam Batak). Awalnya, bahan dasar Naniura adalah ikan endemik Danau Toba yang dinamakan Ihan. Namun, karena Ihan Batak semakin sulit ditemukan, sehingga masyarakat menggantikannya dengan ikan jenis lain, seperti ikan mas, mujair atau gabus.
Dalam rilis humas Kemenparekraf ini disebutkan, produk ekonomi kreatif Desa Wisata Tipang juga memiliki keunggulan. Semisal, produk UMKM kopi, keripik diva, serta beras merah yang merupakan beras merah kualitas terbaik di Sumatra Utara.
Sementara terdapat juga produk kriya, anyaman dari daun pandan yang dibuat menjadi tikar, keranjang, dan lain-lain. “Saya lihat ini potensinya luar biasa dan mudah-mudahan ini mampu menjadi penggerak lokomotif ekonomi dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya,” harap Sandiaga.
Dalam kesempatan itu Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor mengucapkan terima kasih karena Menparekraf berkenan hadir di Desa Wisata Tipang, Humbang Hasundutan.
“Seperti yang kita lihat, kearifan lokal Desa Tipang sangat kuat, dari yang tulen Batak sampai yang sudah modern ada semua. Dan Desa Wisata Tipang ini sebetulnya seperti miniatur Ubud, Bali, sangat indah dengan teraseringnya. Semoga dengan kehadiran Pak Menteri bisa meningkatkan perekonomian masyarakat,” kata Dosmar.
Turut mendampingi Menparekraf Staf Khusus Menparekraf Bidang Akuntabilitas, Pengawasan, Reformasi, dan Birokrasi Kemenparekraf, Irjen Pol Krisnandi, Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf/Baparekraf Indra Ni Tua, Direktur Utama BPODT Jimmy Bernando Panjaitan.
Serta dihadiri Wakil Bupati Humbang Hasundutan Oloan Paniaran Nababan, Kapolres Humbang Hasundutan Ronny Nicolas Sidabutar, Dandim 0210 Tapanuli Utara Letkol Infanteri Hari Sandra, Anggota DPRD Humbang Hasundutan Poltak Purba, Kadis Budpar Prov Sumatera Utara Jimmy Bernando Panjaitan, dan Plt Kadispar Humbang Hasundutan Jonny Gultom. (smr)