Keputusan Mahkamah Agung (MK) terkait UU/ 2/2020 sudah cukup untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan penyelenggara negara. Khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19.
semarak.co-Koalisi Masyarakat Penegak Konstitusi (KMPK) menyambut baik putusan MK yang mengabulkan permohonan perkara nomor 75/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian UU Nomor 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Judicial review itu diajukan oleh KMPK yang terdiri para tokoh lintas agama, disiplin dan politik. KMPK mengajukan judicial review sebagai wujud kepedulian dan nasionalisme serta keinginan kuat agar tata kelola anggaran dan keuangan negara dijalan sesuai aturan konstitusi yaittu Pancasila dan UUD 1945.
Seperti diketahui, alokasi anggaran penanggulangan Covid-19 sangat besar dan berasal dari APBN dan APBD yang nota bene uang rakyat. Jadi, sudah sepanntasnya jika KMPK sebagai bagian anak bangsa mengajak seluruh komponen bangsa untuk terus kritis dan mengawasi penggunaan uang rakyat di APBN/APBD tersebut.
Ketua KMPK Din Syamsudin mengatakan, bagi KMPK yang paling pentingkeputusan MK ini kita secara relatif berhasil sementara, untuk menghalangi kecenderungan kediktatoran konstitusional (constitutional dictatorship) yang menjadi pikiran besar mengapa KMPK menggugat UU Corona.
“Dengan UU 2/2020 sangat berpotensi terjadi Constitutional Dictatorship. Dengan putusan MK ini tidak ada lagi yang kebal dengan hukum,” ungkap Din dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/11/2021) seperti dilansir rmolbanten.com/2021/11/06.
Maka lewat kesempatan ini, lanjut din, sebagai Ketua Komite Pengarah KMPK pihaknya ingin membulatkan tekad meneruskan perjuangan pada konstitusi mengawal konstitusi dari upaya-upaya yang ingin menyelewengkannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seperti diketahui, MK memutuskan UU 2/2020 hanya berlaku selama dua tahun. UU itu berisi Penetapan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian dan/atau Stabilitas Keuangan menjadi Undang-Undang.
Constitutional Correction
Sekjen Komite Penggerak KMPK Auliya Khasanofa mengatakan, memang MK tidak menyatakan seluruh UU Covid-19 bertentangan dengan UUD 1945 sebagaimana yang dimohonkan pengujian formil.
Namun, kata Auliya, KMPK memandang constitutional correction yang dilakukan oleh MK sudah cukup baik dalam memitigasi moral hazard, free rider, dan conflict of interest penyelenggara negara dalam penanganan UU Covid-19.
“Putusan MK ini menjadi sinyal bagi Pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU untuk tidak melaksanakan constitutional dictatorship yang menciderai demokrasi,” ujar Auliya saat membacakan keterangan pers KMPK secara virtual melalui aplikasi video conference dengan link zoom di Jakarta, Jumat (5/11/2021).
Atas dasar itu, permohonan pengujian UU Covid-19 ini merupakan kemenangan bagi KMPK dan seluruh masyarakat Indonesia. “Berkenaan dengan hal tersebut, KMPK tetap mendesak pemerintah untuk mematuhi tenggat masa keadaan darurat selama dua tahun (sampai dengan 30 Maret 2022),” papar Auliya dikutip/bisnisnews.id/ Jumat 05 November 2021, 16:53 WIB.
Dan agar setelah itu, pinta Aulya tidak menjadikan masa darurat untuk mengatur anggaran. “Bukan hanya itu, KMPK juga, tetap meminta DPR dan BPK untuk mengaudit pengeluaran keuangan negara untuk penanggulangan Covid-19,” kata Auliya lagi.
Selain itu, KMPK juga meminta pemerintah betul-betul menggunakan uang rakyat (APBN dan APBD) bagi kepentingan rakyat, sehingga rakyat tidak membiayai sendiri penanggulangan Covid-19, seperti untuk Test Swab PCR, dan lain-lain. “Pemerintah dan DPR harus tunduk pada Konstitusi dalam penyelanggaraan mekanisme penganggaran keuangan negara,” papar aktivitas KMPK itu.
KMPK sendiri diprakarsai sejumlah tokoh bangsa antara lain Ketua Komite Pengarah Prof Din Syamsuddin, Ketua Komite Penggerak Dr. Marwan Batubara, dan sejumlah tokoh nasional lainnya.
Anggaran Kesehatan Kecil?
Prof Din Syamsudin mengatakan pandemi Covid–19 adalah masalah kesehatan. Tapi agak aneh, alokasi anggaran untuk sektor kesehatan justru lebih kecil dibandingkan sektor lain. “Ada yang perlu dipertanyakan, mengapa mesti begitu,” katanya dalam berbagai kesempatan.
Ke depan, kata dia, pengelolaan dan alokasi anggaran penanggulangan Covid-19 harus efektif dan efisien. Dan dipastikan tepat dan sampai ke pihak yang berwenang. “Jangan salah sasaran, apalagi hanya untuk kepentingan kelompok tertentu,” pesan Prof.Din.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menaikkan alokasi anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 yang naik menjadi Rp627,9 triliun.
Dari anggaran tersebut, alokasi anggaran untuk kesehatan mencapai Rp133,07 triliun. Angka ini naik dari realisasi PEN 2020 sebesar Rp63,51 triliun. Alokasi untuk perlindungan Sosial mencapai Rp148,66 triliun, namun pagunya masih kalah dibanding PEN 2020 mencapai Rp220,39 triliun.
Selanjutnya, alokasi anggaran untuk UMKM dan Koperasi tahun ini akan tembus Rp157,57 triliun, meski tak sebesar tahun lalu mencapai Rp173,17 triliun. Sementara, alokasi untuk insentif usaha dan pajak sebesar Rp47,27 triliun, susut dari sebelumnya Rp56,12 triliun pada PEN 2020. Pagu yang disiapkan akan mengalir ke pungutan PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah, serta pembebasan PPh Pasal 22 impor. (net/bis/smr)
sumber: WAGroup ANIES GUBERNUR DKI (postMinggu7/11/2021/fahri)