Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Siti Juliantari menilai ada diskriminasi terhadap masyarakat yang berobat menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Masyarakat pengguna BPJS kesehatan, menurutnya, cenderung dinomorduakan.
“Sering kami temukan, harusnya dia (pasien) bisa ditempatkan di ruang inap kelas tiga, namun rumah sakit mengatakan ruangannya penuh. Kalau misalnya mau, ada di kelas satu, kemudian harus menambah iuran lagi untuk memenuhi perbedaannya,” ujar Tari dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (14/9).
Temuan itu, dia dapatkan dari hasil riset soal kecurangan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Riset dilakukan di 15 daerah di Indonesia dan ditemukan 49 jenis kecurangan. Selain soal diskriminasi, kecurangan umumnya juga dilakukan oleh penyedia obat. Misalnya dengan tidak memenuhi kebutuhan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dia mencontohkan, masyarakat diminta untuk membeli obat di luar rumah sakit dengan alasan obat tidak tersedia di rumah sakit tersebut.
Tak hanya fasilitas kesehatan dan penyedia obat, kecurangan juga kerap dilakukan oleh peserta JKN sendiri.
Beberapa di antaranya adalah memalsukan status kepesertaan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pemantauan program JKN dilakukan di 54 fasilitas kesehatan yang terdiri dari 18 rumah sakit pemerintah, 13 rumah sakit swasta, dan 27 puskesmas di 14 provinsi. Pemantauan tersebut dilakukan dalam periode Maret sampai Agustus 2017.
Adapula melakukan gratifikasi dengan memberikan barang atau uang kepada penyedia pelayanan agar bersedia memberi pelayanan yang tidak ditanggung oleh JKN. “Tapi kecurangan terbanyak dilakukan oleh pihak fasilitas kesehatan tingkat lanjut sebanyak 23 kecurangan. Ini mengacu pada rumah sakit pemerintah dan swasta serta klinik swasta,” katanya.
Sementara itu kecurangan yang paling sedikit adalah dari petugas BPJS kesehatan. Kendati demikian, Tari mengklaim masih memiliki sejumlah temuan kecurangan lain selain yang dipublikasikan. “Kami tidak bisa mempublikasi karena masih butuh konfirmasi lagi atas temuan-temuan tersebut,” ucap Tari. (cnn/lin)