Kontraktor pelat merah PT Adhi Karya melaporkan perolehan kontrak baru sebesar Rp 28,6 triliun hingga Agustus 2017. Kontrak ini termasuk perolehan kontrak baru dari proyek LRT Jabodetabek Fase I. Realisasi perolehan kontrak baru di Agustus 2017, antara lain Trans Park Bekasi senilai Rp 596,2 miliar dan Masjid Agung Batam senilai Rp 237,1 miliar. Proyek lainnya adalah Tol Kualanamu Seksi 7B senilai Rp 225,9 miliar.
“Kontribusi per lini bisnis pada perolehan kontrak baru pada Agustus 2017 didominasi oleh lini bisnis Konstruksi dan Energi sebesar 96,6 persen dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya,” kata Ki Syahgolang Permata, sekretaris perusahaan Adhi Karya dalam rilisnya, Rabu (13/9).
Berdasarkan segmentasi sumber dana, realisasi kontrak baru terdiri dari Pemerintah tercatat 79,4 persen, BUMN sebesar 9,8%. Sementara itu, dari swasta atau lainnya sebanyak 10,8%. Sedangkan pada tipe pekerjaan, perolehan kontrak baru terdiri dari proyek Jalan, Jembatan dan LRT sebanyak 73,7%, proyek gedung sebanyak 20,6%. Adapun proyek infrastruktur lainnya sebesar 5,7%.
Sebelumnya, Adhi Karya mengungkapkan akan membidik kontrak baru pada 2018 sebanyak Rp 26-27,1 triliun. Ini meningkat sekitar 20-25% dari target tahun ini sebesar Rp21,7 triliun. Target kontrak baru tersebut di luar dari perolehan kontrak kereta api ringan (rail light transit/ LRT).
Target pertumbuhan kontrak baru 2018 lebih rendah dari target pertumbuhan kontrak baru tahun ini 31,5%. Direktur Keuangan Adhi Karya, Haris Gunawan, menjelaskan tahun depan perseroan tidak hanya akan mengandalkan kontrak dari pemerintah. “Kita berharap growth kontrak baru 20-25 persen,” ujarnya di Jakarta, Jumat (8/9).
Dia berharap pertumbuhan kontrak baru tahun depan didorong oleh kontrak dari proyek investasi perseroan. Adhi memang berencana melakukan investasi di beberapa proyek agar mendapatkan kontrak pembangunan proyek tersebut. “Ada tiga proyek investasi Adhi Karya yang diharapkan mulai tahun depan. Proyek tersebut adalah pengolahan air bersih (water treatment), reklamasi dan jalan tol,” rincinya.
Dalam proyek-proyek tersebut, sebagian besar Adhi Karya btidak menjadi pemegang saham mayoritas. Adhi lebih membidik perolehan kontrak pembangunannya. Hingga Juli 2017, Adhi Karya memperoleh kontrak baru sebesar Rp 26,8 triliun. Jumlah itu sudah termasuk perolehan kontrak dari pembangunan LRT Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) fase I Rp 19,7 triliun.
Raihan kontrak hingga Juli bertambah sebesar Rp 1,4 triliun dibandingkan realisasi kontrak hingga Juni sebesar Rp 25,4 triliun. Tambahan kontrak baru Adhi Karya hingga Juli antara lain berasal dari pembangunan Kampus Sam Ratulangi Manado sebesar Rp 218,5 miliar, Groundsill Bojonegoro sebesar Rp 178,9 miliar, dan pembangunan CY dan Reklamasi Terminal Peti Kemas Kendari New Port Paket 2 sebesar Rp134,3 miliar.
Berdasarkan lini bisnisnya, konstruksi dan energi berkontribusi paling besar terhadap perolehan kontrak baru dengan porsi 92,6 persen dan sisanya berasal dari lini bisnis lainnya. Sementara, berdasarkan segmentasi sumber dana, realisasi kontrak baru terdiri dari pemerintah dengan porsi 82,5 persen, BUMN sebesar 8,2%, sedangkan swasta atau lainnya sebanyak 9,3%. Berdasarkan tipe pekerjaan, raihan kontrak baru terdiri dari proyek jalan, jembatan,dan LRT sebanyak 74,9 persen, proyek gedung 16,3%, serta proyek infrastruktur lainnya sebesar 8,8%. (kpc/bar/lin)