Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengembangkan Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA) dan Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA) tingkat Nasional dan Provinsi.
semarak.co-Indeks ini diharapkan dapat menjadi ukuran capaian pembangunan perlindungan anak bagi pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memastikan program dan kebijakan telah efektif dan efisien dalam menjawab berbagai permasalahan, khususnya terkait perlindungan anak dan melahirkan sistem perlindungan anak yang terintegrasi di lintas sektor.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan, Kementerian PPPA bekerja sama dengan BPS telah mengembangkan IPA, IPHA dan IPKA sebagai indikator pembangunan perlindungan anak di Indonesia, sejak 2019.
“Indikator ini menggambarkan capaian pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak sesuai amanat Konvensi Hak Anak (KHA) sebagai instrumen hukum internasional untuk melindungi hak anak di seluruh dunia,” ungkap dalam Sosialisasi Hasil Penghitungan IPA, IPHA, dan IPKA Tingkat Provinsi secara offline dan online, Selasa (19/10/2021).
Hingga 2020, rinci Menteri Bintang, IPA dan IPHA Nasional telah mampu mencapai target yang ditetapkan. Pada 2020, IPA Nasional mencapai 66,89, angka ini sudah melebihi target dari 66,34. Begitu pula dengan IPHA pada 2020, mencapai 65,56 dan telah melebihi target dari 64,00.
“Untuk itu, apresiasi tinggi kami sampaikan kepada seluruh pihak terkait. Capaian ini menjadi keberhasilan kita bersama, sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam upaya perlindungan anak,” ujar Menteri Bintang seperti dirilis humas melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Rabu (20/10/2021).
Meskipun pada 2020, kata dia, Indonesia telah berhasil melampaui target IPA dan IPHA, namun capaian IPKA masih belum bisa mencapai target yang ditetapkan, yaitu sebesar 73,11, lebih rendah dari target dalam RPJMN yaitu 74,46.
Menteri Bintang menuturkan hal ini disebabkan karena kondisi pandemi Covid-19 telah membuat beberapa indikator, terutama pada anak-anak kelompok rentan justru mengalami penurunan bahkan memburuk, antara lain meningkatnya pekerja anak, perkawinan anak, dan anak di bawah garis kemiskinan.
“Meskipun capaian IPKA belum mencapai target yang ditetapkan, data ini tetap sangat berharga dan perlu menjadi perhatian khusus bersama. Data ini justru dapat membantu kita untuk memetakan program dan kebijakan prioritas dalam melindungi anak-anak, khususnya anak-anak rentan yang membutuhkan perlindungan khusus di tengah pandemi ini,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengapresiasi sinergi Kemen PPPA dan BPS, atas disusunnya IPA, IPHA, dan IPKA sebagai salah satu ukuran baku gambaran capaian perlindungan anak Indonesia.
“Kita patut bangga, upaya perlindungan anak di Indonesia selama bertahun tahun sejak 2018, pada akhirnya memiliki satuan ukuran jelas, terukur, antar waktu bahkan telah menjadi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang harus dicapai dalam pembangunan,” jelas Margo.
Margo menyampaikan dari hasil penghitungan, terdapat 3 (tiga) provinsi yang menempati capaian IPA tertinggi pada 2020 yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan nilai 81,53, DKI Jakarta 79,20, disusul Bali 75,45.
Untuk tiga provinsi dengan capaian IPHA tertinggi yaitu DIY 84,25, Bali 77,56, dan DKI Jakarta 76,38. Sedangkan tiga provinsi dengan IPKA tertinggi yaitu DKI Jakarta 89,36, Kalimantan Timur 83,62, dan Kepulauan Riau 83,08. Hasil ini menunjukan upaya perlindungan anak di Indonesia masih belum sempurna.
Untuk itu, kata Margo, dibutuhkan perhatian serius, kerja keras, kerja cerdas, serta sinergi dari seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat maupun daerah, serta seluruh lapisan masyarakat untuk mengoptimalkan upaya bersama dalam memperjuangkan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak di seluruh Indonesia demi mewujudkan Indonesia layak anak (IDOLA) 2030 dan Indonesia Emas 2045.
Adapun metodologi yang digunakan dalam pembentukan IPA-IPHA-IPKA pada 2020, mengacu pada kerangka berpikir KLA yang terdiri dari 5 klaster KHA, meliputi (1) hak sipil dan kebebasan, (2) hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, (3) hak kesehatan dasar dan kesejahteraan.
Selanjutnya (4) hak pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, serta (5) perlindungan khusus anak. Untuk sumber data yang digunakan berasal dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS.
Sekretaris Kementerian (Sesmen) PPPA Pribudarta Nur Sitepu menyampaikan, klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif KHA menjadi klaster dengan capaian indeks tertinggi pada 2019 maupun 2020.
Sedangkan kluster dengan capaian indeks terendah pada 2019 maupun 2020 adalah klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya. Pada 2020, hanya indeks klaster kelima yaitu perlindungan khusus anak yang mengalami penurunan dari 75,24 pada 2019, menjadi 71,44 di 2020.
Selain melakukan penghitungan indeks tingkat nasional, Kementerian PPPA bersama BPS juga telah menyelesaikan penghitungan capaian dan proyeksi nilai IPA, IPHA, dan IPKA di tingkat provinsi. Hasil penghitungan menunjukan bahwa sebaran indeks di tingkat provinsi sangat beragam dan beberapa provinsi memiliki capaian masih jauh di bawah angka nasional.
Provinsi-provinsi dengan capaian di bawah rata-rata nasional, tentu harus bekerja lebih keras untuk bisa memastikan strategi-strategi tepat agar dapat mengejar ketertinggalannya dalam meningkatkan perlindungan anak. Karena dimanapun anak berada mereka memiliki hak-hak yang sama dan wajib kita penuhi juga perjuangkan,” ucapnya.
Kementerian PPPA bekerja sama dengan BPS terus melakukan pengolahan data IPA, IPHA dan IPKA di tingkat kabupaten/kota dan ditargetkan penghitungannya selesai akhir tahun ini. Hal ini dilatarbelakangi karena angka IPA, IPHA dan IPKA tingkat provinsi belum mencukupi kebutuhan pihak-pihak terkait, mengingat capaian tingkat provinsi sangat dipengaruhi capaian Kabupaten/Kota.
“Perlindungan anak hanya dapat dicapai jika semua pihak antar sektor bekerja keras dan bekerja sama. Untuk itu, apresiasi setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Kepala BPS beserta jajaran yang senantiasa membantu dan bermitra dengan Kemen PPPA dalam menyusun dan menyediakan data perempuan dan anak, termasuk IPA, IPHA dan IPKA.
Menteri Bintang juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak baik dari Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah atas dukungan, komitmen, dan kerja keras dalam menciptakan dunia yang ramah dan aman untuk anak-anak.
“Semoga IPA, IPHA dan IPKA dapat benar-benar dimanfaatkan dalam setiap program, kebijakan dan keputusan yang menyangkut anak,” harap Menteri Bintang di penutup rilis humas. (smr)