by Zeng Wei Jian
semarak.co-Wacana PSI usung Anies 2024. Sumber secret agency. Politik begitu. Flexible. Pedih liat Gerindra dapet 2 kursi. Kuota nasionalis sekuler dihambat PDI-P. Cuma bisa rebut ABG kota. Pindah kandang. Beri legitimasi kepada Anies Baswedan. Non-radical teocratic state kanan mentok.
Masalahnya; Setelah Jokowi hanya Pa Prabowo Subianto yang punya kualifikasi mempertahankan NKRI, Pancasila, dan Merah Putih. Jawa tanah kramat. Presiden harus orang Jawa. At least 100 tahun pasca proklamasi. Nama “Double-O”. Ya Prabowo Subianto. Bukan Mr. Ganjar Pranowo Single O.
Harus tegas. Ganjar Pranowo klemar-klemer. Bersolek citra. Semua yang ada di Ganjar ada di Pa Prabowo. Tetapi sebaliknya, ngga semua yang ada pada Pa Prabowo ada di Ganjar. Pernah perang mempertahankan kedaulatan republik di Timor Timur. Operasi pembebasan sandera di Papua. Paham ilmu militer.
Ganjar Pranowo makan bakmi di trotoar sambil dishoot kamera. Duel pra 2024 harus bringaz. Natural selection. Yang paling kuat layak jadi pemimpin Indonesia. Strategi followers Paman Erlangga keliru. Deklarasi Erlangga-Anies. Lalu Erlangga-Ganjar. Moduz wanita penghibur. Kanan-kiri okay.
Mengurangi kompetitor adalah esensi. Bukan mala endorsement. Anies-Ganjar mesti dilihat sebagai kompetitor Paman Erlangga. Tumbangnya dua pesaing mengurangi beban politik. Endorsement artinya ikut membesarkan Anies-Ganjar. Alhasil Paman Erlangga mentok di jatah menko atau pensiun selamanya.
Kajitow Elkayeni menyebut Anies Baswedan sebagai “ular”.
“Dan ular itu tidak paham karma, ia akan menggigit tanpa merasa berdosa,” pungkasnya.
Rezim Balai Kota kualat kepada “Pahlawan Pilkada” yang sebenarnya i.e. Aktifis Sugiyanto dari Warakas.
Sugiyanto kancane Boy Sadikin adalah orang pertama yang mengetahui skandal Sumber Waras. Bukan Bambang Wijoyanto dan si Akuet Cina Glodok anti Ahok.
Persis seperti President Trump melupakan The greatest conservatist brain Ann Coulter. Malah pasang Kellyanne Conway sebagai White House speaker yang Playing an equal as Nancy Pelosi. Alhasil jadi target bully sejagat. Percaya Tuhan, tapi ngga paham karmic force. Donald Trump tumbang di tangan Sleepy Joe.
Semua politisi bole berharap & berencana. Tapi Covid-19 yang menentukan pilpres. Pandemi global hancurkan ekonomi. Negara ngga punya cash. Pilpres mesti ditunda. Maka sudah tepat bila semua Plt Gubernur 2022 berasal dari TNI-Polri aktif. Misalnya Panglima Kostrad Letnan Jenderal Dudung slash Plt Gubernur Jakarta.
THE END
Seperti diketahui, sebelumnya beredar opini dari penulis Kajitow Elkayeni dengan judul artikel: Tulisan Zeng Wei Jian ini pun sebagai bentuk tanggapan opini Kajitow itu. Berikut lengkapnya opini Kajitow Elkayeni:
Prabowo di Ujung Tanduk
Menyimak hasil survei terbaru SMRC, terlihat pola yang sangat jelas. Prabowo di ujung tanduk. Progres kenaikan elektabilitasnya mengalami penggembosan. Prabowo sudah sampai pada titik tak laku lagi dijual. Apakah karena usia? Bukan. Setidaknya, bukan itu yang paling utama.
Tapi penyebab stagnasi itu adalah karena sosok Anies. Mereka berdua berebut suara dari ceruk yang sama. Dan sialnya, Anies terus bertahan, sementara Prabowo terus tertekan. Ini hanya soal waktu, sebelum Prabowo benar-benar dikanibalisasi oleh Anies. Kecuali Prabowo berbuat sesuatu.
Wacana menggandeng Puan juga tidak menyelamatkan Prabowo dari ketergelincirannya dari papan atas. Malah memperburuk citra Prabowo. Karena logikanya, wakil itu mestinya membantu melengkapi kekurangan kandidat utama, bukan menambahinya.
Kita semua tahu, perolehan suara Puan tidak cukup menggembirakan. Ia terus terseok-seok di papan bawah, meskipun sudah menempel Jokowi ke mana-mana. Bahkan kengototan untuk memaksakan nama Puan berpotensi menggerus suara PDIP di masa mendatang.
Ini masalah realitas pemilih saja sebenarnya. Dalam pemilihan langsung, para pemilih bergantung pada kemampuan kerja dan figur calon pemimpin. Mungkin mereka tidak mendapatkan hal itu pada sosok Puan. Oke, saya akan bersikap adil. Saya juga akan bahas Ganjar di sini sebagai perbandingan.
Ganjar itu bukan sosok yang sempurna. Pasti ada kekurangan. Tapi kekurangan Ganjar sebenarnya hanya soal teknis. Ia membutuhkan pendampaing yang memahami dimensi teknokratis. Seseorang yang cekatan dan awas.
Ganjar sangat piawai dalam mengelola komunikasi politik. Ia orang lama dalam belantara politik. Tahu mana ular berbisa, tahu mana harimau dan rusa. Tapi ada beberapa hal yang luput, misalnya mengelola konflik sosial dan manajemen birokrasi. Dan ini bisa dilengkapi oleh calon pendampingnya.
Ada banyak kandidat yang cocok mendampingi Ganjar, misalnya mantan pasangan Prabowo tempo hari, yaitu Sandi Uno atau Erick Thohir. Nama kedua saya pikir lebih berpeluang. Selain telah mampu membuktikan kemampuan manajerial yang baik, Erick juga terlihat pandai mengelola jaringan politik.
Padahal sebelumnya, banyak orang meragukan kemampuan Erick dalam hal ini. Peluang untuk menggandeng Erick sangat terbuka lebar. Ia sosok yang diterima di kalangan Islam moderat dan sedikit ke kanan. Ganjar agak lemah bermain di ceruk ini.
Kembali ke masalah Prabowo. Gerindra saya pikir harus membuat langkah yang tegas. Ini bukan hanya soal masa depan Prabowo, tapi yang lebih penting adalah masa depan partai. Ketika kemarin Prabowo maju sebagai panantang Jokowi untuk yang kedua kali, sebenarnya dia sudah tahu bakal kalah jauh-jauh hari.
Ia juga sudah tidak punya modal. Tapi ia tetap harus maju. Untuk menyelamatkan partai. Dan karena keputusan itu, dia berhasil menjadikan Gerindra partai pemenang pemilu kedua.
Alasan yang sama juga harus digunakan oleh Gerindra hari ini. Prabowo harus tetap menguasai palagan. Setidaknya sebagai oposisi yang kuat. Dan di sini lawan terberat Prabowo sebenarnya bukan Ganjar, melainkan Anies.
Jika nanti lawan Prabowo adalah Anies, maka peluang Prabowo untuk menang atau menguatkan partai sangat tipis. Karena sekali lagi, Prabowo dan Anies bertarung di ceruk yang sama. Hal itu tentu berbeda jika ia melawan sosok lain, katakanlah Ganjar misalnya.
Ganjar hanya bisa menyerap para pemilih Jokowi. Ia tidak mungkin masuk ke wilayah pemilih fanatik Prabowo. Tapi Anies sebaliknya. Orang ini mampu masuk sangat jauh ke palung pemilih Prabowo. Yang paling fanatik sekalipun.
Dan sementara itu, Anies tampaknya juga sedang berusaha bergerak ke tengah. Ingin terlihat nasionalis. Supaya bisa merebut suara pemilih Jokowi. Pertarungan memang masih panjang. Setiap kandidat yang maju masih harus mengatur kuda-kuda, belum benar-benar melakukan serangan terbuka.
Tapi langkah politik sudah harus dipersiapkan mulai sekarang. Hari ini Prabowo menghadapi persoalan serius. Ia memang berhasil masuk ke struktur pemerintahan Jokowi. Tapi itu tidak banyak membantu merebut hati pemilih Jokowi.
Kemudian yang luput disadari sejak awal adalah manuver Anies yang menggerus suara Prabowo. Dan jika itu dibiarkan, nantinya benar-benar akan mengancam eksistensinya sebagai kandidat capres 2024. Pada saat itu tiba, Prabowo dan para wadyabalanya tak memiliki waktu lagi.
Mereka terlambat menyadari saat kapalnya mulai tenggelam. Dan semua penumpangnya berebut, berjibaku meraih batang kayu yang mengapung dalam samudera badai demokrasi. Hanyut!
Sejak awal mestinya manuver itu telah terpetakan. DKI Jakarta itu ada banyak kasus. Ada banyak cara untuk meredupkan Anies. Tapi bodohnya, Gerindra justru terlihat sedang melindungi Anies. Nama partai ini tidak masuk dalam jajaran pengusul interpelasi.
Tanpa mereka sadari, selama ini mereka sedang membesarkan ular beludak di bawah tempat tidur mereka sendiri. Kini ular itu telah cukup besar dan siap menggigit mereka yang membesarkannya. Dan ular itu tidak paham karma, ia akan menggigit tanpa merasa berdosa.
sumber: artikel dikirim penulisnya, Zeng Wei Jian (post Senin11/10/2021) by pesan elektronik