By M Rizal Fadillah
semarak.co-Letjen TNI Dudung memiliki sikap yang kontroversial terutama yang berkaitan dengan perkembangan Komunis. Pernyataan bahwa PKI/Komunis tidak ada dan semua agama sama di depan Tuhan membuat hati miris. Apalagi sampai menghilangkan diorama sejarah pembasmian PKI yang merupakan kejahatan anti historis.
Dudung adalah radikalis. Membuat pola dan gaya tentara berpolitik praktis. Lalu memojokkan sikap beragama yang fanatis. Dosa membuat patung dibuat sebagai alasan yang sepertinya logis. Padahal rakyat sama sekali tidak percaya pada kenaifan yang bernarasi agamis.
Penghilangan diorama pasti berefek kegembiraan pada aktivis Komunis. Pangkostrad Letjen TNI Dudung yang sebelumnya adalah Pangdam Jaya memang tokoh radikal yang dianggap gemar mengangkat isu radikalisme keagamaan.
Istilah ekstrim kanan muncul kembali sementara ekstrim kiri tetap tenggelam. Untuk hal seperti ini wajar jika banyak yang bertanya-tanya. Dudungis adalah “faham” Dudung yang unik tetapi tidak simpatik khususnya kepada umat Islam.
Ada empat karakter Dudungis, yaitu:
Pertama, menyerang simbol tokoh agama termasuk obrak-abrik baliho HRS yang dinilai berlebihan. Radikalis yang masuk ke ruang politik praktis sekaligus melakukan kudeta atas Satuan Polisi Pamong Praja. Ketakutan bangsa, negara, dan tentara kepada Baliho direpresentasi oleh sikap dan karakter Dudung.
Kedua, menyerang umat Islam dengan terus mempropagandakan isu radikalisme dan intoleran. Tidak pernah menyentuh radikal dan brutalnya PKI dan Komunis. Terkesan menafikan keberadaan dan pengembangan faham Komunis itu. Kostrad telah dibawa untuk mengurus isu atau pekerjaan yang bukan menjadi tugas pokoknya.
Ketiga, memutar balikkan fakta saat tampil bersama Irjen Fadil Imran. Menuduh enam korban penembakan dan penganiayaan aparat sebagai penembak sehingga terjadi tembak menembak. Faktanya adalah keenam anggota Laskar FPI itu sengaja ditembak dan dibunuh dengan sadis. Di kilometer berapa saat itu Dudung berada?
Keempat, berdiplomasi dan menjilat melalui patung. Patung Soekarno dipasang di Akmil Magelang oleh Gubernur Akmil yang bernama Dudung, sementera patung Soeharto di Makostrad dibasmi di masa Pangkostrad yang bernama Dudung pula. Nuansa Orde Lama bangkit bersama Letjen TNI Dudung Abdurrahman.
Dudung Abdurrahman bukan TNI teladan tetapi pribadi penuh kontroversi yang memendam misteri dari misi pribadi, kroni, atau elit tirani. TNI sebaiknya tetap netral dan jangan dipolitisasi.
Dirgahayu TNI ke 76. Bersama rakyat TNI kuat.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 5 Oktober 2021
sumber: https://fnn.co.id/2021/10/05/dudung-tentara-radikal/ di WAGroup ANIES FOR PRESIDEN 2024 (post Selasa5/10/2021/adnan)/ALUMNI HMI (post Selasa5/10/2021/adnan)