Pertanahan menjadi salah satu keistimewaan yang dimiliki Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta. Sejarah panjang, budaya yang kuat dan jasa Kesultanan dalam proses kemerdekaan menjadi alasan utama mengapa Yogyakarta ditetapkan sebagai daerah istimewa.
semarak.co-Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menyebut, ada lima hal yang diatur dalam Undang-Undang Keistimewaan, salah satunya adalah pertanahan. Yogyakarta satu-satunya wilayah di Indonesia yang diperlakukan istimewa pada awal-awal kemerdekaan.
Terutama dalam hal mengakui hak atas tanah kesultanan, lanjut Menteri Sofyan, sedangkan kesultanan yang lain di Indonesia tidak diakui negara kecuali tanah tersebut dikuasai kesultanan sendiri.
“Tapi Yogyakarta diberikan pengecualian karena sejarah yang sudah ada maka diakui oleh negara dan di daerah lain tidak ada,” ujar Menteri Sofyan saat menjadi keynote speech dalam acara webinar Problematika Perpanjangan HGB dan Hak Pakai Tanah yang Berasal dari Tanah KPTS di Yogyakarta melalui daring, Rabu (29/9/2021).
Sebagai informasi, urusan pertanahan di Yogyakarta, dalam Undang-Undang Keistimewaan D.I. Yogyakarta sudah sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pertanahan merupakan salah satu urusan keistimewaan sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU Keistimewaan D.I.Y No. 13 Tahun 2012.
Sebagaimana diketahui, bahwa UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Keistimewaan Yogyakarta disusun berdasarkan dan berpedoman pada Pasal 18 UUD NRI 1945. “Kementerian ATR/BPN mengikuti ketentuan yang ada atau keputusan Mahkamah Agung,” papar Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan.
Hal tersebut tidak keliru, nilai dia, karena Mahkamah Agung (MA) sudah membenarkan terkait UU Keistimewaan Yogyakarta, namun tentu kepastian hukum bagi masyarakat tetap harus dicarikan jalan keluarnya.
Menteri ATR/Kepala BPN berharap dengan diadakannya webinar yang diselenggarakan oleh TKNP Law Firm ini dapat memberikan pencerahan dan alternatif yang memudahkan berbagai pihak terkait permasalahan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai di Yogyakarta.
“Memang tidak bisa hukum dapat memuaskan semua orang tapi setidaknya bisa mendekati kepuasaan semua orang. Kita akan mempertimbangkan setiap masukannya untuk dapat dilaksanakan selama itu untuk kepentingan bangsa Indonesia,” tutur Sofyan seperti dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Jumat (1/10/2021).
Pada acara yang dimoderatori oleh Kepala Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Anang Zubaidi diikuti juga Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengadaan Tanah Arie Yuriwin, Pengamat Agraria Yogyakarta Nazaruddin.
Lalu ada juga Anggota Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda, Ahli Tata Negara Universitas Tarumanegara Ahmad Redi, Tokoh Masyarakat Yogyakarta Siput Lokasari, dan partisipan lainnya.
Di bagian lain hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) telah memberikan banyak terobosan, salah satunya di bidang pertanahan. Seperti kita ketahui, untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur, pemerintah membutuhkan tanah.
Namun, hal ini menemui kendala sehingga pembangunan infrastruktur terhambat. Selain itu juga adanya urban sprawling sehingga berakibat tidak terkendalinya alih fungsi lahan sehingga perkembangan wilayah perkotaan menjadi tidak efisien.
Selain melakukan terobosan di dalam penyelenggaraan tata ruang, pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur, pengendalian tata ruang dan pertanahan, serta mengenalkan Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah dalam peraturan turunannya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto mengutip, UUCK juga mengenalkan Bank Tanah. Pembentukan Badan Bank Tanah sudah didukung oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.
“Badan Bank Tanah adalah lembaga sui generis. Hal ini sesuai juga dengan PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah. Menurut PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah Pasal 1 Ayat 1, Badan Bank Tanah merupakan badan khusus atau istilahnya sui generis,” terang Himawan yang mantan Dirut Perum Perumnas.
“Suatu badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah pusat dan diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah,” ujar Himawan pada acara sosialisasi yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Jawa Barat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Hotel Intercontinental, Bandung, Rabu (29/09/2021).
Pada struktur Badan Bank Tanah, kata dia, akan dibentuk Komite Bank Tanah. Dalam komite tersebut akan dipimpin oleh tiga menteri, yakni Menteri ATR/BPN sebagai ketua merangkap anggota, Menteri Keuangan dan Menteri PUPR sebagai anggota, serta menteri/kepala lembaga yang ditunjuk Presiden sebagai anggota.
“Komite ini juga akan dibantu oleh Sekretariat Komite. “Adanya Komite Bank Tanah pada Badan Bank Tanah akan menghindari abuse of power sehingga terjadi check of balance,” kata Himawan seperti dirilis humas melalui WAGroup yang sama Forum Mitra ATR/BPN, Jumat (1/10/2021).
Dalam Badan Bank Tanah juga dibentuk Dewan Pengawas. Dewan Pengawas ini bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat atau saran kepada Badan Pelaksana dalam menjalankan kegiatan penyelenggaraan Bank Tanah. Untuk menyelenggarakan tugas-tugas dalam Badan Bank Tanah, Komite Bank Tanah menetapkan Badan Pelaksana.
“Badan Pelaksana ini terdiri dari Kepala dan Deputi yang dibantu oleh Sekretaris. Selain itu, satuan pengawasan intern dan pegawai/karyawan Bank Tanah berasal dari ASN dan Non ASN,” kata Sekretaris Jenderal Himawan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Suyus Windayana mengatakan bahwa pembentukan bank tanah, secara tidak langsung, didukung tiga Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.
Lalu, sambung Suyus, PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar serta PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. “Pembentukan Bank Tanah itu secara tidak langsung didukung PP Nomor 18 Tahun 2021 terutama mengenai Hak Pengelolaannya,” ujar Suyus.
Lalu PP Nomor 19 Tahun 2021 berkaitan dengan pengadaan tanah untuk bidang-bidang tanah yang sudah diberikan izin lokasinya, kemudian juga bagaimana penertiban tanah telantar, apabila tanah telantar yang tidak dimanfaatkan akan diambil Bank Tanah dan terkait perubahan tata ruang, jika terkait perubahan fungsi, nantinya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber perolehan untuk Bank Tanah,” kata Suyus.
Bank Tanah akan menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, serta pembangunan ekonomi. “Bank Tanah juga mengakomodir kepentingan untuk konsolidasi tanah dan untuk Reforma Agraria,” kata Dirjen PHPT. (ta/ys/rh/rz/ar/smr)