Kusnadi Karta Wijaya alias Kang Engkus, lahir di Kampung Panugaran desa Neglasari, Kecamatan Salawung, Tasikmalaya, 30 Juni 1936. Dalam hidupnya Kang Engkus punya kesenangan menulis syair atau puisi sejak 1956 saat dirinya berada di kota Jogjakarta. Tepatnya saat dirinya masih duduk di bangku SMA. Setelah itu Kang Engkus, sapaan akrabnya, kuliah di Unpad mengambil jurusan Sosial Politik.
semarak.co-Setelah lulus kuliah Kang Engkus bekerja sebagai pegawai negeri alias PNS di Kantor Pemda Tasikmalaya. Kemudian Kang Engkus hijrah ke kota Jakarta untuk mencoba bekerja di kedutaan Amerika Serikat. Namun beberapa saat berada di kedutaan ia lebih memilih bekerja di Pemda DKI Jakarta tepatnya di Pemda Walikota Jakarta Barat.
Selama bekerja menjadi PNS, Kang Engkus tidak pernah berhenti menulis sajak. Isi sajak yang ditulisnya seputar alam, kehidupan dan perjalanan kehidupannya. Kemudian Kang Engkus diangkat menjadi Camat Cengkareng. Bagi Kang Engkus, Sajak merupakan nafas hidupnya.
Selama bertugas menjadi Camat Cengkareng, Jakarta Barat, Kang Engkus membuat ratusan sajak seputar kehidupan dan keadaan alam di wilayah Cengkareng. Kemudian ia mengumpulkan puisi-puisinya menjadi buku dengan judul Cengkareng Tanah Tersayang.
“Di Dalam buku ini saya mencoba menulis sajak berjudul Cengkareng Tanah Tersayang meski saya orang Tasikmalaya, saya hidup mengembara di tanah Cengkareng,” ungkap Kang Engkus seperti rilis yang diterima redaksi semarak.co, beberapa hari lalu.
Berikut salah satu puisi yang ditulis Kang Engkus dalam Buku Puisi “Cengkareng Tanah Tersayang.
“Cengkareng Yang Ku Kenang”
Waktu Ku Datang Pertama Kali
Cengkareng Masih Sunyi dan Sepi
Hutan Lindung, Rawa dan Empang adalah Harta Kekayaan
Yang Terpendam, Jangan di Sia-siakan
Kali Cisadane dulu airnya bening biru
Pada suatu waktu
Ku lihat seorang ibu
Mencuci di atas sebuah batu
Itu Cengkareng di Masa lalu
Cengkareng pada masa kini
Kian hari kian marak
Mengarah Kota Satelit
Yang Kikuk dan Hiruk pikuk
Yang Ramai dan Macet
Mobil-mobil angkot beredet di Daan Mogot
Bunyi kelaksonnya melengking nyaring
Memanggil para penumpang
Cengkareng si jelita
Di pangkuanmu kami bercerita
Berkarya dan berdoa
Cengkareng semoga kau tetap di kenang
Semoga kau tetap di sayang
itulah Cengkareng
Sampai akhir jabatan sebagai pegawai negeri, Kang Engkus terus berkarya membuat sajak. Hingga suatu ketika ia mencoba mengirimkan sajaknya ke sebuah majalah berbahasa Sunda bernama Mangle. Karya-karya Kang Engkus pun diterima dan dimuat tiap satu bulan sekali di Majalah tersebut.
Ia mendapat kepercayaan sebagai pengasuh rubrik Sajak di majalah tersebut hingga mendapat honor. Belakangan Kang Engkus juga membuat Sajak bertema politik. Namun seolah mendapat teguran, ia kemudian membuat sajak tentang hubungan Manusia dangan Allah. Kang Engkus pun membuat beberapa sajak bertema religi.
Selain membuat karya tentang perjalanan hidup dan alam, Kang Engkus juga membuat sajak kekinian. Salah satunya tentang wabah Corona. Puisi berbahasa Sunda, Indonesia dan Inggris ini sudah ia jadikan sebuah buku yang berjudul Hirup Na Rereget Corona.
Dalam buku ini berisi 150 sajak. Semua berisi susahnya dalam masa pandemi virus Corona. Beberapa puisi juga dibuat buku Kang Engkus bercerita tentang kota Bogor. Bahkan lewat seorang saudara Kang Engkus diminta membuat lagu untuk Univeristas Parahiyangan. Kang Engkus berkeinginan puisi-puisinya ini bisa dijadikan karya lagu dan bisa dinikmati banyak orang. (asrul)
Bio Data
Nama: Kusnadi Kartawijaya
Tempat Tanggal lahir: Tasikmalaya 30 Juni 1936
Pekerjaan: Pensiunan Pegawai Pemda DKI Jakarta Barat
: Seniman Puisi
: Pangasuh Rubrik Sajak di majalah Mangle (Majalah berbahasa Sunda)
Buku Kumpulan Sajak:
– Sajak Bercerita Dalam Kembara
– Ngumbara Basa Diri Keur Tunggara
– Ngarayapan Pangkonan Dayeuh Bogor
– Neuleuman Jerona Peuting
– Cengkareng Tanah Tersayang
– Migandrung Dayeuh Bandung
– Hirup ‘Na Rereget Corona