Menteri ATR/Kepala BPN Ungkap Kendala dan Tantangan dalam Pelaksanaan Reforma Agraria

Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil. Foto: humas ATR/BPN

Reforma Agraria merupakan program pemerintah untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Pelaksanaan dari program ini sudah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

semarak.co-Namun, dalam pelaksanaan Reforma Agraria tidak lepas dari kendala-kendala di lapangan. Pelaksanaan Reforma Agraria didukung oleh dua kegiatan utama yaitu penataan aset dan penataan akses.

Bacaan Lainnya

Penataan aset adalah upaya pemerintah melakukan legalisasi aset dengan memberikan bukti hak atas tanah, sementara untuk penataan akses adalah penataan penggunaan atau pemanfaatan tanah yang lebih produktif disertai penataan dukungan sarana dan prasarana.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil mengungkapkan, salah satu permasalahan dari Reforma Agraria adalah masyarakat diberi tanah, namun mereka tidak diberi akses ke permodalan.

“Intinya masyarakat tidak memiliki kapasitas untuk memanfaatkan tanahnya,” ungkap Sofyan A. Djalil saat mengikuti Konferensi Nasional Reforma Agraria (KNRA) Tahun 2021 yang diselenggarakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) secara daring di Jakarta, Kamis (9/9/2021).

Lebih lanjut, Sofyan A. Djalil menceritakan sejarah Reforma Agraria di Iran. Negara itu pada era 1940-an, mayoritas tanah-tanahnya dikuasai oleh para feodal dan masyarakat banyak yang menjadi land less sehingga hidup mereka tergantung kepada para tuan tanah.

Ketika Reza Pahlevi menjadi pemimpin, ia mulai menggagas program Reforma Agraria. “Dia mengambil alih tanah-tanah kaum feodal itu dan diserahkan kepada rakyat lalu dibuatkan aturan bahwa tuan tanah tidak boleh membeli lagi tanah itu,” ungkap Menteri Sofjan seperti dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Jumat (10/9)

Program Reforma Agraria di Iran itu awalnya menyenangkan petani tetapi akhirnya membuat mereka kesulitan memberdayakan tanahnya. Hal ini dikarenakan mereka kesulitan memperoleh pupuk, bibit dan akhirnya tanah tidak produktif kemudian petani pindah ke perkotaan tanpa pengalaman dan keahlian.

Akhir dari pelaksanaan Reforma Agraria adalah Revolusi Iran. Bagaimana di Indonesia? Sofyan A. Djalil menjelaskan bahwa semua tanah di Indonesia yang dilekati Hak Guna Usaha maupun Hak Guna Bangunan merupakan lease hold. Lease hold ini tidak berujung, nanti jika masa berlaku habis, ada hak perpanjangan dan pembaharuan.

Bagi Menteri ATR/Kepala BPN, contoh lease hold yang benar dilakukan oleh Singapura. Di sana, lease hold diberi hak selama 99 tahun dan jika habis kembali ke negara. Lease hold ini harus ditata, bagaimana jika masa berlakunya habis kembali ke negara, di situlah nanti peran bank tanah.

Selain itu, bank tanah juga digunakan untuk Reforma Agraria. “Tiga puluh persen tanah yang dikelola oleh bank tanah, harus digunakan untuk Reforma Agraria. Kalau di perkotaan, dapat kita pergunakan untuk rumah rakyat, dan taman kota,” ungkap Menteri ATR/Kepala BPN.

Untuk di pedesaan, pelaksanaan Reforma Agraria melalui bank tanah masyarakat dapat memperoleh tanah. Namun menurutnya lebih baik tanah tersebut diberikan kepada koperasi, kemudian dikelola oleh masyarakat. “Saya yakin masyarakat kita bisa mengelola tanahnya jika mereka punya kelembagaan yang efisien,” ujar Menteri Sofjan. (rh/rz/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *