Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyampaikan pentingnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai penunjuk arah dalam memberikan kepastian dan kesinambungan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal itu tertuang dalam buku terbarunya yang berjudul ‘Cegah Negara Tanpa Arah.
semarak.co-Tanpa PPHN, lanjut Bamsoet, Indonesia tidak ubahnya seperti kapal besar yang tengah berlayar di tengah samudera, namun tidak memiliki kompas sebagai penunjuk arah. Sehingga tidak jelas mau berlabuh kemana, tidak jelas juga apa yang mau dicapainya.
“Karena itu diperlukan PPHN agar tujuan Indonesia sebagaimana diamanatkan konstitusi, yakni terwujudnya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, bisa segera terwujud,” imbuh Bamsoet,” ujar Bamsoet dalam keterangannya diterima detik.com, Sabtu (29/5/2021).
Dalam acara peluncuran buku ke-19 nya di Gedung MPR RI, Bamsoet menjelaskan keberadaan PPHN akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan.
Presiden, gubernur, bupati/wali kota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Dengan demikian, visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/wali kota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara.
“Tidak ada lagi proyek mangkrak atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan. Seperti yang beberapa hari ini dikeluhkan Presiden Jokowi, banyak program pemerintah daerah tidak sinkron dengan program pemerintah pusat. Misalnya, pembangunan waduk, tapi tidak ada irigasinya. Ada pelabuhan, tapi tidak ada akses jalan,” bebernya.
Berada di acara yang sama, Rektor IPB sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria menjelaskan pada proses transisi demokrasi, isu mendesak yang perlu diselesaikan Indonesia adalah terkait arah pembangunan nasional.
Ia melihat perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah Pusat belum sinkron. Hal tersebut dikarenakan daerah memiliki visi misi sendiri yang berbeda-beda.
“Singapura yang negara kecil saja memiliki perencanaan pembangunan yang matang. Bahkan mereka menargetkan pada tahun 2030 nanti bisa memenuhi sendiri 30 persen kebutuhan pangannya. Padahal mereka tidak memiliki lahan pertanian memadai. Sebuah hal yang kelihatannya mustahil, namun mereka bisa menjawabnya,” jelas Arif.
Ketua Dewan Pakar Brain Society Center Didin Damanhuri yang juga ada dalam acara tersebut menerangkan pola pembangunan yang saat ini mengandalkan visi misi presiden terpilih, yang dituangkan dalam RPJMN, menjadikan tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah.
“Untuk itu perlu pola pembangunan mengacu yang mengacu kepada PPHN. Sehingga akan jauh lebih mendalam content-nya. Jauh lebih luas partisipasi para elite strategisnya serta jauh lebih legitimate mandat rakyatnya terhadap platform pembangunan,” pungkas Didin.
Sebagai catatan, selain buku Cegah Negara Tanpa Arah, Bamsoet juga telah menerbitkan berbagai buku. Antara lain Mahasiswa Gerakan dan Pemikiran (1990), Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita (1991), Ekonomi Indonesia 2020 (1995), Skandal Gila Bank Century (2010), Perang Perangan Melawan Korupsi (2011), Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul (2011), dan Republik Galau (2012).
Dilanjutkan Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir (2013), Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni (2013), 5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1 (2013), Indonesia Gawat Darurat (2014), Republik Komedi 1/2 Presiden (2015), Ngeri Ngeri Sedap (2017), Dari Wartawan ke Senayan (2018), Akal Sehat (2019), Jurus 4 Pilar (2020), Solusi Jalan Tengah (2020), dan Save People Care for Economy (2020).
Di bagian lain Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan, MPR RI terbuka bagi siapapun untuk menyampaikan aspirasinya terkait PPHN. Bahkan dalam waktu dekat MPR RI akan menyelenggarakan diskusi publik secara berkala guna menyerap aspirasi masyarakat terhadap berbagai hal seputar Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Sekaligus menepis berbagai hoax terkait perpanjangan masa jabatan presiden-wakil presiden maupun penambahan periodisasi presiden menjadi 3 periode. Kick off diskusi akan diselenggarakan akhir September 2021 bekerjasama dengan berbagai kalangan, terutama dengan media atau pers.
“Sebagai pilar keempat demokrasi sekaligus watchdog dalam penyelenggaraan pemerintahan, pers tidak hanya menjadi media bagi publik dalam mendapatkan informasi,” ujar Bamsoet saat berdiskusi dengan tribunnews.com Group di Jakarta, Jumat (3/9/21).
Melainkan juga menjadi media pendidikan, sekaligus kontrol sosial. Melalui diskusi publik dengan melibatkan insan pers, rakyat bisa menyuarakan aspirasinya seputar PPHN. Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, langkah MPR RI periode 2019-2024 menyiapkan kehadiran PPHN, tidak lain sebagai bentuk menjalankan amanat rekomendasi dari MPR RI periode 2009-2014 dan 2014-2019.
“Dari berbagai aspirasi publik yang diserap MPR RI, terlihat dengan jelas bahwa Indonesia sangat membutuhkan PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan, guna mencegah negara tanpa arah,” terang dia.
Keberadaan PPHN sangat penting untuk memastikan kesinambungan pembangunan dari satu periode pemerintahan ke periode penggantinya. “Sekaligus memperkuat sistem presidensial di era desentralisasi, serta menjamin keberlangsungan kepemimpinan nasional yang otentik, konstitusional, kuat dan stabil dan berwibawa,” jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, keberadaan PPHN juga akan memperkokoh integrasi bangsa dalam semangat persatuan dan kesatuan, yang berdasar kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbhineka tunggal ika.
Saat ini MPR RI melalui Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan sedang melibatkan pakar/akademisi dari berbagai disiplin ilmu dalam menyelesaikan Rancangan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) beserta naskah akademiknya.
“Ditargetkan selesai pada awal tahun 2022. Sehingga pada tahun 2022, pimpinan MPR RI sudah bisa menyampaikan hasil kajian tersebut kepada para pimpinan partai politik, kelompok DPD, Ormas, civitas akademika, hingga stakeholder terkait lainnya seperti dunia usaha, untuk membangun kesepahaman kebangsaan tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, mengenai pilihan tentang bentuk hukum yang akan dipilih untuk PPHN. Apakah cukup dengan UU atau TAP-MPR agar tidak bisa diterpedo oleh Perppu, sangat tergantung kepada keputusan dan kesepakatan partai-partai politik yang ada di parlemen dan kelompok DPD. (net/dtc/smr)
sumber: detik.com di WAGroup ALUMNI HMI (post Minggu, 5/9/2021/bamsoet)