Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia sampai Mei 2021 mengalami penurunan. Posisi ULN Indonesia pada akhir Mei 2021 sebesar USD415 miliar. Atau setara Rp6.017 triliun dengan asumsi kurs Rp14.500. Angka ini turun 0,6% (mtm) dibanding posisi ULN April 2021 sebesar USD417,6 miliar. Posisi ini juga tumbuh 3,1% dibanding periode sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy).
semarak.co-Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, jika dibanding bulan sebelumnya, posisi ULN Mei 2021 merosot 0,6% dibanding bulan sebelumnya. Utang Indonesia tetap sehat, klaim Erwin, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“Perkembangan tersebut terutama didorong oleh penurunan posisi ULN pemerintah,” kata Erwin dalam keterangan tertulis, Senin (16/7/2021) yang dilansir ekbis.sindonews.com/Jum’at, 16 Juli 2021 – 14:26 WIB.
Struktur ULN Indonesia tetap sehat, lanjut Erwin, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,5% dari total ULN. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, kata Erwin, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
“ULN Indonesia pada Mei 2021 tetap terkendali, tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 37,6%, menurun dibanding dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 37,9%,” kata Erwin di Jakarta, Jumat (15/7/2021). money.kompas.com/read/2021/07/16.
Saat ini, rinci dia, ULN pemerintah tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Posisi ULN pemerintah di bulan Mei 2021 tercatat sebesar USD203,4 miliar, menurun 1,3% (mtm) dibandingkan dengan posisi ULN April 2021.
Hal ini mendorong perlambatan pertumbuhan tahunan ULN pemerintah menjadi sebesar 5,9% (yoy) dibanding dengan 8,6% (yoy) di April 2021. Penurunan posisi ULN pemerintah tersebut terjadi seiring dengan pembayaran Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam valuta asing yang jatuh tempo di bulan Mei 2021.
Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel. “Adapun penarikan ULN dalam periode Mei 2021 tetap diutamakan untuk mendukung belanja prioritas termasuk upaya penanganan Covid-19,” paparnya.
Dan juga program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang antara lain mencakup sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,8% dari total ULN pemerintah), sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,2%), sektor jasa pendidikan (16,3%), sektor konstruksi (15,4%), dan sektor jasa keuangan dan asuransi (12,6%).
Posisi ULN tersebut relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruhnya merupakan ULN dalam jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah” papar keterangan BI.
Sementara ULN swasta mencatat pertumbuhan yang melambat. Pertumbuhan ULN swasta Mei 2021 tercatat 0,5% yoy, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 1,4% yoy.
Hal ini disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan menjadi 2,3% yoy dari 4,5% yoy pada bulan sebelumnya. Di sisi lain, kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan berkurang menjadi sebesar 6,0% yoy dari bulan sebelumnya sebesar 9,0% yoy.
“Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN swasta pada Mei 2021 tercatat sebesar US$ 208,7 miliar, relatif stabil dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya,” demikian laporan di laman BI itu.
Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 76,7% dari total ULN swasta.
Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Mei 2021 adalah 37,6%, menurun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 37,9%. ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,5% dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” tutup keterangan BI.
Dari sisi negara pemberi pinjaman, Singapura masih jadi yang tertinggi. Pada Mei 2021, ULN yang datang dari Negeri Singa adalah US$ 66,59 miliar atau 16,04% dari total ULN. Amerika Serikat (AS) berada di posisi kedua dengan penyaluran ULN US$ 30,76 miliar (7,41%).
Di peringkat ketiga ada Jepang dengan penyaluran ULN senilai US$ 27,57 miliar (6,64%). Meski demikian, ULN dari Singapura turun 2,84% yoy. Di posisi lima besar negara pemberi ULN, hanya AS dan China yang memberi lebih banyak kepada Indonesia, dengan pertumbuhan masing-masing 23,67% yoy dan 6,34%.
Tidak hanya bilateral, Indonesia juga masih memiliki ULN yang datang dari lembaga-lembaga multilateral. Per Mei 2021, nilainya adalah US$ 35,43 miliar atau 8,54% dari total ULN.
Terbesar datang dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang nilainya US$ 17,97 miliar. Disusul oleh Asian Development Bank (ADB) dan International Monetary Fund (IMF).
Sebelumnya diberitakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tahun ini utang pemerintah kembali meningkat. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang neto Indonesia bertambah Rp1.177,4 triliun pada tahun ini.
Pada 2021, pemerintah masih fokus melakukan penanganan Covid-19 yang menggunakan APBN. Belanja negara dinaikkan sebesar Rp 156,5 triliun tahun ini untuk membiayai kenaikan biaya pemulihan ekonomi nasional.
“Pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 juga tercermin dari anggaran program pemulihan ekonomi nasional yang naik 20% dibanding anggaran 2020 jadi Rp699,43 triliun pada tahun ini,” ujar Sri Mulyani dalam acara Musrenbangnas 2021, dikutip cnbcindonesia.com, Rabu (5/5/2021).
Sri Mulyani menjelaskan, tahun ini defisit APBN mencapai 5,7% dengan begitu utang neto akan meningkat Rp 1.177,4 triliun. Dalam paparannya jumlah ini sama dengan 7,1% dari PDB 2021. Sementara itu total bunga utang tahun ini naik Rp59,2 triliun, membuat total bunga utang mencapai Rp373,3 triliun.
Sri Mulyani berjanji akan hati-hati mengelola utang. Kekhawatiran terbesarnya adalah tren kenaikan suku bunga global yang bisa berdampak pada jumlah utang yang harus dibayarkan negara.
Belanja negara tetap dinaikkan sebesar Rp156,5 triliun. Defisit tahun ini 5,7% yang menyebabkan utang neto kita akan meningkat Rp1.177,4 triliun. Kenaikan jumlah utang dalam situasi yang extraordinary tetap harus dikelola secara prudent. Terutama dengan adanya tren kenaikan suku bunga global yang menimbulkan dampak ke seluruh dunia.
sumber: portalislam123.blogspot.com/2021/05 dari cnbcindonesia.com di WAGroup Adil Makmur/kompas.com/sindonews.com/