Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menilai tindakan mengeluarkan pelajar SMA pelaku ujaran kebencian dalam hal ini anak korban adalah bentuk perlakuan salah. Karena sama saja merampas hak anak untuk mendapat pendidikan layak.
semarak.co-Seperti diketahui, seorang putri pelajar SMA berinisial MS terjerat kasus ujaran kebencian dengan menghina Palestina melalui media sosial TikTok. Karena videonya viral dan berurusan dengan polisi, siswi SMA berusia 18 tahun di Bengkulu Tengah ini dikeluarkan dari sekolahnya.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar menjelaskan, anak yang mendapat perlakuan salah merupakan salah satu kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus (AMPK) sesuai tertera dalam pasal 59 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kementerian PPPA, kata Nahar, memiliki mandat untuk memberikan perlindungan pada seluruh kategori AMPK ini, tidak terkecuali untuk anak yang mendapatkan perlakuan salah. Hak anak atas pendidikan merupakan hak dasar dan kesalahan yang diperbuat anak, tidak boleh sedikitpun mengurangi haknya.
“Mengeluarkan anak dari sekolah adalah salah satu bentuk pelepasan tanggungjawab sekolah atas kesalahan anak. Seharusnya jika anak melakukan kesalahan, maka tugas sekolah dan orang tua membinanya secara lebih intensif, bukan malah melepaskan tanggung jawab” ujar Nahar di Jakarta (20/5/2021) seperti dirilis humas PPPA.
Menindaklanjuti peristiwa itu, Kementerian PPPA telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Bengkulu untuk mengetahui perkembangan kasus tersebut dan memantau informasi terkini kondisi anak yang bersangkutan.
Disamping juga meminta DP3APPKB melakukan peninjauan dan pendampingan kepada anak yang bersangkutan. Dari hasil peninjauan langsung menurut Nahar dapat diinformasikan bahwa anak yang bersangkutan dikeluarkan dari sekolah dan dikembalikan kepada orangtuanya untuk dibina.
“Kami terus memantau kondisi anak korban ini. Kondisi terakhir yang kami dapatkan, anak yang bersangkutan mendapatkan stigma dan perundungan (bullying) dari lingkungan sekitarnya, sehingga tidak berani keluar dari rumah,” ujar Nahar.
Itu sebabnya, kata dia, Kementerian PPPA memastikan bahwa UPTD PPA Provinsi Bengkulu dan DP3APPKB Propinsi Bengkulu akan tetap melakukan pendampingan terhadap orang tua dan anak, serta memastikan anak yang bersangkutan tetap bisa melanjutkan pendidikannya.
Proses asesmen juga tetap dilakukan untuk mengetahui kondisi psikologis anak atas perundungan yang didapatkan. Upaya advokasi untuk pemenuhan hak anak atas pendidikan agar anak yang bersangkutan tetap bisa melanjutkan sekolah juga dibantu oleh Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak (Fasnas SRA) Provinsi Bengkulu,” ucapnya.
Dalam kasus ini, kata dia, Kementerian PPPA menjalankan tugas dan fungsinya yang utama bagi perlindungan anak yaitu koordinasi penanganan kasus untuk kepentingan terbaik anak, tetap terpenuhinya hak pendidikannya dan pendampingan terhadap anak paska kejadian agar anak terhindar dari kekerasan dan diskriminasi. (smr)