Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani baru-baru ini mengimbau masyarakat agar lebih berani meminjam uang ke perbankan. Hal itu diketahui disarankan Menkeu guna membantu pemulihan ekonomi nasional.
semarak.co-Menanggapi hal tersebut, Mantan Sekretaris Menteri BUMN Muhammad Said Didu memberikan kritikannya melalui akun resmi pribadi twitter pribadinya @msaid_didu. Dalam cuitannya, Said Didu mengibaratkan imbauan Menkeu Sri Mulyani pada masyarakat untuk berhutang seperti petani yang menanam padi di padang pasir.
Hal tersebut, mengingat kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang sulit-sulitnya. Ibu Menkeu yth, mengimbau rakyat agar menambah utang ke bank di tengah2 kesulitan ekonomi yg dihadapi rakyat, itu sama dengan menyuruh petani menanam padi di padang pasir,” tulis Said Didu.
Kemudian, ia juga menyindir dengan membandingkan kondisi dahulu dengan saat ini. Dulu, kata dia, anak-anak disuruh untuk menabung sedangkan saat ini orang-orang malah disuruh untuk berhutang.
“Dulu imbauan ke anak2 agar rajin menabung – sekarang himbauannya agar raji ngutang,” ucapnya menambahkan seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com pada Jumat, 26 Maret 2021.
Dulu imbauan ke anak2 agar rajin menabung – sekarang himbauannya agar raji ngutang. Muhammad Said Didu (@msaid_didu) March 26, 2021. Seperti diketahui bersama, kondisi ekonomi Indonesia tengah sulit sejak terjadinya pandemi Covid-19.
Pemerintah hingga saat ini terus berupaya memulihkan kondisi ekonomi yang menurun tersebut. Menkeu Sri Mulyani menyatakan untuk memulihkan kembali ekonomi tak bisa hanya mengandalkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) saja.
Menurut Sri Mulyani yang menjabat Menteri Keuangan periode kedua seiring terpilihya kembali PresidenJokowi di periode kedua dibutuhkan pula sinergi dari semua pemangku kepentingan dalam membantu memulihkan perekonomian Indonesia.
Mengutip politik.idtoday.co/Sabtu, 27 Maret 2021/Jumlah utang luar negeri Indonesia secara konsisten tercatat meroket. Kementerian Keuangan melaporkan bahwa pada Februari 2021, total utang sudah mencapai Rp 6.361 triliun.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu memprediksi utang tersebut akan terus membengkak hingga akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo. Dia manaksir, utang akan menembus angka Rp 10 ribu triliun pada tahun 2024.
“Perkiraan saya 2024 utang akan menjadi Rp10.000 triliun atau penambahan rata-rata sejak 2014 Rp 750 triliun per tahun,” tutur Said Didu lewat akun Twitter pribadi, (@msaid_didu, Selasa (23/3/2021).
Inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini pun mengakhiri kicauannya dengan sebuah pertanyaan yang ambigu. Apakah merujuk soal utang atau masa jabatan presiden yang tengah ramai diperbincangkan. Total utang Indonesia sendiri meningkat Rp 1.412,82 triliun jika dibanding periode Februari 2020 sebesar Rp 4.948,18 triliun.
Adapun jumlah tersebut meningkat Rp127,86 triliun jika dibanding periode Januari 2021 yang tercatat sebesar Rp6.233,14 triliun. Netizen pun merespon share link berita itu dengan menulis, Wariskan Utang & Kehancuran Kpd Anak Cucu Generasi Bangsa Ini. Seharusnya yg diwariskan kebaikan bkn Kerusakan & Kebangkrutan!
“Jokowi lengser, maka harus usut duit yg di utang digunakan buat apa saja, sita harta kekayaan jokowi, mega, puan, anak pk lurah, luhut, dkk. Disita buat Negara selain orangnya dihukum!” tulis netizen member salah satu grup whatsapp (WA) menambahi share link berita itu di bagian bawahnya.
Mengutip keuangannews.id/Kamis Mar 25, 2021, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini memprediksi, kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) akan mewariskan utang sebesar Rp10.000 triliun kepada presiden Indonesia selanjutnya.
Adapun utang tersebut merupakan gabungan dari utang pemerintah dan juga utang badan usaha milik negara (BUMN). Rinciannya yaitu utang pemerintah tercatat sebesar Rp6.361 triliun per Februari 2021.
Kemudian, utang BUMN tembus Rp2.140 triliun per kuartal III 2020. Sementara utang perusahaan pelat merah itu terdiri dari utang BUMN non keuangan sebesar Rp1.141 triliun dan BUMN keuangan Rp999 triliun.
Sehingga, total utang pemerintah dan BUMN tercatat sebesar Rp8.501 triliun. “Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp10 ribu triliun utang di APBN,” tuturnya dalam diskusi virtual, Rabu, 24 Maret.
Didik mengatakan tren utang di masa kepemimpinan Presiden Jokowi bertambah sangat pesat dibanding pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kata dia, di akhir masa jabatan SBY, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.700 triliun dan utang BUMN Rp500 triliun. “Dalam waktu 5-6 tahun, utang selama puluhan tahun itu di-bypass hampir lebih dari 2 kali lipat,” katanya.
Lebih lanjut, Didik menilai, di periode kepemimpinan kedua ini, Jokowi sudah kurang bertanggung jawab terhadap terhadap keputusan-keputusan publik. Salah satunya soal utang. “Jadi, ini rezim utang yang kuat sekarang, saya sebutnya penguasa raja utang,” ucapnya.
Didik juga menyoroti lemahnya peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam penyusunan anggaran negara, sehingga utang melesat lepas dari kontrol para anggota dewan. Didik menilai saat ini, wakil rakyat sudah tidak bisa lagi berkutik.
“Ini suatu prestasi yang besar dan ini perlu dicermati. Mengapa DPR tidak berkutik? Karena kekuasaan eksekutif sudah pindah ke legislatif. DPR sudah lemah seperti masa orde baru,” tegasnya. (net/smr)
sumber: keuangannews.id/depok.pikiran-rakyat.com/ di WAGroup Keluarga Alumni HMI MPO