Mentan Mohon Maaf tak Bisa Tolak Impor Beras, Ombudsman Minta Ditunda karena Curiga Ada Maladministrasi

Mendag Muhammad Lutfi mengaku siap berhenti dari jabatannya jika keputusannya mengimpor 1 juta ton beras salah. Foto: cnnindonesia.com

Ombudsman RI meminta pemerintah menunda impor beras 1 juta ton. Lantaran, Ombudsman curiga adanya maladministrasi terkait mekanisme pengambilan kebijakan impor.

semarak.co-Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya meminta Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto menunda impor beras hingga akhir Mei 2021. Yaitu sampai data hasil panen raya yang valid didapatkan sehingga bisa menghitung berapa kebutuhan cadangan beras Bulog.

Bacaan Lainnya

“Ombudsman meminta Kemenko Perekonomian untuk melaksanakan rapat koordinasi terbatas guna menunda keputusan impor hingga menunggu perkembangan panen dan pengadaan oleh Bulog pada awal Mei,” kata Yeka dalam konferensi pers virtual yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (25/3/2021).

Seharusnya rencana impor diputuskan berbasiskan data yang valid dengan memperhatikan early warning system atau sistem peringatan dini. “Sehingga kami melihat bahwa ini jangan-jangan ada yang salah dalam memutuskan kebijakan impor,” ujarnya.

Mengutip CNN Indonesia | Senin, 22/03/2021 18:12 WIB, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengaku siap berhenti dari jabatannya kalau keputusan mengenai impor beras sebesar 1 juta ton salah. Keputusan tersebut, kata Lutfi, diambil melalui perhitungan yang matang terkait ketersediaan beras di Perum Bulog.

“Saya mesti memikirkan yang tidak terpikirkan, saya mesti mengambil keputusan pada keputusan yang tidak populer, saya hadapi. Kalau memang saya salah, saya siap berhenti, tidak ada masalah, tapi tugas saya memikirkan yang tidak dipikirkan oleh bapak dan ibu,” ungkap Lutfi dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Senin (22/3/2021).

Ketika pertama kali menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) 23 Desember 2020, Lutfi sudah ada notulen rapat di tingkat kabinet yang menyatakan bahwa Perum Bulog harus memiliki cadangan beras atau iron stock sebesar 500 ribu ton.

Kemudian, disebutkan bahwa pengadaan beras untuk iron stock Bulog bisa berasal dari impor. Sementara itu, ia mengatakan posisi cadangan beras Bulog saat ini 800 ribu ton. Itu pun termasuk sisa beras impor pada 2018 sebanyak 270 ribu ton-300 ribu ton.

“Jadi 800 ribu ton dikurangi beras 2018, kalau 2018 antara 270 ribu ton sampai 300 ribu ton, artinya Bulog hari ini bisa cadangannya di bawah 500 ribu ton. Itu yang saya takutkan karena dengan 500 ribu ton pemerintah bisa dipojokkan pedagang dan juga spekulan,” katanya.

Di sisi lain, ia menuturkan serapan gabah Bulog dari tangan petani tidak berjalan baik karena cenderung turun. Kondisi itu dikhawatirkan mempengaruhi cadangan beras Bulog. Ia menjelaskan rendahnya serapan gabah Bulog dari tangan petani lantaran curah hujan membuat gabah petani basah sehingga tidak bisa dijual ke Bulog.

Ada kekeringan minimum untuk bisa beli CBP (Cadangan Beras Pemerintah) itu jelas, lanjutnya, yang sekarang jadi permasalahan pengering di tingkat petani itu tidak ada. Ia juga memastikan impor beras tidak akan dilakukan saat panen raya. Karenanya, ia berharap masyarakat tidak resah terhadap rencana impor tersebut.

“Saya ingin menjawab keresahan di masyarakat, jadi sekali lagi saya utarakan bahwa tidak ada beras impor ketika panen raya, pasti. Jadi, saya ingin supaya tenangkan semua,” tuturnya.

Rencana impor beras sebanyak 1 juta ton-1,5 juta ton pertama kali terungkap dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah akan melakukan dua kebijakan demi menjaga ketersediaan beras dalam negeri.

Langkah ini diambil terutama setelah ada program bantuan sosial (bansos) beras PPKM, antisipasi dampak banjir, dan pandemi covid-19. Dua kebijakan tersebut, pertama, impor 500 ribu ton untuk CBP dan 500 ribu ton sesuai dengan kebutuhan Bulog.

Kedua, lanjut Airlangga, penyerapan gabah oleh Bulog dengan target setara beras 900 ribu ton saat panen raya pada Maret sampai dengan Mei 2021, dan 500 ribu ton pada Juni -September 2021.

Dikutip kompas.com, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyampaikan permohonan maaf karena tak bisa menolak kebijakan impor beras pada tahun 2021 ini.

Permintaan maaf tersebut disampaikan SYL di sela rapat kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, Kamis (18/3/2021).

Hal ini bermula ketika rapat sudah memasuki sesi akhir jelang pembacaan kesimpulan rapat. Syahrul Yasin Limpo sempat meminta adanya perubahan draf kesimpulan yang hendak bacakan.

“Komisi IV DPR RI bersepakat dengan pemerintah c.q. Menteri Pertanian menolak rencana importasi beras sebanyak 1 juta ton yang akan dilakukan pada saat panen raya maupun saat stok dalam negeri melimpah,” demikian bunyi salah satu poin dalam draf awal kesimpulan rapat yang sedianya akan dibacakan.

Namun, Syahrul Yasin Limpo tiba-tiba melakukan interupsi dan menyampaikan sejumlah penjelasan. Akhirnya, draf kesimpulan tersebut berubah karena penghapusan poin kesepakatan antara DPR dan Menteri Pertanian terkait penolakan impor.

“Komisi IV DPR bersepakat dengan pemerintah c.q. Kementerian Pertanian bahwa produksi beras periode Januari sampai Mei 2021 surplus/memenuhi konsumsi dalam negeri,” demikian bunyi poin kedua kesimpulan final dalam rapat itu.

Sehingga Komisi IV DPR menolak rencana importasi beras sebanyak 1 juta ton pada saat panen raya maupun saat stok dalam negeri melimpah. SYL menjelaskan, Kementan tak punya kedudukan hukum atau legal standing untuk menolak rencana impor tersebut. Sebab, penugasan impor bukan kepada Kementan.

Karena itu, Syahrul menyatakan pihaknya tak bisa mengambil sikap secara tegas menolak atau menyetujui impor beras. “Jadi kalau penindakan langsung Kementan, penolakan dan lain-lain, saya tidak ada legal standing, saya minta maaf,” imbuh Syahrul.

Ia hanya memastikan, bahwa penyerapan gabah petani harus diutamakan untuk mencukupi kebutuhan beras nasional. Ia juga menegaskan, Kementan bertugas untuk memastikan stok pangan terjaga, termasuk beras, di sepanjang tahun ini khususnya pada masa bulan puasa dan Lebaran.

“Upaya penyerapan gabah, saya lebih cenderung itu yang didahulukan, yang harus dimaksimalkan oleh pemerintah. Barulah selanjutnya sekiranya tidak dilakukan impor pada saat-saat kita panen raya,” kata dia.

Berdasarkan progonosa Kementan, stok beras hingga Mei 2021 diperkirakan mencapai 24,90 juta ton, didorong hasil panen raya sepanjang Maret-April. Sementara kebutuhan beras nasional diproyeksi mencapai 12,33 juta ton.

Artinya, neraca beras hingga akhir Mei akan surplus sebesar 12,56 juta ton. Saat itu, Syahrul memang didesak untuk menyetujui atau menolak keputusan dari impor beras tahun ini.

Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyampaikan informasi yang beredar bahwa pemerintah bakal melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) untuk impor beras pada pekan depan. “Akhir bulan ini akan diadakan MoU antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Thailand,” kata Sudin.

Terkait hal itu, Syahrul mengatakan dirinya tak tahu-menahu. Padahal, berdasarkan pemberitaan Bangkok Post, pemerintah Indonesia dan pemerintah Thailand akan meneken MoU jual-beli beras Thailand sebanyak 1 juta ton pada akhir Maret 2021.

“Secara jujur ingin saya katakan kepada forum ini bahwa rencana impor itu baru dalam wacana, dan saya sama sekali belum pernah melihat ada sebuah keputusan yang pasti terhadap itu,” jawab Syahrul.

Stop impor beras menggema di rapat paripurna DPR. Indonesia menghadapi kenyataan pahit bahwa hampir semua kebutuhan pangan masyarakat disediakan dari impor, sepeti gula, daging, garam, dan yang lainya.

Impor bahan pangan sebenarnya merupakan akibat buruknya pengelolaan pangan dalam negeri. Beberapa pernyataan tajam ini diungkapkan Slamet, wakil rakyat dari Fraksi PKS yang dalam posisi oposisi.

Apa itu oposisi? Oposisi adalah partai yang tidak berada dalam pemerintahan dan berfungsi sebagai penyeimbang, pengkritisi dalam berbagai kebijakan politik. Oposisi cerdas dan bernas dibutuhkan negeri ini.

Berlanjut ke interupsi anggota Komisi IV DPR RI ini, beliau mengatakan tumpang tindih kewenangan dan sulitnya melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga adalah masalah yang masih kerap terjadi di negeri ini.

“Karena itu saya mengingatkan kepada pemerintah agar tidak main-main dalam persoalan pangan, sebab pertanian adalah hidup mati bangsa,” papar Slamet saat menyampaikan interupsi pada Rapat Paripurna, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021) dilansir belarakyat.com, Kamis (25/3/2021)

Slamet menegaskan bahwa rencana impor 1 juta ton beras oleh pemerintah merupakan langkah yang tidak berpihak pada petani dalam negeri. Penolakan yang masif dari masyarakat tidak boleh diabaikan oleh pemerintah.

“Maka berdasarkan fakta-fakta ini, mengapa pemerintah tetap ngotot melakukan impor beras. Apakah negara ini telah kalah dengan mafia impor, sehingga mengabaikan penderitaan petani,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Slamet mengingatkan kepada pemerintah agar patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan segera membentuk Badan Pangan Nasional sebagai amanah dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012. (net/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *