Keberanian Dirut Bulog Ungkap Nama Menko Perekonomian dan Mendag Dalang Dibalik Impor Beras

Direktur Utama Bulog Budi Waseso (tengah) mengatakan pihaknya siap menjalankan penugasan berikutnya dari pemerintah. Foto: indopos.co.id

Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso akhir-akhir ini ramai diperbincangkan public, terutama di media sosial (medsos).

semarak.co-Tapi, masih ingatkah siapa sosok satu ini? Pria yang akrab disapa Buwas ini memang bukan orang sembarang, sepak terjangnya di dunia kepolisian tak perlu diragukan lagi. Sejumlah pejahat kelas kakap sukses ditangkapnya.

Bacaan Lainnya

Kini Buwas berani buka-bukaan mengenai kondisi petani di Indonesia yang dirugikan karena kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Bahkan, Buwas tidak ragu mengungkap siapa dalang yang membuat petani mengalami kerugian karena kebijakan tersebut.

Walaupun dalangnya merupakan orang istana dan cukup dekat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), namun Buwas tak ragu mengungkapkan hal itu. Ya, belum lama ini mantan Kabareskrim Polri ini membuat heboh saat mengungkap siapa dalang dibalik impor beras.

Padahal sekarang ini petani di Indonesia sebagian besar memasuki masa panen. Ini membuktutikan Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Waseso adalah sosok orang yang berani mengungkap. Dengan begitu kisah keberanian Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Waseso kembali diingat publik.

Buwas jadi perbincangan karena membongkar kebijakan impor beras yang dinilai merugikan kepentingan petani yang sedang panen di sejumlah wilayah. Buwas yang kini menjabat sebagai Direktur Utama Bulog mengungkapkan ada dua menteri Jokowi yang memerintahkan impor beras.

Budi Waseso mengungkap kebijakan impor beras adalah kebijakan Kementerian coordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum DPP Golkar. Menteri lainnya adalah Menteri Perdagangan (Mendag) M Luthfi.

Dikutip dari Kompas.com, melalui TribunManado.com yang dilansir Tribun Kaltim.co/2021/03/20.15:50, Budi Waseso menjelaskan, impor beras dilakukan oleh pemerintah. Padahal ia tak mengusulkan adanya impor beras pada tahun 2021. Ia menyebut dua menteri yang menugaskannya untuk mengimpor beras.

Dan prokontra impor beras pun berlanjut. Cerita keberanian Buwas mengatakan salah adalah salah bukan kali ini saja. Ia membuktikannya selama bertugas di kepolisian. Salah satu kisahnya yang pernah heboh diulas, saat Buwas dengan pangkat Kombes berani menangkap jenderal bintang 3 saat itu, Komjen Susno Duadji.

Peristiwanya di 2010 saat Buwas menjabat sebagai Kapus Paminal Div Propam Polri. Sementara Susno Duadji statusnya Kabareskrim nonaktif. Saat itu, Budi Waseso, masih menjabat sebagai perwira 3 bunga melati.

Budi Waseso menangkap Komjen Susno Duadji, mantan Kabareskrim era Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri di toilet Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Budi Waseso menyampaikan langsung kepada media. Budi Waseso mendapat perintah untuk menangkap Komjen Susno Duadji yang akan ke Singapura.

Budi Waseso langsung berangkat ke bandara bersama tim Propam. Ia langsung meminta Komjen Susno Duadji tak meninggalkan Indonesia. Kepada Komjen Susno, Budi Waseso mengatakan jika dia mendapat perintah untuk menangkap dan membawanya menghadap Kapolri.

Komjen Susno mengelak, dia mengatakan jika kehadirannya di bandara hanya untuk sekedar jalan-jalan. Budi Waseso lantas menunjukkan dua tiket serta paspor Komjen Susno yang berisi keterangan untuk keberangkatannya ke Singapura.

Di tengah proses negosiasi itu, Komjen Susno meradang. Kepada Budi Waseso, dia meminta ditunjukan surat penangkapan. “Saya jawab ke beliau. Lisan saja sudah surat perintah bagi saya,” ujar Budi Waseso menirukan proses penangkapan saat itu.

Komjen Susno kembali menggertak Budi Waseso. Komjen Susno menggertak Budi Waseso lantaran saat itu peluangnya menjadi Kepala Polri begitu besar. “Besok bapak jadi Kapolri, mau pecat saya, saya siap” sahut Budi Waseso.

Di tengah ketegangan antara Komjen Susno dan Budi Waseso, seorang perwira polisi lainnya langsung menarik tangannya. Setelah melalui negosiasi panjang, Komjen Susno berhasil ditangkap saat masuk ke dalam toilet. Di luar, Buwas menunggu sambil mengunci pintu toilet hingga pesawat yang akan membawa Susno ke Singapura lepas landas.

“Tapi habis itu saya dimarahi sama pati-pati polri, barisan bintang marah semua karena itu namanya pelecehan. Saya bilang ini perintah kalau perintah saya laksanakan apapun resikonya, ” tutur Budi Waseso.

Dilanjutkan Budi Waseso, “Sebagai prajurit itu harus taat dan tunduk pada pimpinan. Pegang teguh, yang tanggung jawabkan pimpinan. Saya begitu orangnya. Makanya kalau pimpinan bilang tindaklanjuti itu saya tindak. Level saya bukan level yang ece-ece, bukan yang kecil-kecil. Harus yang beresiko,”

Bikin Repot Ketua KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Cerita lain tentang keberanian Budi Waseso saat membikin repot KPK di tahun 2015. Saat itu Budi Waseso menjabat Kabarekrim dengan pangkat jenderal bintang tiga. Awalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi membuat sejarah pada awal tahun 2015.

Pertama, KPK menetapkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka rekening gendut pada 12 Januari 2015. Tercatat sebagai sejarah lantaran itu pertama kalinya KPK menetapkan jenderal bintang tiga Polri sebagai tersangka.

Sebelumnya, KPK baru berhasil menetapkan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka pengadaan Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM). Lebih wah lagi, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka saat nama Budi dinyatakan Presiden Joko Widodo sebagai calon tunggal Kapolri.

Sial bagi Budi, KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka sehari sebelum dia menguikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di DPR RI. Langkah ‘kontroversial’ KPK itu pun menuai badai dan memuncullkan Cicak vs Buaya jilid II.

Alih-alih menyeret Budi ke meja pengadilan, lembaga antirasuah itu bahkan sama sekali tak pernah berhasil menghadirkan Budi ke meja pemeriksaan penyidik KPK. Sejumlah pegawai KPK pun mengaku mendapat teror.

Kesialan KPK tidak berhenti. Budi mengajukan gugatan praperadilan penetapannya sebagai tersangka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan bekas Kapolda Bali itu dimenangkan hakim tunggal Sarpin Rizaldi. Padahal, saat itu, hukum di Indonesia tidak mengenal objek gugatan penetapan tersangka pada sidang praperadilan.

Gugatan tersebut dikabulkan lantaran Sarpin menilai menilai Budi saat ditetapkan sebagai tersangka bukanlah penyelenggara negara. Pasalnya bekas ajudan Megawati Sekarnoputri itu ditetapkan sebagai tersangka saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia Mabes Polri.

Putusan tersebut merupakan pukulan telak bagi KPK. Itu adalah kali pertama selama satu dekade KPK berdiri penetapan tersangkanya dianulir pengadilan. Lebih berat lagi, KPK tidak diberi izin mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Untuk mengakalinya, KPK kemudian melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung dengan dalih koordinasi supervisi. Pelimpahan tersebut dilakukan pada 2 Maret 2015. “KPK tidak mungkin menghentikan penyidikannya.

KPK akan menyerahkan penanganan perkara Budi Gunawan kepada kejaksaan agung. KPK akan menyerahkan berkas-berkas hasil penelidilkan dan penyidikan kepada kejaksaan agung,” ujar Jaksa Agung HM Prasetyo saat memberikan keterangan pers di KPK, Jakarta, Senin (2/3/2015).

Prasetyo mengatakan tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh selain pelimpahan kasus lantaran putusan pengadilan sifatnya final dan mengikat. Selanjutnya, lanjut dia, pihaknya akan melakukan kajian terhadap pelimpahan kasus tersebut.

Penetapan Budi Gunawan sendiri menimbulkan efek luar biasa terhadap KPK. Pada 23 Januari 2015, aparat Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Bambang ditangkap saat hari masih pagi sekitar pukul 07.30 WIB di Depok.

Bambang ditangkap hanya mengenakan sarung karena sedang mengantarkan anaknya, Izzad Nabilla, ke sekolah. Saat melaju, mobil Bambang diminta menepi oleh Kapolsek Sukmajaya Kompol Agus Widodo. Di situ, anggota Bareskrim AKBP Denny mengeluarkan dua surat yakni penangkapan dan penggeledahan.

Tidak disebutkan sebab Bambang ditangkap. Penangkapan tersebut melibatkan aparat polisi bersenjata laras panjang. Walau membantah menangkap Bambang, Polri akhirnya memberikan status tersangka kepada Bambang terkait mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kota Waringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010.

Kasus yang menimpa Ketua KPK Abraham Samad tidak kalah menghebohkan. Dua hari setelah Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka, foto mesra diduga Samad dengan pemenang kontes Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira beredar di dunia maya.

Foto-foto tersebut diduga banyak pihak sebagai counter isu sang calon Kapolri yang ditetapkan sebagai tersangka. Samad kemudian harus menerima menjadi seorang tersangka pada 17 Februari 2015. Dia jadi tersangka pemalsuan dokumen administrasi kependudukan yang dilaporkan Feriyani Lim di Polda Sulselbar.

Tidak hanya itu, Samad juga ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang dalam pertemuan dengan petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada saat Pilpres pertengahan 2014.

Sehari setelahnya, Presiden Joko Widodo kemudian memberhentikan sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto terkait status tersangka yang disandang keduanya. Keduanya pun tak pernah kembali ke KPK sebagai pimpinan aktif sampai masa tugas mereka berakhir pada 16 Desember 2015. (tbc/net/smr)

 

sumber: tribun Kaltim.co/2021/03/20.15:50 di WAGroup KAHMI Nasional

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *