By Asyari Usman
semarak.co–Zuhairi Misrawi jelas bukan orang yang tepat untuk posisi Dubes di Saudi. Dia pernah menyebut umrah sebagai akal-akalan (konspriasi) Saudi untuk mendapatkan devisa.
Ada yang kenal dengan Zuhairi Misrawi? Terus terang, baru tahu orang ini ketika teman penulis, M Rizal Fadillah, menurunkan tulisan yang mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak mengirim Zuhiari ke Arab Saudi untuk menjadi duta besar (Dubes).
Zuhairi adalah orang Madura kelahiran Sumenep, berusia 44 tahun. Di kalangan NU, dia disebut sebagai intelektual muda.
Pak Jokowi tentu tidak punya waktu untuk mempelajari secara detail setiap orang yang akan ditunjuk untuk posisi-posisi penting. Dubes di Saudi adalah salah satu posisi penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu yang sangat vital di lingkungan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Sebab, Saudi adalah tempat yang setiap tahun dikunjung oleh jutaan orang Indonesia. Jemaah haji saja ada sekitar 220.000 orang per tahun. Jemaah umrah bahkan bisa mencapai satu juta lebih pertahun sebelum wabah Covid-19.
Selain itu, ada ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) di Saudi. Dan juga banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Madinah.
Jadi, ada empat urusan penting dengan pihak Saudi. Yaitu, kunjungan jemaah haji, jemaah umrah, TKI, dan mahasiswa. Untuk keempat urusan ini, Dubes RI untuk Saudi adalah orang nomor satu yang memikul tanggung jawab. Baik itu tanggung jawab spiritual maupun tanggung jawab administratif.
Zuhairi Misrawi jelas bukan orang yang tepat untuk posisi Dubes di Saudi. Dia pernah menyebut umrah sebagai akal-akalan (konspriasi) Saudi untuk mendapatkan devisa. Dia mengatakan pula bahwa umrah adalah ziarah yang mahal. Cukuplah ziarah kubur saja, menurut Zuhairi.
Patut disangka bahwa Zuhairi tidak senang dengan berbagai pelaksanaan syariat Islam yang terkait dengan Arab Saudi. Kalau dia jadi dianggkat sebagai Dubes di sana, dikhawatirkan dia akan menghadapi masalah dalam mengurusi umat yang pergi ke Saudi untuk empat tujuan seperti disebut tadi.
Dubes RI di Saudi harus intensif melakukan diplomasi kuota haji dan umrah. Juga harus aktif meleyani TKI dan mahasiswa yang khususnya kuliah di Madinah. Kalau Zuhairi ditempat di sana, sangat dikhawatirkan dia tak akan mampu merundingkan kepentingan haji, umrah dan kemahasiswaan.
Sebagai salah seorang cenderung sejalan dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), pandangan-pandangan Zuhari tentang kemazhaban dan syariat Islam banyak yang tidak bisa diterima oleh umat. Dalam konteks bercanda atau tidak, dia pernah mengatakan bahwa dirinya 99% Ahmadiyah.
Zuhairi pernah pula mengutarakan preferensinya agar suatu saat nanti orang Syiah diangkat menjadi menteri agama. Padahal, Zuhairi pastilah sangat paham bahwa masalah Syiah sangat sensitif di kalangan umat Islam Indonesia yang mayoritas mengikuti ‘ahlussunnah wal jamaah’.
Dari berbagai foto jejek digital, Zuhairi Misrawi pernah menghadiri acara Syiah di Iran. Salah satu foto menunjukkan bahwa dia dan mendiang Jalaluddin Rahmat (pentolah Syiah Indonesia) berada di ruang besar acara pertemuan Syiah di Iran.
Zuhairi adalah politisi PDIP. Beberapa kali pernah menjadi caleg partai yang pernah berusaha mengganti Pancasila dengan Eka Sila alias ‘gotong royong’ itu.
Dilihat dari habitat politiknya, publik bisa memahami bahwa Zuhairi merasa lebih nyaman berada di lingkungan yang tidak menyukai Ketuhanan Yang Maha Esa (KYME). Yang otomatis tidak menyukai umat Islam.
Perlu disampaikan kepada Presiden Jokowi dan Menlu Retno Marsudi bahwa Zuhairi Misrawi sangat berpotensi menjadi sumber konflik kalau dia ditugaskan sebagai Dubes di Arab Saudi.
26 Februari 2021
*) penulis adalah Penulis wartawan senior
sumber: suaraislam.id (26 Februari 2021) di nahimunkar.org (WAGroup ANIES GUBERNUR DKI)