Webinar Perpustakaan Nasional, Kenali Karakter Anak Didik Guna Bangun Gemar Membaca

Paparan Ketua Fordorum Sri Watini (foto atas kiri) dalam tangkapan layar webinar Perpustakaan Nasional. Foto: dok Fordorum

Perpustakaan Nasional RI kembali menyelenggarakan Webinar Pembudayaan Kegemaran Membaca, dengan tema Mengenal Karakter Anak Didik Guna Membangun Budaya Gemar Membaca secara virtual dari Jakarta melalui aplikasi zoom meeting, pada Senin (7/12/ 2020).

semarak.co-Ketua Forum Dosen, Guru dan Masyarakat (Fordorum) Sri Watini mengatakan, anak adalah pondasi masa depan penerus generasi bangsa, masa-masa observasi yang tidak mau berhenti belajar. Menurut Sri, literasi saat ini tidak sekedar membaca tulisan, aksara, sistem dan budaya.

Bacaan Lainnya

“Literasi lebih dari sekedar kemampuan baca tulis. Namun, lebih dari itu literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia,” kata Sri Watini sebagai narasumber webinar.

Sri Watini mengatakan, tiap anak memiliki cara yang beda dalam menerapkan literasi, eksistensi saat ini ketika tidak mampu menyampaikan secara tulisan maupun verbal. Kegiatan literasi menjadi suatu kewajiban bagi semua guru dan bidang studi.

Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengatakan, seringkali dalam mendidik anak, para orang tua menerapkan aneka peraturan yang ketat. Padahal, anak-anak adalah makhluk yang bebas yang seharusnya diperlukan sebagaimana kodratnya.

“Tidak semua orang memahami bagaimana membuat anak-anak gemar membaca. Bagaimana mereka punya kemampuan mengenal huruf, kata dan dapat menyampaikan pendapat,” ujar Syarif Bando sebagai keynote speaker.

Hal ini, lanjut Syarif Bando, memerlukan waktu dan pengorbanan bagi para orang tua. Anak-anak memiliki ruang-ruang keingintahuan yang mau tidak mau lingkungan sekitarnya harus memiliki kreativitas, seperti bagaimana ibu memiliki ide untuk menulis dalam lembaran dan kemudian si anak menyukai.

Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando dalam tangkapan layar webinar Mengenal Karakter Anak Didik Guna Membangun Budaya Baca. Foto: jurnas.com

“Durasi anak-anak di sekolah tidak lebih dari 30 persen. Sisanya, mereka lebih banyak memiliki waktu di rumah. Maka itu, penting dipahami bagi para orang tua agar jangan meletakkan harapan kemampuan anak hanya dari sekolah, melainkan di rumah dimana mereka memiliki banyak waktu,” tambah Syarif Bando dalam sambutannya.

Kajian Program for International Student Assessment (PISA) seperti yang dirilis UNESCO mengungkap posisi peserta didik Indonesia yang hanya 47,4% yang bisa mengakses buku pelajaran.

Di 2020, angka tersebut pasti mengalami penurunan lagi karena kondisi pandemi. Namun, tantangan berikutnya adalah bagaimana kebijakan study from home dan pengelolaan perpustakaan berbasis perpustakaan digital bisa menjangkau para siswa di rumah.

Pakar Literasi Informasi Anak Lucya Dhamayanti menjelaskan, literasi informasi adalah seperangkat kemampuan yang mengharuskan orang untuk memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan secara efektif menggunakan informasi yang diperlukan.

Literasi informasi harus diperkenalkan pada anak sejak usia dini bahkan sejak anak berada di dalam kandungan. “Bayi yang cenderung didengarkan selama dalam kandungan, pada masa toddler-nya sistem sarafnya mulai berkembang,” ujar Lucya dalam kesempatan yang sama.

Pada saat itulah mulai dapat dikenalkan buku melalui panca indra perabaan dan penglihatan. “Berikan pemahaman jika buku bukanlah ancaman melainkan hiburan. Meskipun sudah ada gawai modern menjadi kesenangan, membaca perlu menjadi prioritas,” paparnya.

Dengan mengenali buku anak akan memiliki pengalaman fisik terhadap buku. “Dan orang tua harus menyesuaikan buku bacaan yang sesuai dengan usia perkembangan anak dan kejadian yang melekat dengan kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.

Pustakawan Utama Perpusnas Adriana Zein menyampaikan untuk meningkatkan minat baca di lingkungan sekolah, pustakawan di perpustakaan sekolah harus memahami kebutuhan pembacanya, baik guru maupun siswa agar sejalan dengan yang diajarkan di sekolah.

Pustakawan memiliki peran untuk menanamkan keyakinan dan komitmen pada siswa bahwa melalui membaca akan memperoleh banyak keuntungan. Pustakawan harus berpikir kreatif bagaimana anak-anak mau memanfaatkan koleksi perpustakaan.

Lebih baik koleksi buku tidak ada di rak karena dipinjam daripada memenuhi rak tanpa dibaca. “Jadilah seperti malaikat, walau dalam keadaan sakit tetap memperlihatkan ekspresi yang ceria terhadap anak-anak supaya mereka menyenangi dan memanfaatkan koleksi kita dengan baik,” pungkasnya. (jur/smr)

 

sumber: jurnas.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *