Republik Rakyat China terus mempersiapkan diri untuk menghadapi perang besar di laut China Selatan yang bisa terjadi kapan saja. Kali ini pesawat tempur canggih China dipasangi rudal canggih jenis baru yang masih misterius. Namun diduga rudal tersebut adalah rudal anti-radiasi yang juga rudal anti-radar canggih.
semarak.co-Dilansir dari https defenseworld.net disebutkan bahwa sebuah video yang diposting Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAAF) baru-baru ini menunjukkan jet tempur tercanggih J-11BS yang dipersenjatai jenis rudal baru yang ke depannya juga untuk mempersenjatai jet tempur J-16D.
Sebuah program tayangan militer di China Central Television, Wei Hutang menyebutkan kalau rudal misterius itu adalah rudal anti-radiasi seperti AGM-88G buatan Amerika Serikat (AS) atau rudal anti-radar dari udara ke udara jarak jauh yang mampu menjatuhkan target bernilai tinggi seperti pesawat peringatan dini maupun kapal tanker udara.
Laporan Wei Hutang itu sendiri kemudian diunggah ulang oleh Komando Teater Timur PLA di Sina Weibo, Selasa (10/11/2020). Sedangkan majalah Institusi Ordnance Industry Science Technology (OIST) memperkirakan bahwa rudal tersebut adalah versi perbaikan dari rudal anti-radiasi CM-102 yang dibuat untuk diekspor China.
OIST menilai rudal tersebut menggunakan teknologi motor roket padat pulsa ganda yang digunakan pada PL-15 yang dapat menjangkau target jarak jauh. Artinya, pesawat tempur yang dipersenjatai rudal tersebut dapat menghancurkan sistem rudal pertahanan canggih milik musuh termasuk, sistem pertahanan rudal Rusia SM-6 dan S-400.
Dilanjutkan OIST, jika itu benar-benar rudal anti-radiasi, maka akan menjadi pasangan yang cocok untuk jet tempur perang elektronik baru China, yakni jet tempur J-16D yang sebelumnya sudah dilengkapi sistem rudal udara ke udara dan udara ke darat, berbagai pod peperangan elektronik.
Bahkan J-16D yang berkapasitas muatan besar lebih kuat dari EA-18G milik Angkatan Laut AS. Ahli penerbangan militer dan editor kepala majalah Aerospace Knowledge yang berbasis di Beijing, Wang Yanan mengatakan kepada Global Times bahwa Rudal anti radiasi China dapat memainkan peran penting dalam menghancurkan pesawat peringatan dini milik musuh, yang memancarkan radiasi berat.
“Karena pesawat peringatan dini biasanya beroperasi jauh dari zona panas pertempuran, sekitar 300 km jauhnya. Karena itu rudal anti radiasi baru harus memiliki jangkauan yang sangat jauh,” ujar Wang Ya’nan, Kamis (13/11/2020).
Sementara itu, pengamat militer Andreas Rupprecht mengatakan rudal tersebut sebagai bagian dari misi Suppression of Enemy Air Defenses (SEAD) China. SEAD sendiri adalah sebuah protokol militer untuk menekan pertahanan udara musuh, serta membuka jalan bagi pesawat yang lebih rentan termasuk pembom untuk terbang masuk ke wilayah musuh. Menurutnya, saat ini pesawat tempur J11-BS mampu mengimbangi pesawat tempur canggih AS F-22 atau SU-57 Rusia.
“Ini adalah berita besar. Selain menunjukkan untuk pertama kalinya pesawat tempur J-11BS dengan penanda visibilitas rendah. Namun yang mengejutkan adalah rudal baru yang sejauh ini tidak dikenal yang dibawa di bawah sayapnya. IMO ini kemungkinan besar ARM baru yang telah lama diharapkan,” tandas Rupprecht.
Di bagian lain Kementerian Luar Negeri China mengancam akan membalas setiap langkah yang mengacaukan kepentingan utamanya, menyusul pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo yang menyebut Taiwan bukan bagian dari China.
Ketika berbicara di Beijing, Jumat, Juru Bicara Kemlu China Wang Wenbin mengatakan Taiwan adalah bagian yang tidak dapat dipindahtangankan dari China, dan bahwa Pompeo semakin merusak hubungan China dan AS.
“Kami dengan sungguh-sungguh memberi tahu Pompeo dan orang-orang sejenisnya, bahwa setiap perilaku yang merusak kepentingan inti China dan mengganggu urusan dalam negeri China akan ditanggapi dengan serangan balik yang tegas oleh China,” tegasnya seperti dikutip Reuters, Jumat (13/11/2020).
China telah menjatuhkan sanksi kepada perusahaan AS yang menjual senjata ke Taiwan, dan menerbangkan jet tempur di dekat pulau itu ketika pejabat senior AS mengunjungi Taipei tahun ini.
Pemerintah Republik China yang kalah melarikan diri ke Taiwan pada 1949 setelah kalah dalam perang saudara dengan kelompok komunis, yang mendirikan Republik Rakyat China.
Juru bicara kementerian luar negeri Taiwan, Joanne Ou, berterima kasih kepada Pompeo atas dukungan menlu AS itu. “Republik China di Taiwan adalah negara yang berdaulat, merdeka, dan bukan bagian dari Republik Rakyat China. Ini adalah fakta dan situasi saat ini,” ujar dia.
Sebelumnya, Pompeo mengatakan bahwa Taiwan tidak menjadi bagian dari China. “Itu diakui dengan pekerjaan yang dilakukan pemerintahan (mantan presiden AS) Reagan untuk menjabarkan kebijakan yang telah ditaati Amerika Serikat selama tiga setengah dekade,” kata dia dalam wawancara radio di AS pada Kamis (12/11/2020).
China menganggap Taiwan sebagai masalah paling sensitif dan penting dalam hubungannya dengan AS, dan telah dibuat marah oleh peningkatan dukungan pemerintahan Trump untuk pulau yang diklaim China namun diperintah secara demokratis itu.
AS terikat oleh hukum untuk memberi Taiwan sarana untuk membela diri, dan secara resmi hanya mengakui posisi China bahwa Taiwan adalah bagian darinya, daripada secara eksplisit mengakui klaim China. (net/smr)