Masyarakat Makin Takut Berpendapat, ProDEM Serukan Pro Demokrasi Bangkit Lawan Kesewenangan Rezim

Ilustrasi pembungkaman pendapat. foto: indopos.co.id

Penangkapan polisi terhadap beberapa aktivis pro demokrasi bersuara kritis mengejutkan banyak pihak. Salah satunya Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) yang langsung menyerukan supaya seluruh aktivis ProDEM bangkit melawan kesewenangan penguasa (rezim).

semarak.co-Seruan itu disampaikan Ketua Majelis ProDEM Iwan Sumule menyikapi penangkapan terhadap aktivis vokal yang juga pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana.

Bacaan Lainnya

Menurut Iwan, walau ProDEM dan KAMI memiliki sejumlah perbedaan pandangan, namun pihaknya tetap mengeluarkan maklumat tegas berisi seruan kepada seluruh aktivis ProDEM di Indonesia supaya bangkit melawan kesewenang-wenangan penguasa. Khususnya, terkait penangkapan aktivis-aktivis yang kritis.

“Saya mengajak para aktivis untuk bersama-sama menegakkan keadilan dan mewujudkan demokratisasi di Indonesia,” ujarnya sebagaimana dikutip dari rmol.id, Selasa (13/10/2020).

Walau ada beberapa hal ProDEM tidak sejalan dengan KAMI, tapi saya serukan kepada seluruh aktivis ProDEM di seantero republik untuk bangkit melawan kesewenang-sewenangan dan kebrutalan rezim Jokowi, yang telah melakukan penangkapan-penangkapan terhadap aktivis-aktivis yang kritis dan tidak sejalan dengan penguasa.

Terkait penangkapan terhadap Syahganda yang merupakan Sekretaris Komite Kerja KAMI pada Selasa dini hari (13/10/2020) pukul 04.00 WIB, Iwan mengaku sangat terkejut. “Saya sangat terkejut mendengar kabar bahwa subuh tadi sekitar jam 04.00-an telah terjadi penangkapan terhadap Bung Syahganda Nainggolan,” kata Iwan.

Ia pun mendesak agar polisi untuk segera membebaskan seluruh aktivis. Utamanya mereka yang bersuara kritis kepada penguasa. Alasannya, pembungkaman semacam ini tidak lain mirip dengan gaya Orde Baru di bawah Soeharto yang cenderung diktator dan anti kritis.

“ProDEM meminta pihak kepolisian agar membebaskan seluruh aktivis dan menghentikan penangkapan-penangkapan terhadap aktivis karena bersuara kritis kepada penguasa,” pungkasnya.

Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan sebanyak 21,9% responden setuju bahwa warga Indonesia semakin takut dalam menyampaikan pendapat.

“Terkait setuju atau tidak dengan pendapat bahwa warga makin takut menyatakan pendapat, yang mengatakan setuju dengan pendapat ini 21,9 persen,” ujar Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif IPI dalam konferensi pers virtual, Minggu (25/10/2020).

Menurut Burhanuddin, publik yang merasa agak setuju dengan pendapat tersebut 47,7 persen dan 22% responden kurang setuju. Sedangkan, responden yang tidak setuju sama sekali dengan pendapat tersebut mencapai 3,6% dan tidak tahu atau tidak jawab (TT/TJ) 4,9%.

Dengan temuan ini, mayoritas publik saat ini cenderung atau sangat setuju dengan pendapat bahwa orang semakin takut mengutarakan pendapatnya. Burhanuddin menuturkan, temuan ini menjadi alarm bagi pemerintah karena masyarakat mulai takut berbicara.

Padahal, dalam konteks demokrasi partisipatoris deliberalis, apapun kondisinya warga harus mendorong untuk berbicara. “Terlepas berkualitas atau tidak berkualitas ataupun pendapat mereka pro atau kontra dalam demokrasi harus mendapatkan tempat yang sama dengan mereka yang pro terhadap pemerintah sekarang,” terang dia.

Adapun, survei tersebut dilakukan sejak 24 hingga 30 September 2020 terhadap 1.200 responden secara acak dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Metode survei dilaksanakan melalui wawancara telepon dengan margin of error kurang lebih 95 persen. (pos/smr)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *