Pertemuan antara GNPF MUI dengan Presiden Jokowidodo yang didampingi Menkopolhukam dinilai banyak melahirkan banyak pertanyaan public. Salah satunya yang keluar dari mulut Presiden Jokowi bahwa akan memberikan tanah jutaan hektar bagi umat Islam. Jika ini keluar dari hati yang paling dalam dan dengan kesadaran yang tinggi, maka betapa mulianya hati Jokowi dan ini patut di aprisiasi semua pihak.
Ketua Umum FAKTA (Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan) H. Anhar Nasution mempertanyakan, tanah yang mana akan diberikan tersebut. Belakangan presiden memaksa agar Kementrian ATR/BPN harus menyelesaikan 5 juta sertipikat setiap tahunnya. Lalu, beranikah Jokowi mengeluarkan PERPU untuk mengeksekusi Tanah Terlantar yang sudah Kadung dikuasai pengusaha-pengusaha besar asing dan Aseng.
“Jika tidak berani? Maka jangan sekali-sekali menjanjikan akan membagikan tanah bagi rakyat. Itu pasti akan sia-sia dan bohong belaka,” sindir Anhar dalam rilisnya, Senin (3/7).
Terkait sertifikat, lanjut Anhar, itupun nyaris tidak terpenuhi mengingat juru Ukur di BPN itu sangat minim. Maka presiden pun memerintahkan menambah anggaran bagi lembaga ini. Namun konon, kutip Anhar, sampai saat ini sudah pertengahan Tahun Anggaran belum turun juga. Sementara petugas-petugas ukur dan administrasi di hampir setiap Kantor Pertanahan di Kabupaten tertentu yang menjadi proyek percontohan sudah sangat sibuk kerja siang malam 24 Jam yang katanya atas perintah presiden.
“Petugas jadi pontang panting melaksanakan perintah itu. Namun jadi timbul pertanyaan? Dari mana Petugas-petugas itu mendapatkan uang untuk biaya pelaksanaannya. Apakah ada subsidi silang dari pimpinan atau jangan-jangan bantuan dari pihak ketiga. Tentu ini tidak boleh,” kecam Anhar, mantan Pimpinan PANJA PERTANAHAN Komisi II DPR.
Seharusnya, lanjut dia, presiden lebih mengutamakan Penertiban Tanah Tanah Terlantar dan yang diterlantarkan pemilik. Baik itu HGB atau Pemilik HGU yang terlanjur mendapatkan Lahan dengan luas yang sangat fantastik. “Kita pernah mendengar PT SINAR MAS memiliki HGU sampai 5 Juta Ha. Sementara perusahaan milik Negara, seperti PTPN yang berjumlah 14 perusahaan hanya memiliki lahan 1.2 juta Ha dari total keseluruhan luas lahan PTPN. Bisa dibandingkan dengan perusahaan swasta tersebut,” ulasnya.
Anhar berkeyakinan luas lahan milik swasta yang begitu besar pasti ada yang belum tergarap atau dengan kata lain diterlantarkan. Lahan yang seperti ini seharusnya menjadi perhatian serius presiden. UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1969 pasal 34 berbunyi HGU Hapus. Hanya saja selanjutnya UNdang Undang ini di Tindaklanjuti dgn Peraturan Pemerintah ( PP No 11 Tahun 2010) Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Peraturan Kepala BPN RI No 4 Tahun 2010 Tentang Tatacara Penertiban Tanah Terlantar.
Kenyataannya BPN Selama ini selalu saja gagal meng eksekusi Tanah Terlantar dan yang Diterlantarkan oleh Pemilik nya. Hal ini dikarenakan Pemilik melakukan Gugatan Ke PTUN dan Selalu saja dimenangkan Oleh Pemilik HGU/HGB tersebut. Atau ada yg mandek di tengah jalan mungkin saja ada kongkalikong dengan Petugas BPN.
Sebagai gambaran saat kepemimpinan Joyo Winoto telah didata terdapat 7 juta Ha Tanah Terlantar Namun sampai akhir masa jabatannya tidak sampai 1% yg berhasil dicabut haknya. Ini dikarenakan HaK Keperdataan Seseorang Merupakan Hak Dasar yang diatur oleh Undang Undang sehingga kekuatan Hak nya sangatlah Kuat.
Jadi Seharusnya, sindir dia, jika Jokowi sungguh-sungguh ingin menertibkan Tanah Terlantar dan selanjutnya diberikan kepada rakyat dalam hal ini petani. Apalagi menurut Jokowi, kutip Anhar, akan dibagikan kepada umat Islam. Seharusnyalah presiden berani mengeluarkan PERPU sebagai penguat dan pelaksana Eksekusi dari Amatat UUPA No 5 Tahun 1960 tersebut. Jika ini dilakukan pasti akan mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat, terutama umat Islam,” ujarnya.
Dengan adanya isue akan ada resufel cabinet, lanjut dia, seyogianya presiden mencari orang-orang yang ahli di bidang Hukum Pertanahan dan Administrasi Pertanahan. Jika perlu beri kepercayaan kepada pejabat-pejabat karier yg berpengalaman dan tahu betul menyelesaikan soal-soal kasus pertanahan. Mengingat Kementrian ATR/BPN RI ini adalah lembaga Tehnis kurang pas jika diberikan kepada orang politik. Apalagi yg tidak memahami dan memiliki dasar ilmu hukum dan ADM pertanahan. (lin)