Chandra Purna Irawan SH, MH pengacara Sugi Nur Raharja alias Ustadz Gus Nur yang ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menilai ada kejanggalan dalam penangkapan terhadap kliennya yang dilaporkan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cirebon, Jawa Barat terkait ujaran kebencian.
semarak.co-Setelah ditangkap di rumahnya di Malang Jawa Timur, terang Chandra, kliennya langsung dibawa ke Bareskrim Polri untuk menjalani penyidikan yang berlangsung hingga Sabtu tengah malam (24/10/2020). Setelah disidik Gus Nur langsung ditahan.
“Penyidik tetap melakukan penahanan terhadap beliau meski kuasa hukum telah mengajukan agar tidak ditahan,” kecam Chandra seperti dikutip indopos.co.id, Minggu (25/10/2020).
Saat ditangkap, kata dia, kliennya belum tahu statusnya sebagai tersangka. “Hal ini berdasarkan surat yang diberikan aparat kepolisian yang melakukan penangkapan, yang hanya memberikan surat penangkapan dan surat tanda terima barang bukti,” kata Chandra yang Sekjen LBH Pelita Umat.
Dilanjutkan Chandra, kliennya ditangkap tanpa proses pemeriksaan awal. Namun Gus Nur baru diperiksa dan diambil keterangan setelah ditangkap dan dibawa ke Mabes Polri.
“Semestinya tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan bila tersangka tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar, dan mangkir setelah dipanggil dua kali berturut-turut oleh penyidik,” lontar Chandra.
Ia pun menyodorkan dasar hukum atas pendapatnya itu, yakni penangkapan seharusnya mengacu pada Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 227 ayat (1) KUHAP. “Sebelum melakukan penangkapan, penyidik harus memanggil seseorang dengan patut sebagaimana dalam Pasal 112 ayat (2) KUHAP,” tegasnya.
Semestinya Gus Nur tidak dapat dengan serta merta dikenai upaya paksa berupa penangkapan. Hal itu, menurut Chandra karena ada syarat-syarat tertentu yang diatur Perkap No. 14 Tahun 2012.
Seperti ketentuan di Pasal 36 ayat (1) Perkap tersebut yang menyatakan tindakan penangkapan terhadap seorang tersangka hanya dapat dilakukan berdasarkan dua pertimbangan yang bersifat kumulatif (bukan alternatif).
Pertimbangan pertama adalah adanya bukti permulaan yang cukup yaitu laporan polisi didukung dengan satu alat bukti yang sah dengan turut memperhatikan ketentuan Pasal 185 ayat (3), Pasal 188 ayat (3) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP.
Kedua, Tersangka telah dipanggil dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar. “Sedangkan Gus Nur menurutnya belum pernah dipanggil secara patut dan wajar, tetapi langsung ditangkap dan baru diperiksa serta diambil keterangan setelah ditangkap,” tandas Chandra.
Sementara itu, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon menilai penangkapan terhadap Gus Nur mirip cara-cara yang dipakai di zaman penjajahan Belanda. “Penangkapan-penangkapan seperti ini mirip seperti di zaman penjajahan Belanda dan Jepang dulu,” tulis Fadli Zon di akun twitternya, Sabtu (24/10/2020).
Wakil Ketua DPP Partai Gerindra ini mempertanyakan sudah berapa banyak orang-orang yang ditangkap akibat UU ITE tersebut. “Harus ada yang mendata dan mencatat bahkan membukukan sudah berapa banyak orang ditangkap karena UU ITE yang diinterpretasikan seperti ini. Jelas ini penistaan terhadap konstitusi, demokrasi dan hak asasi manusia,” kicau Fadli. (net/pos/smr)