Plastik merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang tidak bisa dihindari dari kehidupan sehari-hari. Data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia merupakan penghasil sampah plastik kedua terbesar didunia bahkan penggunaan plastik di Indonesia mencapai lebih dari 1 juta permenit.
Salah satu contoh yang menggunakan pengemasan berbahan dasar plastik adalah industri pangan, sehingga mengakibatkan meningkatnya jumlah limbah plastik. Bahaya yang dapat ditimbulkan dari pengemasan plastik antara lain dapat menyebabkan polusi lingkungan, unbiodegradable, mahal dalam daur ulang dan tercemarnya bahan pangan yang dikemas karena adanya zat-zat tertentu yang termigrasi kedalam bahan pangan.
Kondisi tersebut ditanggapi oleh salah satu mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas PGRI Semarang, yakni Aufa Salsabila. Aufa mengatakan, “kondisi tersebutlah yang melatarbelakangi kami untuk menciptakan inovasi baru dengan melakukan penelitian pembuatan plastik yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah kulit pisang kepok”.
Sementara itu pemanfaatan kulit pisang kepok belum dapat dikelola dengan baik, biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Pasalnya menurut banyak orang kulit pisang merupakan limbah hasil industri pengolahan pangan yang tidak bernilai ekonomi dan ramah lingkungan.
Namun, di tangan keempat TIM PKM-PE Universitas PGRI Semarang, yakni Aufa Salsabila, Winda Tona Revilia dan M. Hasan Anwar dari program studi Pendidikan Biologi, serta Rukayah dari program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, limbah kulit pisang kepok disulap menjadi lembaran edible film atau kemasan yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan dan dapat dimakan sekalian dengan produknya.
Kulit pisang kepok banyak mengandung senyawa pektin, kenyataannya pektin merupakan salah satu komponen dari hidrokoloid sehingga dapat digunakan untuk membuat kemasan pangan yang biodegradable. “Berdasarkan data jurnal menunjukkan bahwa kulit pisang kepok mengandung pektin berjumlah 0,75 gram dari 6 gram berat kering kulit pisang kepok.
Sehingga pektin tersebut dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan edible film. Pemberian sorbitol juga ditambahkan dalam pembuatan edible film untuk memberikan sifat plastik dan elastis”, ungkapnya dalam rilisnya diterima semarak.co, baru-baru ini.
Salah satu uji yang telah dilakukan dalam penelitian tersebut adalah uji biodegradasi. Uji biodegradasi dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan biodegradable film terhadap mikroba pengurai, kelembaban tanah, suhu, dan faktor fisiko kimia yang terdapat pada tanah. Tim PKM-PE Universitas PGRI Semarang menggunakan tanah sebagai pembantu proses degradasi atau yang disebut dengan teknik soil burial test, yaitu dengan metode penanaman sampel dalam tanah dengan menggunakan pot.
Hasil uji biodegradasi menunjukkan bahwa edible film berbahan dasar pektin kulit pisang kepok dengan penambahan sorbitol dapat terdegradasi sempurna selama 10 hari yang ditandai dengan kerusakan lembaran biodegradable edble film. Edible film terdegradasi secara sempurna sehingga tidak terlihat lagi atau menyatu dengan tanah. Padahal produk plastik umumnya membutuhkan waktu selama ratusan tahun untuk dapat terdegradasi.
Biodegradable edible film yang dihasilkan bersifat mudah terurai, disebabkan karena bahan baku yang digunakan adalah bahan baku yang mudah berinteraksi dengan air dan mikroorganisme serta sensitif terhadap pengaruh fisiko kimia. Produk yang telah dibuat oleh TIM PKM-PE Universitas PGRI Semarang ini juga telah mendapatkan hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM (KEMENKUMHAM) RI Wilayah Jawa Tengah. (zim)