Surat kabar daerah di Prancis bernama La Nouvelle Republique dilaporkan menerima ancaman di media sosial setelah mempublikasikan karikatur Nabi Muhammad pada halaman muka.
semarak.co-Pada 18 Oktober 2020, La Nouvelle Republique menerbitkan ulang sketsa gambar Nabi Muhammad dari majalah Charlie Hebdo untuk menyoroti ancaman dari kelompok ekstremis Islam menyusul pembunuhan guru sejarah Prancis bernama Samuel Paty pada pekan lalu.
Berdasarkan keterangan salah satu jurnalis koran La Nouvelle Republique, Christophe Herigault mengatakan kepada BFM TV bahwa pihaknya mendapatkan reaksi positif atas penerbitan itu dengan dalih kebebasan berpendapat dan demokrasi, namun sejumlah komentar lainnya bernada ancaman.
“Ada empat sampai lima ancaman, khususnya di Facebook, yang membuat kami mengajukan permohonan yudisial sebagai jalan satu-satunya,” ujar Herigault seperti dikutip Reuters, Rabu (21/10/2020).
Pembunuhan Samuel Paty disinyalir juga terkait dengan kasus kartun Nabi yang dalam kepercayaan Islam, gambaran apapun dari Nabi Muhammad merupakan penistaan.
Seperti diberitakan, Paty dipenggal pada siang hari di luar sekolahnya di pinggiran kota Paris oleh remaja 18 tahun, usai dirinya menunjukkan kartun seorang pria telanjang yang menurutnya Nabi Muhammad kepada muridnya di kelas dengan alasan kebebasan berekspresi, yang memicu kemarahan orang tua murid Muslim.
Polisi kemudian menembak mati pelaku pemenggalan. Peristiwa yang terjadi pada Paty itu menjadi sorotan di Prancis serupa dengan penyerangan maut di kantor majalah Charlie Hebdo yang terjadi lima tahun silam.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan telah meminta otoritas daerah agar menugaskan polisi untuk menjaga masjid di Kota Bordeaux dan Beziers di barat daya Prancis menyusul adanya ancaman atau tindakan kekerasan. “Tindakan semacam itu tidak dapat diterima di tanah Republik,” tulis Darmanin di akun Twitter pada Rabu (21/10/2020).
Radio France bleu melalui situsnya pada Selasa malam melaporkan bahwa pimpinan masjid Ar-Rahma di Kota Bezier menyampaikan laporan kepada polisi menyusul pesan kebencian di Facebook, termasuk seruan untuk membakar masjid.
Ancaman itu muncul hanya beberapa hari setelah remaja Chechnya memenggal seorang guru sejarah Prancis karena memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad di kelas di salah satu sekolah menengah di barat laut Prancis.
France bleu menampilkan sebuah pesan Facebook, yang telah dihapus, yang mendesak agar penghormatan diberikan kepada guru korban pemenggalan dengan cara membakar masjid Beziers.
Perdana Menteri Jean Castex mengatakan kepada parlemen bahwa Prancis membutuhkan UU yang melarang membahayakan nyawa orang lain melalui jaringan media social, pada Selasa (13/10/2020).
Sebanyak tujuh orang, termasuk dua anak di bawah umur diserahkan kepada hakim dalam sehari sebagai bagian dari penyidikan kasus pembunuhan guru sejarah di Prancis, Samuel Paty, demikian keterangan seorang pejabat kantor kejaksaan anti teroris.
Paty tewas dipenggal pada siang hari 16 Oktober di luar sekolahnya di wilayah pinggiran Paris oleh seorang remaja 18 tahun asal Chechnya. Polisi kemudian menembak mati pelaku.
Penyidik menyebut pelaku itu melakukan aksi balas dendam atas korban yang menunjukkan gambar karikatur seorang pria telanjang yang disebut sebagai Nabi Muhammad di kelas dengan alasan kebebasan berekspresi sedangkan dalam kepercayaan Muslim, gambaran apapun dari Nabi Muhammad merupakan suatu penistaan.
Seorang orang tua siswa yang mengunggah video tuduhan bahwa Paty menggunakan karikatur tersebut di kelas adalah satu di antara tujuh orang yang diserahkan kepada hakim.
Ketua Majelis Rendah Parlemen Prancis yang juga mantan guru Richard Ferrand mengatakan kepada BFM TV bahwa orang tua harus menjauh dari urusan sekolah dan tidak ikut campur dengan urusan para guru. Harus ada penyerahan otoritas secara penuh kepada para guru.
Kejaksaan menyebut bahwa pelaku sempat menghampiri para siswa di luar sekolah dan meminta mereka menunjukkan Paty selagi ia keluar untuk pulang ke rumah.
Dua dari siswa tersebut menjadi bagian dari mereka yang diserahkan, juga termasuk Abdelhakim Sefrioui dari Perkumpulan Syekh Yassine yang penutupannya akan diputuskan kemudian oleh kabinet Prancis. (net/smr)