Ketua Umum Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan (FAKAP) Anhar Nasution menilai hiruk pikuk politik yang terjadi belakangan mengindikasikan ketidak mampuan para pemimpin bangsa ini untuk mensejahterakan Rakyat. Mantan anggota Komisi III DPR 2003-2009 mengatakan, pertengkaran KPK dan DPR khususnya di komisi III semakin menambah panjang rentetan ketidak harmonisan antarlembaga dengan pemerintahan Joko Widodo.
“Apakah hanya karena kasus e-KTP yang melibatkan sederet anggota DPR dan bahkan nama Ketua KPKnya ikut disebut-sebut. Kondisi ini menandakan rendahnya moral dan akhlak pemimpin bangsa ini,” ujar Anhar dalam rilisnya kepada semarak.co, baru-baru ini.
Jika isu atau informasi yang sudah beredar benar demikian, lanjut Anhar, jangan-jangan negara ini sudah menjadi kampung maling. “Nah kalau demikian siapa lagi yang akan kita harapkan jadi ustadznya?” tanya Anhar pesimistis bahkan skeptis menilai negara ini akan bertambah sehat.
Bahkan jika tidak ada solusi jitu, nilai dia, bisa jadi negara terpuruk. Kalau Ketua KPK bersih dan beberapa Anggota DPR bersih kenapa takut dan alergi dengan dibentuknya Pansus Angket KPK? “Kondisi ini kan sejajarnya biasa saja disikapi sebagai bentuk pengawasan oleh DPR terhadap semua lembaga negara dan lembaga pemerintah yang menggunakan uang rakyat dalam pelaksanaannya,” kecamnya.
Hak Angket itu, kata dia, hak untuk menyelidiki suatu keadaan yang dianggap kurang tepat atau terjadi penyimpangan yang dilakukan lembaga pemerintah atau lembaga negara. “Nah hal itu harusnya disikapi biasa saja jika bersih kenapa risih? Namun saya menilai ini sebagai langkah awal dan langkah positive oleh DPR yang membuka pintu selebar-lebarnya pada masyarakat untuk terlibat dan ikut serta mengawasi sistem bernegara,” ujarnya.
Untuk itu Anhar menyambut baik dan mendorong agar Pansus Hak Angket KPK ini tidak terbatas pada masaalah kasus e-KTP semata. Lebih jauh kami mendesak agar perlu segera mengangkat kembali kasus-kasus besar seperti kasus BLBI yang merampok uang rakyat triliunan rupiah. Sehingga membebani APBN setiap tahunnya,” paparnya.
Begitu pula kasus kasus lain, lanjut dia, seperti Century dan Sumber Waras. “Kami mendesak Pimpinan KPK harus merespon apa yang menjadi perhatian dan harapan publik. Jangan sampai terkesan KPK hanya mengungkap kasus-kasu ecek-ecek yang lebih banyak bersilat politik dan terkesan sesuai pesanan. Ingat KPK itu telah banyak menghabiskan uang rakyat. Namun yang dihasilkan tidak sebanding dengan kinerja dan dana yang dikeluarkan karena lebih mengutamakan pada kasus-kasus kecil saja,” urainya.
Menurut Anhar, KPK adalah lembaga adhock bersifat sementara. Jika suatu saat rakyat tidak menganggap penting lagi keberadaan KPK itu bisa dan harus dibubarkan. “Jangan kemudian lantas KPK menghimpun masyarakat atau yang belakangan ini terdapat dukungan dari sekitar 187 orang profesor guru-guru besar kampus yang memberikan dukungan pada KPK,” sindirnya.
Anhar menilai upaya itu konyol dan tidak perlu dilakukan. Anhar mencurigai jangan jangan 187 profesor itu ada yang hanya dicantumkan namanya saja dan tidak mengerti permasaalahan yang dihadapi. Menurut Anhar upaya itu kurang elok, apa lagi ada kesan Ketua KPK minta dukungan dari presiden dan ini lebih lucu lagi. Anehnya lagi bisa-bisanya pimpinan KPK mempertontonkan bermesraan dengan birokrat termasuk presiden sambil jalan-jalan keluar negeri,” kecamnya.
Suatu perlakuan tidak etis. Untuk itu. Anhar mendesak Pansus jika lembaga negara yang satu ini sudah merasa super body tidak koperatif bahkan cenderung membangkang segera dibuat Surat dan laporkan kepada Komisi III sebagai mitra kerja KPK agar tidak melakukan RDP dan tidak membahas anggaran untuk lembaga ini pada tahun anggaran berikut.
Langkah itu dinilai Anhar adalah langkah politik hukum yang paling tepat dan jika perlu agar KPK itu melaporkan pemanfaatan penggunaan dana-dana bantuan dari pihak ke III atau bahkan dana bantuan dari pihak asing jika disinyalir diterima oleh lembaga ini. Karena itu jelas tidak dibenarkan UU dan diharamkan lembaga pemerintah atau lembaga negara yang mendapatkan anggaran dari negara kemudian menerima bantuan dari dari pihak ketiga. Hal ini pulalah yang harus diusut tuntas dan siapa saja pimpinan KPK yang menerimanya harus masuk Panja. (lin)