JAKARTA-Diskusi Publik Muhammadiyah Economic Outlook dengan tema proyeksi dan dinamika perekonomian Indonesia 2017, yang diselenggarakan oleh Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah memberikan pandangan terhadap evaluasi ekonomi yang terjadi di tahun 2016 dimana indikator kinerja makro ekonomi Indonesia menunjukkan, perekonomian nasional belum tumbuh sesuai harapan. Hal ini nampak dari dari target awal pertumbuhan yang ditetapkan 5,3% yang kemudian dilakukan koreksi menjadi 5,1%. Hingga triwulan-3 2016, pertumbuhan ekonomi secara kumulatif 5,04%.
Dalam konteks kawasan, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif masih bagus. Dari sisi inflasi juga relatif tetap terjaga di angka 3,5%. Disatu sisi, meskipun kinerja makro ekonomi secara kuantitatif masih menggembirakan, dari sisi kualitas kinerja perekonomian masih menyisahkan beberapa tantangan yang harus dicarikan solusinya. Demikian peryataan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Ekonomi Dr. Anwar Abbas dalam pandangannya di Jakarta.
Kehadiran Muhammadiyah, kata Anwar Abbas, sebagai gerakan sosial dan keagamaan yang senantiasa bekerjasama, mendukung, dan mengkritisi kebijakan pemerintah, termasuk di bidang ekonomi. “Muhammadiyah berpandangan bahwa pembangunan ekonomi harus berpegang pada spirit konstitusi yang didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,”ujarnya.
Sementara Moh. Nadjikh, Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah dalam kesempatan yang sama, menegaskan, beberapa tantangan atas kondisi perekonomian saat ini yang dihadapi bagsa diantaranya terkait dengan kesenjangan ekonomi sektoral, sosial, maupun antar kelompok pendapatan.
Hal ini mendorong pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dengan meningkatkan akses kelompok masyarakat terhadap berbagai sumber daya ekonomi produktif harus diupayakan lebih serius, tertata, dan berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini masih terpinggirkan.
Untuk itu, Nadjikh memandang, Muhammadiyah perlu hadir untuk bisa berperan aktif dalam mendorong perekonomian nasional yang lebih berkeadilan, meningkatkan daya saing sektor-sektor potensial yang belum digarap serius, seperti pertanian, perikanan, UMKM, dan industri kreatif. “Kami akan berupaya, bagaimana agar keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia bisa lebih berdaya saing?” kata Moh. Nadjikh.
Dalam kajian MEK PP Muhammadiyah yang dilakukan para ekonom Muhammadiyah seperti Bambang Setiadji, Nazarrudin Malik, Hendri Saparini, Arief Supari dan Mukhaer Pakkana, menilai, selama ini berkaitan tentang realitas perekonomian dimana tren ketimpangan ekonomi masyarakat semakin akut sejak era reformasi. Sektor pertanian dan kelautan sebagai basis ekonomi rakyat peran sektoralnya terus menurun. Kontribusi di sektor pertanian pada PDB menurun dari 15,19 persen menjadi 14,43 persen. Bahkan peran sektor kelautan hanya 3%. Di sisi lain 38,07 juta orang atau 26,14 juta rumah tangga yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Ironisnya, impor produk pertanian terus melonjak dari US$3,34 miliar hingga hampir 5 kali lipat menjadi US$14,90 miliar.
Diperparah lagi, kesenjangan antar kelompok pendapatan juga semakin memprihatinkan. Bagimana mungkin 50 orang terkaya di Indonesia kekayaannya mencapai Rp1.236 triliun atau 13% PDB? Bagaimana rasa keadilan ekonomi jika 0,2 persen penduduk, menguasai 66 persen aset lahan nasional? data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA, 2015), sekitar 35 persen daratan Indonesia dikuasai 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341 kontrak karya pertambangan, dan 257 kontrak pertambangan batubara.
Peranan UMKM dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional juga sangat strategis. Kontribusinya terhadap PDB mencapai 60,34 persen, dengan serapan tenaga kerja 97,22%. Ketidakseimbangan antara kue ekonomi yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja menjadikan produktivitas UMKM juga relatif masih rendah.
Dalam konteks ini Muhammadiyah memandang, jika proses ketimpangan ini dibiarkan dikhawatirkan memunculkan eksplosi sosial skala masif. Oleh karena itu Muhammadiyah, mengusulkan kebijakan redistribusi ruang dan tanah agar mencapai sasaran negara dalam pemerataan kemakmuran. (lin)