Keberadaan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) kembali menuai sorotan. Pasalnya, terlalu banyak bidang di dalam tim tersebut. Dampaknya, mesin birokrasi tidak berjalan maksimal dalam melayani masyarakat Jakarta.
semarak.co-Mantan Ketua DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Boy Bernadi Sadikin mengatakan, TGUPP saat ini terlalu gemuk. Sebaiknya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunggu kondisi normal untuk memfungsikannya.
“Harusnya TGUPP bisa bantu kelancaran tugas gubernur, kenyataan justru sebaliknya. Kerja TGUPP tak sesuai tugas dan wewenang yang diatur Pergub No. 16/2019. Di TGUPP banyak bidang, seperti bidang hukum dan reklamasi pantura. Nah, sisa yang lain bubarkan saja,” pinta Boy Sadikin pada wartawan di Jakarta, Minggu (9/8/2020).
Menurut Boy, cukup 20 orang saja untuk membantu gubernur. “Terlalu banyak orang jadi pemborosan anggaran. Birokrasi malah jadi tidak kerja maksimal,” ujar Boy, mantan Ketua Relawan Pemenangan Anies-Sandi di Pilgub DKI 2017.
Pemprov DKI juga perlu mengambil langkah strategis seperti yang dilakukan Presiden Jokowi yang membubarkan 18 lembaga. Hal itu tentunya terkait dengan efektivitas dan efesiensi anggaran dalam kondisi saat ini.
“Ini seharusnya bisa dilakukan Gubernur Anies di lingkungan Pemprov DKI, satu di antaranya dengan membubarkan atau mengurangi bidang di TGUPP,” tandas putra mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Seperti diketahui, lembaga yang dibubarkan Jokowi terdiri dari tim kerja, badan hingga komite bahkan pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga yang dibubarkan itu dialihkan.
Sebagian besar lembaga yang dibubarkan dialihkan fungsi dan tugasnya ke kementerian terkait. Ada juga yang dialihkan ke Gugus Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional. Ada indikasi keberadaan TGUPP menghambat pelayanan kepada masyarakat.
“Yakni sejumlah kasus sengketa lahan antara warga (ahli waris) dengan Pemprov DKI yang tak kunjung tuntas meskipun sudah ada keputusan inkracht memiliki kekuatan hukum tetap,” ungkapnya.
Antara lain, rinci dia, kasus sengketa pembayaran sewa gedung di Jalan Pintu Besar Selatan No. 67, Jakarta Pusat, antara Bank DKI kontra ahli waris The Tjin Kok yang putusannya telah inkracht (memiliki kekuatan hukum tetap).
Dalam perkara ini, penggugat (ahli waris The Tjin Kok) telah mengajukan permohonan lelang eksekusi kepada PN Jakpus untuk gedung Bank DKI di Jalan Juanda III No. 7-9.
PN Jakpus juga telah menegur Bank DKI dan Gubernur (aanmaning) agar tergugat I dan II tersebut melaksanakan isi putusan secara sukarela dalam waktu delapan hari sesuai pasal 196 HIR/207 Rbg. “Kasus ini tidak tuntas, padahal putusannya telah inkracht,” ungkap Boy yang juga mantan waki ketua DPRD DKI Jakarta.
Kemudian, putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan perdata ahli waris Aria Jipang soal lahan seluas 6.393 meter persegi di Jalan Danau Tondano, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
Lahan itu sendiri selama ini sudah dimanfaatkan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta sebagai lapangan sepak bola. “Ini namanya menzolimi rakyat. Terindikasi karena adanya permainan di TGUPP. Sehingga gubernur mendapatkan masukan yang tidak sehat,” tegas mantan Ketua DPRD DKI Jakarta.
Mahkamah Agung sebelumnya memenangkan gugatan ahli waris Aria Jipang berdasarkan Putusan No 1535/PDT/2016 tanggal 8 November 2016. Putusan MA tersebut menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No 173/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Tim tanggal 1 Juni 2011.
Putusan MA sejak 2016, tapi hingga kini tak juga dijalankan Pemprov DKI. Pengajuan PK yang diajukan Pemprov DKI pun tak terdengar tindak lanjutnya,” beber Boy yang juga mantan ketua DPD PDI Perjuangan itu. (net/smr)
sumber: idnews.co.id di WA Group Keluarga Alumni HMI MPO