Rakornas KPSBI MUI, Seni Budaya Islam untuk Indonesia Berkeadaban Perlu Terus Diperkuat

Wamenag RI Zainut Tauhid (kedua dari kanan) usai meresmikan kembali kawasan wisata religi di TMII.foto: istimewa

Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam (KPSBI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan rapat koordinasi nasional (Rakornas) secara daring (dalam jaringan) atau online, Sabtu (11/7/ 2020).

semarak.co– Rakornas yang mengusung tema Penguatan Strategi Seni Budaya Islam untuk Indonesia Berkeadaban dibuka Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi. Menurut Zainut secara historis, Indonesia sejak dulu telah meresepsi dan mengharmonisasi berbagai budaya, seperti yang berasal dari bangsa China, India, Arab, dan Eropa.

Bacaan Lainnya

“Saya mengapresiasi Rakornas sebagai ikhtiar KPSBI MUI dalam mengambil peran himayatul ummah, yaitu melindungi umat dari seni dan budaya yang tidak disesuai dengan karakter Islam wasathiyah, Islam rahmatan lil alamin,” ujar Zainut dalam sambutannya.

Sehingga, lanjut Zainut, terjadi akulturasi dan berkontribusi pada terbentuknya peradaban nusantara kini. “Jejak akulturasi dapat ditelusuri dari karya seni budaya Indonesia yang terpengaruh budaya bangsa asalnya tadi,” ujar Zainut yang juga Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI.

Seperti karya seni arsitektur dan kaligrafi yang terpengaruh budaya timur tengah.  Seni musik dangdut atau orkes melayu yang terpengaruh tradisi musik India dan timur tengah. Musik modern Indonesia yang terpengaruh Eropa. “Juga pengaruh budaya lain pada seni tari, sinematografi, hingga seni kuliner,” jelasnya.

Zainut Tauhid memandang bahwa seni berperan sebagai soft diplomacy atau diplomasi budaya untuk mengenalkan budaya asalnya. Yang kemudian menjadi pintu masuk pada misi selanjutnya, yang terkait dengan urusan ekonomi dan perdagangan.

Praktik diplomasi budaya yang dilakukan Amerika melalui film hollywood, musik pop, bahkan olahraga bola basket, dikemas menjadi tontonan menarik dan berhasil mengenalkan produk-produk Amerika dan gaya hidup barat pada bangsa lain.

“Begitu pula diplomasi budaya serupa yang dilakukan oleh Jepang dengan komik dan kartun, Korea dengan K-Pop, dan sebagainya yang masuk ke Indonesia serta mempengaruhi kehidupan bangsa kita,” jelasnya.

Zainut Tauhid memandang pengaruh budaya asing ada yang positif namun ada juga yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. “Terlebih di era kini saat internet mudah diakses oleh setiap orang, bahkan oleh yang usia dini,” ujarnya.

Akibat potensi pengaruhnya, kata dia, maka umat Islam perlu menyadari bahwa salah satu tujuan agama Islam adalah menjaga keturunan (hifdzun nasl). “Seni budaya Islam mesti disajikan sebagai alternatif dari arus budaya yang negatif,” paparnya.

Peran ulama secara historis terbukti berhasil turut membangun Indonesia yang berkeadaban melalui seni sebagai media dakwah. “Ini bisa ditemui jejaknya pada tari indang di Minang, tari seudati Aceh, manaqib dan shalawat. Tembang-tembang suluk dengan iringan gamelan yang diwariskan oleh walisongo, dan sebagainya,” ujarnya.

Zainut Tauhid menilai bahwa dalam kompetisi terbuka berhadapan dengan budaya asing di era revolusi industri kini, peran ulama akan lebih efektif berdakwah melalui seni budaya Islam jika dapat berkolaborasi dengan pelaku industri dan instansi/lembaga terkait.

“Kolaborasi agar seni budaya Islam tidak sekedar menjadi nilai-nilai normatif yang tanpa tenaga dalam membentuk peradaban. Melainkan menjadi seni budaya Islam yang hidup dan menghidupi,” ujarnya.

Kolaborasi juga bisa dilakukan dengan industri halal agar menjadi produk budaya Islami di Indonesia. Seni Islami, nilai dia, mestinya bisa masuk ke hotel dan restoran yang mendukung pariwisata halal.

“Juga film-film Islami yang memuat nasionalisme semestinya didukung oleh pemerintah yang menyelenggarakan bidang pertahanan negara, sebagai contoh lainnya,” imbuh dia.

Bagi Zainut Tauhid, sajian seni budaya Islami harus dikemas secara menarik dan profesional. Namun tetap terkendali agar tidak malah menodai Islam itu sendiri.

Ulama dan MUI bisa berperan sebagai kurator bahkan apresiator terhadap konten-konten seni budaya Islami yang mengedepankan karakter Islam Wasathiyah(moderat).

“Apalagi peran ulama dan MUI telah teruji kontribusinya dalam pengembangan perbankan syariah dan industri halal dalam ekosistem ekonomi syariah,” pungkasnya. (pos/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *