NU dan Muhammadiyah Keluar dari POP, Kemendikbud: Tujuannya Tingkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia

ilustrasi kegiatan belajar mengajar yang terus memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. foto: internet

Ketika keluar dari Istana Presiden, sehabis dipanggil presiden terpilih Joko Widodo, akhir 2019, calon menteri pendidikan yang masih muda belia itu, Nadiem Makarim berkata pada wartawan, “Saya tidak tahu masa lalu. Tapi saya tahu masa depan.” Lalu ia pulang naik ojek.

semarak.co- Kini, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) keluar dari program Pendidikan Merdeka karena Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem ikut memberikan dana hibah Rp20 miliar kepada masing-masing Sampurna Foundation dan Tanoto Foundation per tahun.

Bacaan Lainnya

Mendikbud benar-benar membuktikan tidak tahu masa lalu. Bahwa Muhammadiyah dan NU telah melakukan pendidikan rakyat jelata jauh sebelum Indonesia ada. Sementara Sampurna Foundation dan Tanoto Foundation baru lahir beberapa menit lalu untuk ukuran masa panjang pengabdian Muhammadiyah dan NU mencerdaskan anak-anak bangsa. Ironi orang tak mengerti masa lalu.

Seperti diberitakan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah serta Lembaga Pendidikan Maarif Nahdatul Ulama (NU) memutuskan keluar dari Program Organisasi Penggerak (POP). Kedua pihak pun sama-sama mengungkapkan bahwa ada kejanggalan dalam proses seleksi.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) angkat bicara. Kemendikbud menghormati keputusan yang diambil PP Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan Maarif Nahdatul Ulama (NU). Pihaknya pun mengatakan tetap terus menjalin komunikasi dan koordinasi.

“Kemendikbud terus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak sesuai komitmen bersama bahwa Program Organisasi Penggerak bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia,” ujar Evy Mulyani, Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbud kepada wartawan di Jakarta, Rabu (22/7/2020).

Program itu, kata Evy, telah dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat. Terlebih, evaluasi dilakukan lembaga independen, SMERU Research Institute, menggunakan metode evaluasi double blind review.

Dalam arti metode tersebut tidak memungkinkan seseorang tahu ormas dan evaluatorny, dengan kriteria yang sama untuk menjaga netralitas dan independensi. “Kemendikbud tidak melakukan intervensi terhadap hasil tim evaluator demi memastikan prinsip imparsialitas,” jelasnya.

Program ini, kata Evy, merupakan sebuah kegiatan untuk memberdayakan komunitas pendidikan Indonesia dari mana saja. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas belajar anak-anak Indonesia yang fokus pada keterampilan fondasi terpenting untuk masa depan SDM Indonesia, khususnya literasi, numerasi dan karakter.

“Ini merupakan kolaborasi pemerintah dengan komunitas-komunitas pendidikan yang telah berjuang di berbagai pelosok Indonesia. Sebuah perjuangan bersama, gerakan kolaborasi, dan sinergi untuk satu tujuan anak-anak Indonesia dan kualitas belajar mereka. Anak-anak adalah harapan dan masa depan bangsa Indonesia. Ini adalah sebuah gerakan gotong royong,” pungkasnya.

Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam POP yang telah diluncurkan pemerintah dalam hal ini Kemendikbud sejak 10 Maret 2020. POP merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kemendikbud yang fokus mencapai hasil belajar siswa dalam peningkatan numerasi, literasi, dan karakter.

Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno menilai POP itu adalah program serius dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia. Infrastruktur yang dimiliki Majelis Dikdasmen Muhammadiyah di wilayah Indonesia sudah sangat lengkap.

Untuk itulah, lanjut Kasiyarno, sebagai salah satu garda terdepan bangsa, pada awalnya Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah sangat berkomitmen untuk ikut bersama mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia.

Bahkan, kata dia, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah telah mengajukan proposal tentang program pengembangan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak untuk mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia.

“Mengingat rekam jejak yang dimiliki persyarikatan Muhammadiyah terhadap bangsa ini telah dilakukan sejak 1918 yang meliputi tidak hanya di bidang kesehatan dan gerakan sosial keummatan, tetapi juga bidang pendidikan,” kata Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Selasa (21/7/2020).

Sebelumnya Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud. Lembaga ini sebelumnya dinyatakan lolos evaluasi proposal untuk program di bawah Kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu.

“Rapat LP Ma’arif NU, Rabu 22 Juli 2020 memutuskan mundur dari program organisasi penggerak,” kata Arifin Junaidi, Ketua LP Ma’arif NU dalam keterangan tertulis pada wartawan, Rabu (22/7/2020).

LP Ma’arif adalah lembaga yang didirikan PBNU. Arifin menjelaskan alasan mundur itu dikarenakan hasil seleksi calon organisasi penggerak tidak mencerminkan konsep dan kriteria organisasi penggerak yang jelas.

“Sehingga tidak ada pembeda dan klasifikasi antara lembaga CSR dengan lembaga masyarakat yang layak dan berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah,” ucap dia.

Karena itu, ia mengatakan pihaknya meminta Kemendikbud untuk meninjau kembali keputusan tersebut, agar ke depan tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan.

Meski mundur, ia menjelaskan LP Ma’arif tetap berkomitmen untuk memajukan mutu pendidikan. Saat ini LP Ma’arif secara mandiri sedang fokus menangani pelatihan Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah yang berada di bawah naungan LP Ma’arif NU.

“Kepala sekolah dan Madrasah serta guru yang ikut pelatihan harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan Kepala Sekolah/Kepala Madrasah di lingkungannya,” kata dia. (net/smr)

 

sumber: jpnn.com, kompas.com di WA Group KAHMI Nasional/cnnindonesia.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *