PIP dan HIP itu Setali Tiga Uang

Lambang Pancasila. foto: internet

Oleh Prof Dr Pierre Suteki SH Mhum *

semarak.co. A. Pengantar

Bacaan Lainnya

Beberapa tulisan saya banyak yang berujung pada rekomendasi agar RUU HIP ditolak dan dibatalkan tanpa reserve. Bahkan, saya katakan meskipun RUU HIP itu berganti baju dengan Pedoman Ideologi Pancasila (PIP) karena hakikatnya sama, RUU itu telah mendegradasi kedudukan Pancasila sebagai Philosofische Grondslag dan Sumber dari Segala Sumber Hukum menjadi Norma Hukum Instrumental yang sangat rawan dipakai sebagai alat legitimasi kekuasaan rezim.

Maka, RUU itu sebebarnya telah batal demi hukum. Reaksi masyarakat atas RUU HIP sangat keras. Demontrasi, seminar dan berbagai jenis pertemuan untuk menolak telah dilakukan masif di seluruh wilayah NKRi.

Syahdan, baru saja tersiar berita bahwa Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia Try Sutrisno menemui pimpinan MPR RI di Gedung Nusantara V, Kompleks MPR-DPR, Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Try Sutrisno hadir bersama veteran dan purnawirawan TNI Polri untuk menyampaikan dukungan pada Rancangan Undang-undang Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU PIP) demi menguatkan pembinaan ideologi Pancasila. Bagaimana bisa para purnawirawan ini setuju dengan dalih baju RUU HIP yang berganti dengan RUU PIP?

B. Konon, Ada Empat Alasan Pentingnya PIP

Terkait RUU PIP, kata Try Sutrisno, ada empat poin penting yang dia rumuskan bersama Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) serta disampaikan kepada pimpinan MPR RI.

Pertama, pembinaan ideologi Pancasila harus diperkuat karena sejak era reformasi wacana pembinaan ideologi Pancasila dia ditinggalkan dan ditanggalkan.

Kedua, sebagai konsekuensi dari poin pertama, lanjut Try Sutrisno, ideologi transnasional menjadi bebas masuk dan berkembang di Republik Indonesia. Jika tidak ditangani serius, ada kekhawatiran berkembangnya ideologi ekstrem itu akan merusak nilai-nilai persatuan Indonesia dan kepribadian bangsa Indonesia.

Ketiga, potensi ancaman paham ekstrem itu semakin mengkhawatirkan dengan makin canggihnya teknologi informasi dengan dominasi negara maju atas negara berkembang.

Keempat, untuk menghadapi tantangan atas eksistensi ideologi negara diperlukan lembaga khusus yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab melakukan pembinaan ideologi. Dalam hal ini, Try Sutrisno dan para veteran serta purnawirawan TNI/Polri mendukung penguatan Badan Ideologi Pancasila untuk melakukan pembinaan ideologi Pancasila yang diatur dalam payung hukum undang-undang.

Sepintas 4 alasan perlunya UU PIP sebagai ganti RUU HIP sangat masuk akal. Namun, bila dicermati substansi prediktifnya tidak akan jauh berbeda dengan maksud utama RUU HIP yang tujuan utamanya adalah sebagai alat untuk LEGITIMASI KEKUASAAN dan pengukuhan TAFSIR TUNGGAL PANCASILA sebagai IDEOLOGI bukan sebagai DASAR NEGARA.

Penafsiran Pancasila sebagai ideologi sesuai dengan REZIM PENGUASA dalam bentuk apa pun dalam pengalaman sejarah selalu menimbulkan potensi memecahbelah bangsa dengan menghadap-hadapkan antara warga yang Pancasilais dan bukan Pancasilais bahkan akan menghadap-hadapkan antara Pancasila dan Agama.

C. Ancaman Disintegrasi Bangsa Akibat HIP atau PIP

Pancasila sebagai dokumen moral, dalam tata negara Indonesia telah diterjemahkan menjadi dokumen hukum dengan mendudukkan Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana ditetapkan dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945.

Pancasila harus dipakai sebagai “frame work” bagi Pemerintah Negara Indonesia atau semua pejabat penyelenggara negara baik di bidang kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif dan lembaga-lembaga negara lainnya, misalnya MPR.

Jadi merekalah yang pertama kali harus membingkai perilaku kenegaraannya dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan sila-sila Pancasila, bukan mengejar-ngejar rakyat untuk mengamalkan Pancasila dengan membuat formula “manusia Pancasila” dan “masyarakat Pancasila” sesuai dengan kemauan rezim penguasa yang terus berubah.

Konsep Demokrasi Liberal, Nasakom, P4 adalah beberapa formula gagal untuk membentuk manusia dan masyarakat Pancasila karena sejatinya bangsa khususnya para penyelenggara negara ini lebih senang berkubang di genangan lumpur komunisme dan kapitalisme.

Sejarah telah membuktikan bahwa ketika Pancasila Dasar Negara ditarik-tarik menjadi ideologi yang diframing oleh sebuah rezim, maka di saat itu pula ditemukan bibit perpecahan bangsa akibat polemik ideologi yang tidak akan berkesudahan bahkan cenderung menghadap-hadapkan antara Pancasila dengan Agama, khususnya Islam. Hal ini bisa kita telusuri kembali jejak sejarah di era:

  1. Orde awal Kemerdekaan dgn Idelogi Liberal
  2. Orde Lama dengan Nasakom
  3. Orde Baru dengan P4 dan BP-7 serta Asas Tunggal
  4. Orde Reformasi awal, mencabut P4 dan membubarkan BP-7. Di masa pertengahan, muncul dorongan Pancasila menjadi ideologi negara dengan slogan Aku Pancasila, UKP PIP, Tim Advokasi Hukum (TAHU). Kini dikuatkan dengan Pembentukan BPIP dan penyodoran RUU HIP.

BPIP telah menjadi lembaga redundant dan mubadzir karena soal pembumian Pancasila telah dilakukan oleh MPR dgn Program Empat Pilar-nya. RUU HIP justru dinilai banyak pihak telah mendown-grade keluhuran Pancasila sebagai Philosofische Grondslag dan bahkan ada hidden agenda mengusung ideologi komunisme.

Maka demontrasi menentang RUU HIP terjadi masif di mana-mana dan seringkali bersinggungan dengan kelompok pengusung RUU HIP. Panas, dan makin memanas suhu politik dan sosial kita dan mengancam integrasi bangsa setidknya mengancam kohesi sosial kita.

Ancaman kelompok penolak RUU HIP tidak boleh dianggap remeh karena dapat menyulut pertikaian besar bahkan hingga revolusi sosial yang kontraproduktif dan tidak kita inginkan.

D. Penutup

Orang sering menggembar-gemborkan slogan JASMERAH, yang artinya Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, namun ketikan disodori rangkaian fakta sejarah yang “ndakik-ndakik” (rinci, detail) banyak juga yang tidak mau memahaminya dan mengambil ibrah (pelajaran darinya).

Kok bisa? Kalau bicara soal ideologi transnasional, itu apa? Kapitalisme siapa yang mengundang? Rakyat kah? Bukan! Komunisme, siapa yang mengundang melalui kerjasama? Rakyatkah? Bukan! Semua itu atas jalan yang dibuka oleh Pemerintah Negara Indonesia (legislatif, eksekutif dan yudukatif) sendiri melalui kebijakan regulasi. Lalu mengapa seolah yang disalahkan rakyat? Piye nalare?

Back to basic, tetap tolak penafsiran Pancasila sebagai ideologi baik dengan HIP atau pun PIP.

Tabik…!!!

Semarang, 2 Juli 2020

*Pakar Hukum, Filsafat, Pancasila dan Masyarakat)

 

sumber : WA Group Anies For Presiden 2024 (post: Jumat 3/7/2020)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *