Fahira Bilang Jangan Coba-Coba Buka Sekolah Selama Masih Corona, Taufik: Susah Ngatur Bocah Jaga Jarak

ilustrasi penggunaan trafik jaringan dan layanan komunikasi broadband meningkat saat belajar dan bekerja dari rumah. foto: humas Telkomsel

Muncul gagasan agar sekolah dibuka kembali, pada 13 Juli 2020, seiring rencana pemberlakuan the new normal alias tatanan normal baru sejumlah daerah pada Juni 2020 ini, termasuk DKI Jakarta. Padahal kurva kasus virus wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19 masih tinggi.

semarak.co– Meski Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dan juga Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta sudah membantah isu itu. Namun masih banyak pihak waswas, termasuk Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik dan Anggota DPD RI Fahira Idris.

Bacaan Lainnya

Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia Maret 2020 lalu, kegiatan di berbagai sektor dibatasi. Termasuk kegiatan pendidikan belajar mengajar (KBM) di kelas ditiadakan. KBM dilakukan jarak jauh atau secara online (dalam jaringan-daring) sejak 16 Maret 2020.

Ketua DPD Partai Gerindra DKI M Taufik meminta Disdik DKI Jakarta tak tergesa-gesa menerapkan the new normal dan mengaktifkan KBM di sekolah. Sebab, sejauh ini penularan Covid-19 masih terjadi. Apalagi, anak usia sekolah, rentan terpapar Covid-19 dan banyak termasuk orang tanpa gejala (OTG).

“Anak usia sekolah rentan terpapar dan kebanyakan masuk kategori OTG. Harus cermat betul, dikaji dulu, jangan terburu-buru. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan,” kata Taufik di Jakarta, Jumat (29/5/2020).

Pertama, rinci Taufik, Disdik harus memetakan wilayah sekolah yang masih zona merah dan yang sudah aman. Kedua, menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, jaga jarak, dan sering mencuci tangan dengan sabun.

Untuk persoalan teknis KBM, kata dia, Disdik harus menerapkan sistem yang tak melanggar physical distancing. Misalnya menggilir kelas yang masuk, jumlah peserta didik satu kelas dibatasi dan pembatasan ketat lainnya.

“Misalnya kelas tadinya 30 anak, jadi setengahnya 15. Kemudian memastikan protokol kesehatan, pakai masker, cuci tangan. Usia anak-anak ini kan susah diatur dan susah diawasi,” kata Taufik yang juga Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.

Bagaimana pengawasan anak bermain dan berkerumun, ulas Taufik, juga harus memastikan ia pulang dari sekolah harus langsung ke rumah dan lainnya. “Kalau belum siap, lebih baik KBM seperti sekarang, virtual atau online,” papar Taufik.

Anggota DPD RI yang juga pemerhati pendidikan dan anak Fahira Idris meminta kebijakan pembukaan kembali sekolah diperhatikan secara matang. Apa pun skenario pembukaan sekolah, kata Fahira, misalnya menerapkan physical distancing atau hanya sebagian sekolah yang dibuka, tidak akan efektif dan tetap berisiko selama pandemi ini belum bisa dikendalikan.

“Untuk pembukaan sekolah, saya sangat memohon kepada semua para pengambil kebijakan untuk benar-benar memikirkan secara matang,” ujar Fahira dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (29/5/2020).

Selama penyebaran virus ini belum bisa kita kendalikan dan suasana belum kondusif dan aman, pinta Fahira, jangan coba-coba membuka kembali aktivitas belajar di sekolah. “Risikonya terlalu besar dan dikhawatirkan membuat kerja keras kita menanggulangi COVID-19 akan semakin berat,” imbuhnya.

Selain faktor keamanan dan kondusivitas, kata dia, faktor psikologi dan kesiapan orang tua dan siswa juga perlu menjadi perhatian sebelum sekolah kembali dibuka. Pasalnya, kata Fahira, semua lapisan masyarakat mengalami dampak ekonomi yang serius terutama masyarakat berpenghasilan rendah.

“Sehingga, bagi orang tua yang anaknya tahun ini naik jenjang pendidikan dari TK ke SD, atau SD ke SMP dan SMP ke SMA/SMK harus menyiapkan banyak hal dan itu tidak mudah dilakukan di tengah pandemi yang masih berlangsung. Kondisi-kondisi seperti ini tentu berpengaruh kepada faktor psikologi orang tua dan siswa,” terangnya.

Harus ada prakondisi dan jeda waktu bagi orang tua, siswa, guru, dan sekolah untuk bersiap kembali, apabila kondisi sudah benar-benar aman. Menurutnya, prakondisi ini penting sebagai tahapan pemulihan agar siap secara ekonomi dan psikologi, khususnya dalam menjalani new normal.

“Selama vaksin belum ditemukan dan didistribusikan secara merata, maka kehidupan kita tidak akan pernah normal kembali seperti sebelum pandemi ini datang. Jadi walaupun nanti kondisi sudah aman karena transmisi virus dapat dikendalikan, sekolah belum bisa langsung dibuka begitu saja,” jelas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI.

Selain harus menyiapkan berbagai protokol kesehatan yang ketat, Fahira menilai, kita semua, terlebih anak-anak kita dan sekolah harus diberi waktu untuk mempersiapkan diri memulai kembali aktivitas belajar mengajar.

Kasus anak yang terjangkit Covid-19 di Indonesia ternyata mencapai lebih dari 800 orang. Bahkan 129 anak meninggal dengan status pasien dengan pengawasan (PDP), dan 14 anak lainnya meninggal dengan status terkonfirmasi positif COVID-19.

Sebelumnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah mempertimbangkan rencana membuka kembali sekolah di tengah pandemik COVID-19. Jika langkah tersebut salah, bukan tidak mungkin sekolah justru menjadi klaster baru penyebaran voris corona.

Penularan virus yang mewabah itu terjadi melalui kontak dari orangtua ataupun keluarga terdekat,” ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam siaran tertulis, Sabtu (23/5/2020).

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kutip Retno, menunjukkan 4 persen kasus yang terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia dialami kelompok usia 0 sampai 14 tahun. “Itu berarti ada 831 anak pada usia tersebut yang tertular COVID-19 dari akumulasi total kasus per 22 Mei 2020 yang mencapai 20.796 orang,” ungkapnya.

Dari pendataan yang dilakukan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 129 anak meninggal dengan status PDP dan 14 anak meninggal dengan status terkonfirmasi positif. Jumlah tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain, apalagi ada bayi berusia 1 bulan yang tertular COVID-19 dari orangtuanya.

Menurut Retno, IDAI mencatat saat ini PDP anak di Indonesia dengan berbagai penyakit jumlahnya hampir 3.400 kasus. Dari jumlah tersebut 584 di antara positif Covid-19. “Anak-anak yang tertular Covid-19 tersebut, menunjukkan bukti bahwa rumor covid tidak menyerang anak-anak atau ringan pada anak-anak adalah tidak benar,” tegasnya.

Kemendikbud dan Kemenag harus belajar dari negara lain yang sudah mulai turun kasusnya bahkan zero kasus kemudian membuka sekolah dengan menerapkan portokol kesehatan, namun ternyata ditemui kasus baru karena siswa dan guru tertular COVID- 19.

“Sekolah malah menjadi klaster baru, di beberapa negara di Eropa seperti Finlandia, Prancis dan Inggris yang memiliki sistem kesehatan yang baik dan membuka sekolah juga dengan persiapan yang matang dan protokol kesehatan yang ketat ternyata juga tidak aman dan malah menimbulkan klaster baru di lingkungan sekolah karena beberapa siswa dan guru tertular COVID 19 hanya dalam hitungan minggu,” bebernya.

KPAI pun mendorong pemerintah dan Gugus Tugas Covid-19 melibatkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan para pakar Epidemiologi, jika tetap memaksa membuka sekolah pada tahun ajaran baru 2020/2021, tepatnya Juli 2020 nanti.

“IDAI sebagai ahli harus didengar dan dipergunakan rekomendasinya terkait rencana Kemdikbud dan beberapa Dinas Pendidikan Daerah membuka sekolah kembali,” sarannya. (net/lin)

sumber: kumparan.com di WA Grup Anies for Presiden 2024/sumsel.idntimes.com dan detik.com di WA Group Keluarga Alumni HMI MPO/rmco.id di WA Group ANIES GUBERNUR DKI/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *