BPJS Ketenagakerjaan Klaim Pengelolaan Dana Terang Benderang

ilustrasi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan

Salah satu tugas dari BPJS Ketenagakerjaan adalah melaksanakan fungsi pengelolaan dana jaminan sosial ketenagakerjaan. Dana tersebut berasal dari iuran para pekerja yang akan dipergunakan seluruhnya untuk pemberian manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKm). Sampai dengan triwulan I 2017, kinerja pengelolaan dana tersebut menunjukkan hasil yang cemerlang, dengan total dana kelolaan mencapai Rp269 triliun, meningkat 19 persen dari posisi yang sama tahun 2016.

Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan, Amran Nasution menjelaskan sebagian besar dari dana kelolaan tersebut merupakan dana milik peserta BPJS Ketenagakerjaan atau disebut Dana Jaminan Sosial (DJS), hanya sebagian kecil yang merupakan aset BPJS. “Dana yang kami kelola memang besar, tapi hampir 96 persen dana yang kami kelola merupakan DJS, bahkan 82 persen merupakan dana JHT yang seluruhnya akan dikembalikan kepada peserta. Dana riil BPJS sekitar Rp9 triliun,” jelas Amran dalam rilisnya, Kamis (11/5).

Amran menambahkan, baik dana DJS maupun dana BPJS semuanya harus dikelola dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian dan mengacu pada regulasi pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan yaitu PP 99 tahun 2013 dan PP 55 tahun 2015. Seluruh kegiatan BPJS Ketenagakerjaan telah disajikan dalam Laporan Keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, dan secara reguler diaudit oleh Kantor Auditor Publik (KAP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hasil audit laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan oleh KAP dan BPK selalu mendapatkan predikat Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) atau setara dengan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Bahkan secara berkala, BPJS Ketenagakerjaan juga menyampaikan laporan kinerja kepada Presiden.

“Kami pastikan pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan selalu governance, selain audit secara reguler oleh KAP dan BPK, setiap bulannya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meminta laporan keuangan kami untuk dievaluasi. Dengan sistem pengelolaan, pelaporan dan pengawasan yang berlaku, seluruh kegiatan investasi yang dilakukan jadi terang-benderang”, tegas Amran.

Secara komposisi alokasi aset, dana kelolaan tersebut paling banyak ditempatkan pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 52 persen, obligasi BUMN 9 persen, obligasi korporasi swasta 1 persen, saham 16 persen, deposito 14 persen, reksadana 7 persen dan investasi langsung 1 persen. Sementara itu total investasi yang terkait dengan pemerintah (SBN,BUMN, dan BUMD) telah mencapai 86 persen dari total dana. Dengan racikan portofolio tersebut, hasil investasi yang dicapai pada periode triwulan I 2017, mencapai Rp6 triliun dengan Yield On Investment (YOI) Annualized mencapai 9,31%. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *