Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyuarakan keyakinannya bahwa Amerika Serita (AS) akan mengizinkan Israel untuk melanjutkan pencaplokan de fakto sejumlah wilayah Tepi Barat yang didudukim dalam waktu dua bulan, pada Minggu (26/4/2020).
semarak.co -Warga Palestina telah menyatakan kemarahan atas rencana Israel untuk memperkuat cengkeramannya atau mencaplok lebih lanjut di tanah yang direbutnya dalam perang Timur Tengah 1967 itu, wilayah yang mereka inginkan sebagai sebuah negara.
Netanyahu, dalam mengumumkan kesepakatan dengan pesaingnya yang berhaluan tengah Benny Gantz minggu lalu untuk membentuk pemerintah persatuan, menetapkan 1 Juli 2020 untuk memulai diskusi kabinet tentang memperluas kedaulatan Israel ke permukiman Yahudi di Tepi Barat dan mencaplok langsung Lembah Yordan di daerah itu.
Langkah seperti itu perlu disepakati dengan Washington ibu kota AS, menurut perjanjian Netanyahu dengan Gantz seperti dikutip Reuters, Minggu (26/4/2020).
Dalam pidato video pada Minggu (26/4/2020) kepada kelompok Kristen pro-Israel di Eropa, Netanyahu menggambarkan proposal perdamaian Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada Januari sebagai janji untuk mengakui otoritas Israel atas tanah permukiman Tepi Barat.
“Beberapa bulan dari sekarang saya yakin bahwa janji itu akan ditepati,” kata Netanyahu kepada Komisi Eropa untuk Israel. Para pejabat Palestina tidak memberikan komentar segera atas pernyataan Netanyahu.
Palestina secara langsung menolak proposal perdamaian Trump, sebagian karena proposal itu memberi Israel sebagian besar keinginannya selama beberapa dekade konflik, termasuk hampir semua tanah yang dijajah, lokasi Israel membangun permukiman.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengatakan pada Rabu (22/4/2020) bahwa terserah Israel apakah akan mencaplok bagian-bagian Tepi Barat dan mengatakan bahwa Washington akan menawarkan pandangannya secara tertutup kepada pemerintahan baru Israel.
Palestina dan banyak negara menganggap permukiman Israel di Tepi Barat sebagai ilegal di bawah Konvensi Jenewa yang melarang permukiman di atas tanah yang direbut dalam perang. Israel membantah hal ini, dengan alasan kebutuhan keamanan dan hubungan dengan Alkitab, sejarah serta politik dengan wilayah itu. (net/lin)