Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengajak, negara-negara muslim harus bersatu melindungi diri mereka dari ancaman-ancaman luar. Ini setelah Mahathir menggambarkan pembunuhan komandan militer Iran Qaseem Soleimani oleh tentara Amerika Serikat (AS) sebagai tindakan tak bermoral.
semarak.co -“Serangan pesawat nirawak AS terhadap Soleimani adalah pelanggaran hukum perang internasional. Dalam beberapa bulan belakangan ini menimbulkan ketegangan diplomatik dengan secara terbuka berbicara soal berbagai masalah menyangkut dunia Muslim,” ungkap Mahathir di Malaysia, Selasa (7/1/2020).
Pembunuhan Soleimani di Baghdad Irak, Jumat (3/1/2020), nilai dia, telah mengundang kekhawatiran bahwa konflik akan meluas di Timur Tengah. Mahathir, 94 tahun, mengatakan, pembunuhan itu juga bisa mengarah pada peningkatan tindakan yang disebut dengan terorisme.
“Ini saat yang tepat bagi negara-negara muslim untuk bersatu. Kita sudah tidak aman. Kalau ada yang menghina atau mengatakan sesuatu yang tidak disukai seseorang, bisa saja orang itu dari negara lain menerbangkan drone dan mungkin menembak saya,” kata Perdana Menteri tertua di dunia itu.
Sekitar 50 orang, termasuk para perempuan yang mengenakan burkak, berkumpul di luar Kedutaan Besar Iran di Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur. Mereka meneriakkan kata-kata “Jatuh, Jatuhlah USA!
Mahathir telah berupaya menjaga hubungan baik dengan Iran kendati AS menerapkan berbagai sanksi terhadap negara Timur Tengah itu. Warga Iran yang tinggal di Malaysia diperkirakan berjumlah 10 ribu orang.
Pada Desember 2019, Mahathir menerima kunjungan Presiden Iran Hassan Rouhani untuk menghadiri konferensi para pemimpin Muslim di Malaysia. Selama konferensi tersebut, para pemimpin membahas upaya meningkatkan perdagangan, berdagang dengan saling menggunakan mata uang negara masing-masing serta menjaga hubungan dengan negara-negara non-Muslim.
Komentar Mahathir baru-baru ini menyangkut perlakuan kalangan muslim di India serta kritiknya terhadap Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI, yang berpusat di Arab Saudi, telah mengganggu hubungan Malaysia dengan New Delhi dan Riyadh ibu kota Arab Saudi. “Saya menyampaikan kebenaran. Kalau Anda berbuat sesuatu yang tidak benar, menurut saya, saya punya hak untuk berbicara,” tutupnya.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertemu Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Jakarta, Selasa (7/1/2020), salah satunya guna membahas rencana evakuasi ratusan WNI dari Iran dan Irak menyusul memanasnya situasi keamanan di kawasan tersebut.
Menurut data Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, jumlah WNI di Iran 406 orang sementara di Irak jumlahnya 850 orang. “Tetapi kalau kita total jumlah WNI secara keseluruhan di wilayah tersebut angkanya tidak hanya ratusan ribu tetapi jutaan. Oleh karena itu kita terus menghitung situasi dan kita sudah mulai memetakan rencana kontingensi,” kata Retno.
Kemlu telah menunjuk satu tim yang bertugas mematangkan rencana evakuasi para WNI jika situasi di Timur Tengah memburuk, dan berkoordinasi dengan perwakilan-perwakilan RI yang ada di kawasan tersebut.
Kerja sama dengan sejumlah pihak seperti TNI, Polri, dan BIN juga diperlukan dalam upaya evakuasi WNI seperti yang pernah dilakukan dalam upaya evakuasi WNI dari Yaman pada 2015. Pada saat itu, ribuan WNI berhasil dievakuasi baik menggunakan jalur udara dan laut di bawah koordinasi Kemlu dan TNI.
“Kalau evakuasi, kita bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan jika diperlukan pesawat dari TNI AU karena evakuasi itu tidak bisa dilakukan sendiri oleh KBRI kita. Biasanya kita ada tenaga bantuan dari pusat dan melibatkan kerja sama banyak pihak,” kata Menlu.
Kemlu juga akan mengeluarkan imbauan disertai nomor telepon hotline yang dapat dihubungi di perwakilan-perwakilan yang ada di Iran dan Irak, serta pusat darurat akan mulai difungsikan. Sambil menyiapkan rencana perlindungan dan evakuasi WNI,
Retno berharap semua pihak yang berkonflik dapat sama-sama menahan diri agar situasi keamanan di Timur Tengah tidak semakin memburuk. “Jadi mudah-mudahan situasi tidak memburuk dan bagi WNI yang memerlukan bantuan agar jangan sungkan menghubungi hotline KBRI atau KJRI di mana mereka tinggal,” kata Menlu.
Ketegangan antara Iran dan AS kembali meningkat setelah komandan Pasukan Quds, sayap Garda Revolusi Iran, Qaseem Soleimani terbunuh akibat serangan udara militer AS di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Jumat (3/1/2020).
Presiden AS Donald Trump, yang memerintahkan serangan udara tersebut mengancam akan menyerang 52 sasaran termasuk situs budaya di Iran jika negara itu menyerang orang Amerika atau aset AS sebagai balasan atas kematian Soleimani.
Di sisi lain, Iran mengecam tindakan Trump dan menyebutnya sebagai “teroris berdasi”. Menyebut pembunuhan Soleimani “sama saja dengan perang”, Iran berjanji akan melakukan serangan balasan. Iran juga tidak lagi mematuhi semua pembatasan yang diterapkan dalam kesepakatan nuklir pada 2015. (net/lin)