Kapal China Masuk Natuna Bisa Picu Ketegangan, FUIS Buat Petisi untuk Muslim Uighur China

Dialog Kebangsaan untuk Kemanusiaan oleh Forum Ukhuwah Islamiyah (FUIS) Sulawesi Selatan yang menghadirkan sejumlah pimpinan ormas, tokoh pemuda, mahasiswa dan umat Islam. Foto: internet

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia dikabarkan mengirimkan nota protes keras kepada Pemerintah China melalui kedutaan besarya di Indonesia, Senin (3/12/2019).

semarak.co -Pasalnya ada kapal Coast Guard China yang melanggar ZEE-UNCLOS dan IUU Fishing di wilayah kedaulatan Indonesia, Natuna negara kepulauan RI. Pelanggaran di perjanjian hukum laut di wilayah Natuna ini bukan baru pertama terjadi.

September 2019 kapal Vietnam juga pernah bersitegang dengan Indonesia bahkan di 2016, sebanyak 3 dari 57 kasus pelanggaran dilakukan China di Natuna. Perundingan-perundingan batas laut terus dilakukan demi menjaga stabilitas kawasan, namun Tiongkok terus berusaha membangun persepsi batas lautnya, nine-dash line, di kawasan yang berbatasan dengan negara-negara Asia Tenggara.

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi NasDem Willy Aditya mengatakan, dalam kerja sama ekonomi bisa jadi kita banyak bernegosiasi dengan negara-negara lain. Begitu pula kerja sama ekonomi Indonesia dengan Tiongkok dalam sejumlah perjanjian.

“Menjaga perdamaian dunia dalam hubungan internasional itu penting. Namun jauh lebih penting adalah menjaga kedaulatan Indonesia. Tidak ada tawar-menawar dalam soal kedaulatan, apalagi sudah di akui oleh dunia internasional. Jika ada pelanggaran kedaulatan sudah pasti akan memicu ketegangan kawasan hingga internasional” tegas Willy di Jakarta, Selasa (31/12/2019).

Tapi dalam soal penegakan kedaulatan wilayah NKRI diplomasi Indonesia, kata Willy, harus tegas tanpa basa-basi. Tidak boleh sedikitpun wilayah NKRI yang tidak terlindungi dari upaya jahat bangsa lain.

“Kita tahu cara China berupaya menguasai Natuna, mulai dari menempatkan nelayannya agar bisa mengklaim batas tradisionalnya hingga patroli coast guard. Kita harus terus awas terhadap berbagai upaya lain dari China maupun negara lainnya,” ungkapnya.

Indonesia harus mengingatkan China dengan cara yang tegas, kata dia, bahwa penggunaan cara-cara adi daya bisa memicu perlawanan. Ini bahaya buat kestabilan dunia.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR ini juga mengatakan bahwa dengan adanya pemetaan pola-pola negara lain yang mengganggu kedaulatan RI di Natuna, semestinya Indonesia sudah memiliki langkah yang terukur untuk mengatasi problem di masa depan.

Menurutnya upaya konkret harus diwujudkan pemerintah untuk terus menjaga wilayah RI yang menjadi perbatasan dengan dengan negara lain.  “Kita dukung upaya diplomatik kementerian luar negeri yang memprotes keras China,” kecamnya.

Tapi setelah itu, nilai dia, kita harus segera membangun dan menempatkan kekuatan yang memadai untuk menjaga kedaulatan RI. “Armada keamanan laut yang terdukung dengan infrastruktur yang memadai mutlak diperlukan,” katanya.

Willy berharap setelah protes Kemenlu, juga dilanjutkan dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang membangun strategi pertahanan maritim yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan kedepan. “Ini harusnya juga jadi materi pembicaraan Kemenhan yang belum lama ini berkunjung ke China. Nanti kita coba tanyakan,” pungkas Willy.

Forum Ukhuwah Islamiyah (FUIS) Sulawesi Selatan telah membuat petisi terkait penjajahan secara sosial yang menimpa umat Muslim Uighur China yang akan direalisasikan pada 2020.

Petisi tersebut hadir mewakili pernyataan sikap umat Islam Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Dialog Kebangsaan untuk Kemanusiaan yang menghadirkan sejumlah pimpinan ormas, tokoh pemuda, mahasiswa dan umat Islam di Makassar, Selasa (31/12/2019).

Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia wilayah Sulawesi Selatan, Sulaiman Gozalam mengatakan, petisi yang menghadirkan empat poin utama ini mengharapkan pemerintah Indonesia berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia, termasuk perdamaian dalam negeri.

“Petisi ini hadir atas keprihatinan umat terhadap apa yang menimpa Muslim Uighur di China. Apalagi melihat sikap Pemerintah Indonesia yang terkesan tertutup untuk ikut andil dalam perdamaian dunia seperti yang menimpa di sejumlah negara, khususnya umat Muslim,” jelas Sulaiman.

Pada kegiatan bertema “Refleksi akhir tahun menyatukan persepsi menentang kebiadaban pemerintah Republik Rakyat China (RRC) tentang ummat Islam Uighur di Xianjiang” ini, FUIS tentunya akan mendesak pemerintah China untuk transparan terhadap kondisi umat Muslim di Uighur serta bersikap toleransi atas kehidupan beragama di wilayah itu.

“Jadi petisi ini merupakan hasil konsolidasi kita sebagai ummat Muslim. Petisi akan kita kirim ke DPRD Sulsel untuk ditindak lanjuti, kita inginkan pemerintah RRC harus transparan dan biarkan masyarakat Uighur bebas untuk hidup beragama,” katanya.

Adapun empat poin petisi FUIS Sulsel yakni:

  1. Mendesak Pemerintah RI untuk terlibat langsung dalam penghentian kesewenang-wenangan pemerintah RRC terhadap Muslim Uighur sebagai Amanah Mukaddimah UUD 1945 dan Pancasila sila Kedua.
  2. Mendesak Pemerintah RI untuk menggunakan kewenangannya sebagai Anggota Tetap PBB dan Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB untuk menggelar Sidang Darurat PBB agar menjatuhkan Sanksi Keras terhadap Pemerintah RRC.
  3. Mendesak Pemerintah RI agar memutuskan hubungan Diplomatik dg Pemerintah RRC bila tidak menghentikan kebiadaban terhadap ummat Islam di Xinjiang sebagai bentuk pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM) yg telah tertuang pada konvensi Duhan.
  4. Mendesak seluruh ormas Islam dan ummat Islam agar bersatu menyuarakan tuntutan penghentian kekerasan dan genosida Muslim Uighur dengan cara turun ke jalan menyampaikan aspirasi secara massif dengan cara yang santun dan jauh dari anarkisme. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *