Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman menganggap polemik tentang pengurusan izin organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut sudah selesai.
semarak.co -“Tidak ada paksaan terhadap ormas yang tidak mendaftar, tidak bisa disebut ilegal karena hak berserikat dan berkumpul itu dijamin oleh konstitusi,” kata Munarman usai kegiatan “Leadership Outlook 2020” yang diprakarsai KAHMI Institute di Hotel Double Tree, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2019).
Aturan itu, jelas Munarman, sudah jelas tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, kemudian perpu, dan Putusan MK Nomor 82 Tahun 2013. “Itu sudah jelas sekali bahwa ormas itu tidak perlu mendaftarkan dirinya. Nah, jadi saya kira sudah selesai diskusi tentang itu,” katanya.
Kalau masih ada yang mempermasalahkan FPI tidak jadi mengurus perpanjangan izin, Munarman menyebutkan orang tersebut tidak mengerti tentang aturan perundang-undangan. “Ada regulasinya, ada peraturannya. Peraturannya itu yang perlu dipahami, tidak perlu mendaftar, sifatnya sukarela,” katanya.
Artinya, kata dia, tidak ada konsekuensi hukum apa pun terhadap status ormas yang terdaftar maupun tidak terdaftar. “Perbedaan antara yang terdaftar dengan yang tidak terdaftar, yang terdaftar hanya berhak mendapatkan bantuan dari APBN, atau APBD kalau ormas di daerah,” katanya.
Namun, Munarman menegaskan selama 20 tahun ini FPI tidak pernah menerima fasilitas dari APBN. Kendati demikian, tetap menyumbangkan tenaga untuk membantu dalam berbagai urusan sosial.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin mengingatkan tentang aturan yang berlaku di Indonesia mengenai ormas ketika menanggapi pernyataan FPI yang tidak lagi perduli terhadap perpanjangan SKT.
Sampai saat ini, proses perpanjangan SKT FPI di Kementerian Dalam Negeri belum selesai meski Kementerian Agama telah memberi rekomendasi perpanjangan SKT. Rekomendasi itu dikeluarkan Kemenag setelah FPI berikrar setia kepada Pancasila dan NKRI lewat surat pernyataan di atas meterai.
Meski telah mendapatkan surat rekomendasi dari Kemenag, tidak membuat SKT FPI serta-merta diperpanjang izinnya oleh Kemendagri. Kemendagri merasa masih perlu melakukan kajian-kajian yang mendalam, seperti Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) FPI, termasuk adanya kalimat khilafah islamiah di dalamnya.
Di bagian lain Munarman meminta masyarakat mendoakan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab agar bisa pulang ke Indonesia dalam waktu dekat. “Kalau kemungkinan pulang, insya Allah. Doain aja. Kita minta doanya kepada masyarakat Indonesia, umat Islam supaya habib bisa dalam waktu dekat pulang,” kata Munarman.
Ia belum memastikan kapan waktu kepulangan Habib Rizieq ke Tanah Air, tetapi rencana untuk pulang pasti ada. Munarman juga menyampaikan bahwa Habib Rizieq saat ini dalam kondisi sehat, seraya meminta masyarakat Indonesia untuk mendoakannya.
Rizieq pergi ke Arab Saudi sejak 26 April 2017 untuk menunaikan ibadah umrah. Pada saat yang sama, pihak kepolisian akan memeriksa Rizieq terkait kasus ‘baladacintarizieq’. Pada Juni 2018, polisi telah menghentikan penyidikan kasus ini. Namun, Rizieq tak kunjung pulang ke Indonesia.
Rizieq mengaku tidak bisa pulang ke Indonesia karena sejumlah alasan, pertama terkait masalah izin tinggal di Arab Saudi. Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan, Rizieq tak bisa pulang karena tinggal di suatu tempat lebih lama dari masa yang diizinkan (overstay).
Solusi dari masalah itu adalah dengan membayar denda overstay sekitar 15 sampai dengan 30 ribu riyal atau Rp110 juta per orang. Namun, faktor overstay ini ditanggapi pengacara Habib Rizieq bahwa itu bukan kesalahan Rizieq karena habisnya visa Rizieq pada 20 Juli 2018 dan sebelum tanggal 20 Juli 2018, Rizieq sudah mencoba untuk keluar dari Saudi supaya visanya masih bisa berlaku.
Pada milad ke-21 FPI, Rizieq lalu menuding Pemerintah meminta ke Kerajaan Arab Saudi agar dirinya dicekal hingga pelantikan presiden pada Oktober 2019. Selanjutnya pada 10 Oktober 2019 melalui video Rizieq menunjukkan bukti surat dua lembar yang disebutnya sebagai surat pencekalan. Menurut Habib Rizieq, Pemerintah Arab Saudi bakal mencabut pencekalannya jika sudah ada perjanjian resmi pemerintah Indonesia untuk tidak mengganggunya. (net/lin)